Friday, May 18, 2007

Tiap Langkah Yang Kau Buat

Mood : ceria
Cuaca: cerah
Snack : perment Hexos mint
Song : Every Breath You Take dari Sting/The Police
Genre : Pop
Tanggal : 11 Mei 2007

Dedikasi : keponakan kembarku Annette dan Vivian

Betapa senang hatiku, bila ku melihat perkembangan ponakan nomer dua dan tiga, mereka itu sodara kembar, tapi laen telor. Setelah mereka dilahirkan pada tanggal 7 November 2005 yang lalu, genaplah kebahagiaan keluarga adekku Sius dan adek iparku Yenny. Mereka menamai keduanya Annette dan Vivian. Annette berwajah mirip papinya sedangkan Vivian mirip maminya.

Aku ingat, betapa imutnya muka mereka sewaktu masih sangat kecil. Aku ingat kalo akupun harus ekstra hati-hati jikalau menggendong mereka dan akupun selalu ketawa lebar jika ada salah seorang dari kami yang menjadi basah karena mereka pipis tanpa bilang-bilang terlebih dahulu, hehehe. Melihat mereka belajar minta minum susu dengan cara menangis sampai akhirnya mereka bisa memegang botol minumnya sendiri. Memang sebagian besar waktu mereka abiskan untuk tidur, tapi itu sudah normal untuk bayi-bayi seusia mereka.

Enam bulan kemudian, aku melihat Annette dan Vivian tumbuh dan berkembang, belajar untuk membalikkan badan dan duduk. Betapa aku ikut merasa sedih jika tau ada salah satu atau malah keduanya sakit. Biasalah penyakit anak kecil itu ada yang mencret, batok-batok, pilek atau malah kena demam. Memang anak-anak seusia itu belon mempunyai daya tahan yang cukup untuk melawan semua virus dan bakteri yang tidak bermaksud baek disekitar mereka. Alhasil akupun seringkali melihat maminya bermuka sedih dan papinya menjadi pendiam, sewaktu anak-anak mereka sakit dan menderita. Apalagi Annette dan Vivian anak kembar, jadi jika yang satu sakit, pasti yang satunya tertular, maklum serumah. Tapi meskipun mereka anak kembar, tapi rupanya dari segi hobi agak berbeda. Misalnya si Vivian lebih suka bermaen dengan boneka sedangkan Annette lebih suka bermaen dengan alat-alat makan seperti sendok yang berkilauan. Pada usia segini, mereka sudah bisa menirukan gaya orang dewasa, misalkan gaya orang dewasa yang sedang telefon misalnya. Aku sangat berterima kasih pada mantanku, Emylia, yang telah men-support hobi mereka dengan memberikan contoh handphone (dummy handphone) untuk alat mereka bermaen waktu kecil. Aku teringat sewaktu anak-anak itu mengucapkan satu dua kata dan itu saja cukup membuat kedua orang tua nya yang mendengarnya hepi bukan kepalang. Mereka bahagia, karena buah hati mereka sudah mulai mengalami pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan badan ini juga disusul dengan pertumbuhan gigi dan malam-malam yang menyakitkan bagi si kecil.

Enam bulan kemudian, mereka sudah tumbuh menjadi anak-anak kecil yang sudah punya kemampuan untuk mengekspresikan keinginannya dengan cara tunjuk-tunjuk, mau kemana merekanya atau apa yang mereka ingin pegang. Mereka sudah bisa mengucapkan satu dua patah kata dan sudah mulai belajar untuk membalikkan badan, duduk, berdiri dan berjalan walau masih harus dipegangi dengan susah payah oleh maminya atau pengasuh-pengasuhnya. Kini mereka sudah bisa memberi tanda dengan bahasa badan jika mereka mau turun dari gendongan ataupun ingin minum. Bilamana Annette bertemu denganku, biasanya dia ingin mengajakku menemaninya berjalan. Jadi biasanya dia memberi tanda minta aku gendong dia dulu, baru setelah dalam gendonganku dia meronta minta diturunkan dari gendonganku. Setelah kedua kakinya yang mungil menyentuh lantai, langsung aja dia meraih jari jemari tangan kiriku dan menggenggamnya dengan sangat erat serta menyeretku untuk mengikuti kemanapun dia mau.

Sungguh lucu melihat rasa keingintauan mereka berkembang. Mulai dari belajar menekan-nekan remote control dari televisi sampai belajar membuka laci atau pintu kulkas sendiri. Laen dengan Annette, si Vivian lebih suka bermanja-manja ria dengan maminya. Maklumlah jikalau di mobil biasanya Annette lebih suka duduk dalam pangkuan sang mami sedangkan Vivian harus rela dijaga oleh pengasuhnya. Dari segi kegemaran makan, ternyata si Vivian yang bisa menirukan gaya mengunyah orang dewasa ternyata lebih suka ngemil ketimbang si Annette yang lebih suka makan besar sekaligus. Kuingat Vivian yang selalu tersenyum manis padaku setiap kali aku punya biskuit untuknya dan membiarkannya memilih dan mengambil satu dari tempatnya. Atau aku juga teringat sewaktu Vivian mengembalikan biskuit yang masi tersisa di tangannya ke dalam tanganku, sewaktu aku memberinya biskuit yang baru. Memang kehidupan mereka tidak selamanya dipenuhi dengan canda tawa saja, tapi juga terkadang ada duka diantaranya. Misalkan sewaktu Annette terjatuh dari ranjang sehingga mesti segera dilarikan ke dokter pagi-pagi sekali untuk diperiksa dan syukurlah tidak apa-apa. Dikala itu Vivian seakan bisa merasakan penderitaan sodara kembarnya, sehingga sewaktu aku meliatnya, Vivian memasang tampang sangat bersedih. Mungkin ya namanya sodara kembar, mereka jadi sehati dan sejiwa, jika yang satu sedih yang laen ikutan sedih.

Enam bulan kemudian, Annette dan Vivian ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Memang biasanya, dari pengalaman, anak-anak kecil itu harus sudah bisa berjalan sewaktu usia mereka mencapai delapan belas bulan. Jika tidak, mungkin aja ada tanda-tanda kelumpuhan. Bukan hanya berjalan, merekapun sudah mulai berani membuka mulutnya dan berkata-kata. Bahkan Annette sudah lebih suka meniru kata-kata orang disekitarnya. Misalkan sewaktu Annette diajak oleh mengambilkan minum untuk papinya oleh adekku Meli, “yuk kita ambilin papi minum“ dia juga bisa membalas kata-kata ajakan Meli itu dengan kata “yuk“ juga dan segera meraih gelas dan berjalan ke arah tempat air. Hobi mereka untuk meraih gagang telefon terkadang memang mengesankan dan masi berlanjut. Misal ada kejadian sewaktu Annette masi kugendong, dan aku menjawab telefon temanku, pasti lah dia berusaha untuk meraih telefonku dan ikutan mendengarkan, bahkan bisa menyahuti dengan kata-kata “halo“. Ya, semuanya mencerminkan pendidikan yang dilakukan oleh orang tuanya.

Misalnya kita mengucapkan sepatah kata berulang-ulang didepannya dan dengan segera mereka pasti bisa menirukannya. Kuingat Annette yang memang sangat suka kugendong, mungkin juga karena aku gendut, jadi empuk dan hangat seperti kedua ortunya, hehehe... Ketika kugendong Annette pernah melafalkan kata-kata “tuyon“ yang sempat tak kumengerti, setelah aku bertanya pada pengasuhnya, ternyata kata tuyon itu artinya “turun“, alias dia minta diturunkan. Waktu kutanya “mau turun“ ternyata dia bisa menjawab “iya“. Memang senang sekali, melihat kita perlahan-lahan sudah bisa berkomunikasi dengan baek dengan anak-anak kecil seperti itu. Aku selalu terharu setiap kali Annette atau Vivian datang mengetok pintu kamarku ingin masuk dan memanggil-manggil namaku, ada semacam kebanggaan tersendiri karena masi diingat oleh mereka. Atau seperti sewaktu kami makan bersama, terus aku secara tidak sengaja memperhatikan Vivian yang datang mendekat (maklum dia sudah bisa berjalan sendiri) dan melihat makanan kami dan matanya mulai berbinar, dia berdiri disamping meja dengan sabar. Melihatnya saja akupun tau kalo dia ingin mencicipi. Langsung saja aku panggil maminya untuk mulai menyuapinya, karena kutau, bagi seorang ibu adalah suatu kebanggaan tersendiri untuk menyuapi anaknya makan, maka aku tidak ingin mengambil kebanggaan itu dari maminya. Setelah beberapa saat kemudian, aku melihat ada sisa nasi yang melekat dengan cueknya di sekitar mulutnya dan aku membersihkannya dengan sepucuk tissue kertas. Tapi akibatnya sungguh tidak kusangka: dia kemudian menolak untuk diberi makan lagi. Mungkinkah dia berpikir, jika mulutnya sudah dibersihkan, maka hendaknya dia tidak makan lagi karena dia sudah bersih?

Ketakutan akan kegelapan juga dialami oleh mereka, misal sewaktu Vivian yang didampingi oleh adekku Meli bermaen dengan saklar lampu di ruangan dimana Annette lagi diganti bajunya oleh maminya, ketika tiba-tiba ruangan itu menjadi gelap, kontan saja Annette memeluk maminya karena dia merasa bahwa didalam pelukan itulah dia merasa aman. Aku yang lagi memperhatikan semuanya itu dari ruangan sebelah, jadi tersenyum sendiri. Ya, moment seperti itu akan selalu membekas di benakku, karena aku memang sangat suka memperhatikan setiap kejadian disekelilingku.

Apa yang kupelajari dari ini semua? Betapa senangnya hatiku melihat Annette benar-benar mempercayaiku dengan memberi tanda minta kugendong dan kemudian minta diturunkan dan kemudian menyeretku kemanapun dia suka, pada waktu dia masih kecil. Dia mungkin sadar dan tau kalo aku ini kerabatnya dan tidak akan menyakitinya dan dia tau pasti aku mau menemaninya berpetualang keliling ruangan. Merasa dipercayai oleh seseorang, bahkan oleh anak kecil sekalipun, adalah suatu perasaan yang membanggakan. Apakah kita mau mempercayai orang laen dalam hidup kita semudah Annette mempercayaiku? Dengan mudahkah kita menggandeng seseorang untuk menemani kita berpetualang seperti yang dilakukan Annette?

Paling tidak aku sempat terharu, melihat Annette mau menunggu dengan sabar (walau dia bisa meronta dalam gendonganku seperti yang dia biasa lakukan sewaktu masi agak kecilan) sampai aku bisa mengerti maksudnya sewaktu dia mengatakan tuyon dan aku masih harus bertanya pada pengasuhnya apa arti tuyon tersebut. Apakah kita mempunyai kesabaran yang cukup untuk menunggu hingga orang yang bersangkutan mengerti apa maksud kita, seperti Annette dengan sabar menungguku?

Apakah kita bisa mengekspresikan rasa terima kasih kita dengan tersenyum manis bila kita diberi sesuatu oleh orang laen, seperti Vivian ketika diberi biskuit? Pernahkah kita ikut bersedih sewaktu orang yang kita sayangi lagi bersedih hati seperti Vivian bersedih dikala Annette lagi sakit? Taukah kita jika teman kita lagi bersedih hanya dengan memperhatikan mimik mukanya?

Mungkin aja ada lebih banyak hal lagi yang bisa kita pelajari dari tingkah laku anak-anak kecil di sekeliling kita. Tapi apapun itu, aku menulis cerita ini sebagai kenangan indah akan kedua keponakanku Annette dan Vivian yang membuat hidupku di Surabaya ini menjadi sangat bervariasi...

Mungkin semua yang telah membaca tulisan-tulisanku selama ini sadar kalo aku selalu berusaha untuk mengaitkan isi cerita dengan lirik tembang yang kudengarkan dikala aku menulis cerita ini. Tapi apa hubungannya lirik tembang Every Breath You Take dari Sting/The Police ini dengan kisah kedua ponakan kembarku ya? Sangat sedikit. Satu-satunya hubungan adalah kalo aku suka dengan lagu ini dan aku mendengarkannya sewaktu menyalin kisah-kisah ini kembali dari ingatan dan kenanganku yang indah. Grup The Police mungkin tidak terlalu banyak dikenal orang jaman sekarang, mungkin juga akan ada yang masi ingat kalo tembang ini juga dinyanyikan di cover version nya oleh Puff Daddy di era taon 1990an. Lumayan sederhana sih baek dari teks maupun melodinya, tapi satu dua oktav ini ternyata cukup untuk membawa tembang ini ngetop di eranya…

Every Breath You Take (tiap nafas yang kau ambil)

Every breath you take (tiap nafas yang kau ambil)
Every move you make (tiap langkah yang kau buat)
Every bond you break (tiap ikatan yang kau putuskan)
Every step you take (tiap jejak yang kau ambil)
I'll be watching you (aku akan memperhatikanmu)

Every single day (setiap harinya)
Every word you say (setiap kata yang kau katakan)
Every game you play (setiap permaenan yang lakukan)
Every night you stay (setiap malam dimana kau tinggal)
I'll be watching you (aku akan memperhatikanmu)

O can't you see (O, tidakkah kau melihat)
You belong to me (kamu adalah bagianku)
How my poor heart aches with every step you take (betapa hati malangku sedih jika kau melangkah)

Every move you make (tiap langkah yang kau buat)
Every vow you break (tiap janji yang kau ingkari)
Every smile you fake (setiap senyuman yang kau palsukan)
Every claim you stake (setiap tuntutan yang kau pertaruhkan)
I'll be watching you (aku akan memperhatikanmu)

Since you've gone I’ve been lost without a trace (sejak kau pergi, akupun hilang tanpa jejak)
I dream at night I can only see your face (aku bermimpi suatu malam aku hanya mampu melihat wajahmu)
I look around but it's you I can't replace (aku melihat sekeliling, tapi aku tak dapat menemukan gantimu)
I keep crying, baby, please (aku menangis, sayangku)

Every move you make (tiap langkah yang kau buat)
Every vow you break (tiap janji yang kau ingkari)
Every smile you fake (setiap senyuman yang kau palsukan)
Every claim you stake (setiap tuntutan yang kau pertaruhkan)

I'll be watching you (aku akan memperhatikanmu)