Mood : merenung
Cuaca: berawan
Drink : air dingin penyejuk jiwa
Song : Menghapus Jejakmu dari Peterpan
Genre : lagu pop
Tanggal : 7 Agustus 2008
Dedikasi : Liem Ngeng Tjoe
Sore ini aku baca email yang mengabarkan kepergian seorang ibu dari temanku. Usianya sih sudah 70 taon dan meninggal karena kena kanker hati. Yah, bila dipikir semua dari kita akan mengalaminya.. cepat atau lambat...
Tapi selalu sedih sih, bila mendengar ada salah satu dari kita atau sanak saudara dari salah satu dari kita yang meninggal. Entah kenapa ya? Mungkin juga karena pasti ada begitu banyak kenangan yang tersisa di benak kita yang mengingat waktu- waktu dan masa-masa dimana dia ada di dunia bersama kita.
Mungkin dengan kepergian seseorang itu, segala rasa benci dan rindu akan sirna, aku tak tau. Tapi menurut adat istiadat di jerman, bila ada seseorang meninggal, maka kita tak elok bila membicarakan hal-hal yang buruk tentang nya. Bahkan juga bila yang bersangkutan meninggal karena bunuh diri.
Aku sendiri merasa perlu, menyebar luaskan berita duka seperti itu, tanpa menghiraukan berapa banyak pulsa yang kukorbankan untuk menelefon atau meng-SMS teman-teman dekat dari yang sedang kesusahan. Tanggapan orang berlaenan, banyak yang terus terang cuek saja. Jadi dianggap, oke aku sudah dengar dan kemudian tak berreaksi. Padahal, lebih etis bila kita tau, ada kenalan atau teman kita yang kesusahan, mestinya kita mau menunjukkan rasa simpati kita kepada yang ditinggalkannya.
Namun, ya kita khan hidup di alam yang penuh dengan ketidakpedulian, sehingga banyak juga yang bersikap tak peduli. Kadang aku mikir rada jahat. Tunggu saja waktumu akan tiba. Bila dikau yang kesusahan, aku pun takkan mau peduli dan kuharap semua yang laen takkan peduli denganmu.
Tapi semua itu kembali kepada setiap orangnya sendiri, bila dia merasa perlu untuk menyampaikan rasa ikut berduka cita, ya silakan, tapi bila tidak, juga terserah...hanya yang diatas yang tau..
Disini aku teringat pada petikan dari Alkitab dari kitab Mazmur, 27 di ayatnya yang kesepuluh: “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambutku“ dan juga petikan dari Kitab Pengkotbah 3 di kedua ayatnya yang pertama yang berbunyi “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun dibawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meniggal ...“
Karena Tuhan sudah menetapkan maka aku percaya itu adalah yang terbaik dan Dia akan memberikan kekuatan kepada keluarga yang ditinggalkan untuk tabah menghadapi semuanya ini. Kiranya kenangan yang indah bersama nya akan menjadi kekuatan dan semangat yang baru untuk dapat memberikan kasih yang lebih lagi kepada orang-orang disekitar yang ditinggalkan saat ini, yang masih hidup. Amin
Walau kitapun sadar, tak ada yang kekal di dunia ini, dan semua akan berpulang pada waktunya, namun biar bagaimanapun juga kita semua adalah manusia yang lemah, yang bisa bersedih, bila kita ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi.
Semoga Tuhan melindungi dan menerima Mama dari Liem Ngeng Tjoe disininya dan menerima semua amal dan ibadahnya serta memberinya kehidupan yang kekal. Amin…
Semoga Tuhan melindungi dan mengasihi anggota keluarga dari Mama dari Ngeng Tjoe dan membimbing mereka, agar mereka tabah dan mampu menerima kenyataan ini. Amin.
Friday, August 8, 2008
Wednesday, August 6, 2008
Poirot
Mood : hepi
Cuaca: berawan
Drink : ice lemon tea
Song : Negeri di Balik Awan dari Katon Bagaskara
Genre : lagu pop
Tanggal : 6 Agustus 2008
Dedikasi : Hendro di Bali
Aku jadi ingat bahasa perancis jadi ingat sama novelnya Agatha Christie jaman dahulu. Ceritanya tuh buku novel kriminal yang pertama (dah sambil ambil ancang-ancang buat novel lagi nich, hehehe. Mode : novel writing ON) aku beli waktu aku kelas 6 SD, tapi malas bacanya, karena tebal sekali dan relativ sulit untuk dimengerti untuk inteligensi ku yang rendah ini.
Waktu di SMP baru aku baca (tepatnya setelah terbiasa membaca buku yang tebal-tebal Seri Petualangan punya Enid Blyton). Waktu itu aku terbiasa membaca nama detektiv swasta nya Agatha Christie itu seperti aku membaca nama dalam bahasa indo, yaitu Hercule Poirot, ya kubaca Poi-rot. Tapi Hendro ini membetulkan ejaan ku, dia bilang cara bacanya itu Poa-ro. Hehehe…
Baru setelah aku menetap di Jerman dan kebetulan aku tinggal di titik perbatasan antara Jerman, Belanda dan Belgia, maka aku pun bisa mendapatkan siaran TV nasional negara Belgia. Dari situ aku benar-benar seratus persen percaya kalo Hendro benar, karena aku dengar sendiri dari mulut orang-orang Belgia.
Waktu aku masi aktiv riset di Univ Aachen, di sana aku ada asisten kimia, namanya Madame Denise yang asli orang Belgia, dari Brussel. Dia sering ngerumpi sama aku kalo lagi senggang. Hehehe. Nah si Madame ini pernah cerita, kalo di Belgia ternyata banyak Monsieur Poirot, nama keluarga yang umum…hehehe… (kalo salah tulis bahasa Perancis nya, Lingna bisa bantu betulin, hehehe). Wah aku jadi kangen dengan sapaan Bonjour dan keramahannya nich tiap pagi, hehehe…
Ohya, aku disana bisa nonton film-film nya Agatha Christie yang versi original nya (buatan BBC awal taon 1990an) lewat TV nasionalnya Belgia lho, kalo di Jerman khan semua film itu diterjemahkan dalam bahasa jerman (jadi tanpa teks).
Di Indo sini rupanya tidak/belon masuk itu film, tapi kalo ada yang berminat membeli DVD nya, bisa coba buka halamannya www.amazon.com terus search pake “Poirot”, nanti khan ada penawaran dari DVD film itu. Taon 2005 menjelang kepulanganku ke Indo, aku sudah berencana membeli film-film itu. Kalo tidak salah untuk yang edisi taon 1990an, satu set itu 150 Euro (5 DVD, kalo tidak salah), semua ada sekitar 8 film berdurasi dua seperempat jam dan beberapa film-film singkat berdurasi 50an menit.
Maklum di Eropa (peraturan disana), biasanya dalam satu jam itu hanya bole diisi dua sampai tiga blok iklan tiap-tiap lima menitan. Jadi dalam satu jam bole diisi dua kali blok iklan, makanya durasinya 50 menit. Atau dengan kata laen, film hanya bole dipotong dengan iklan bila telah ditayangkan minimal 20 menit. Itu adalah tindakan perlindungan konsumen. Tidak seperti TV disini, tiap lima atau enam menit dipotong iklan, hehehe… maka tak heran bila orang di sini lebih memilih menonton DVD (bajakan), bila ada duit, hehehe… karena liat iklan itu buang-buang waktu, hehehe… tanya Dyni yang hobi nonton film sendirian di kamarnya, asik nonton DVD khan? Hahaha…
Kembali ke Poirot, di dalam novel nya khan Poirot digambarkan sebagai detektiv yang serius walau sangat ramah terhadap siapapun, terutama terhadap PRT. Nah dalam film-film nya, Poirot selalu digambarkan sebagai detektiv berwibawa dan sangat lucu dalam komentar-komentarnya. Hehehe. Baek itu di perfilman di taon 1940an (masi itam putih tentunya, tapi sayangnya Poirot digambarkan sangat konyol sekali dalam film nya The ABC Murder), 1960an, 1970an, maupun yang aku ceritakan tadi di taon 1990an. Penilaian subyektiv ku, paling bagus dan mengena itu, ya yang produksi taon 1990an ini.
Tapi masyarakat perfilman Eropa tidak tinggal diam. Di awal taon 2000an, novel Agatha Christie yang berjudul The Orient Express juga difilmkan lagi untuk kali kedua (yang pertama taon 1975 kalo tak salah). Tapi tentu saja lebih modern, barang yang ditemukan bisa ada stylus (alat bantuk penunjuk) dari PDA, ada laptop, ada video recorder. Walau semua itu tidak sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Agatha Christie sendiri, namun alur cerita sih masi tetap sama (kalo keluarga Armstrong itu dibunuh oleh 12 orang yang mencerminkan 12 anggota juri di pengadilan).
Detektiv Poirot di dalam novel-novel Agatha sendiri paling banyak diperankan oleh almarhum Sir Peter Ustinov. Sir Peter Ustinov ini sebenarnya dengan badan bongsornya tentu saja tak cocok untuk peran Hercule Poirot nya Agatha Christie yang kecil dan berkepala bulat telur. Tapi nama tenarnya di kala itu yang membuat para produser film nekad memberikan peran legendaris itu kepadanya. Dalam petualangan Death on The Nile dan The Orient Express adalah dua dari sekitar sepuluh film Agatha Christie yang dibintangi olehnya, di taon 1960an dan 1970an.
Untuk info saja, sampai aku menulis email ini, kereta uap The Orient Express masi melayani rute Istanbul ke Paris sekali dalam sebulan, pulang pergi. Untuk ikut didalam kereta legendaris itu melewati Beograd di negara mantan Yugoslavia (seperti didalam novel Agatha Christie itu), kita harus booking beberapa bulan sebelonnya. Juga perjalanan itu sebetulnya tidak sangat spektakuler, tapi tentu saja sangat mahal. Bila ada yang berminat, coba saja googling di www.google.com dengan “orient express”.
Dari semua itu, perfilman Poirot yang paling mengena adalah dengan David Suchet yang memang berperawakan kecil dan berkepala benar-benar bulat telur. Untuk perannya itu, David Suchet bahkan bersedia dicukur botak seperti digambarkan oleh Agatha Christie dalam karyanya, hehehe.
Sayang Agatha Christie tak pernah bisa menonton adegan dari David Suchet ini, karena Lady Agatha Christie sudah meninggal 1972 setelah menuntaskan novel terakhirnya The Curtain yang diterbitkan sebagai novel Agatha yang terakhir, dimana Poirot digambarkan telah tewas bunuh diri (dengan cara menembak pelipis kepalanya sendiri) di dalam kasus yang diilhami oleh drama Othello karya William Shakespeare itu. Yang Agatha kenal adalah semua perfilman dari karyanya sebelon 1972an. Jadi seperti yang diperankan Sir Peter Ustinov misalnya.
Maka tak heran bila nama Poirot memang kemudian identis dengan nama Sir Peter Ustinov. Dan karenanya juga, Peter Ustinov warga negara Inggris berketurunan Russia yang menetap di Swiss sampai akhir hayatnya itu, mendapat gelar Knighthood dari Queen Elisabeth II, seperti juga Agatha Christie yang mendapatkan Order kehormatan dari Queen Elisabeth plus gelar kebangsawanan Lady, walau pun gelar Lady juga sudah bisa dia dapat dari suami nya yang bergelar Lord dan merupakan seorang arkeolog terkenal di Inggris (kalo tidak salah juga expert dari British Museum).
Penggemar Agatha Christie pasti protes, karena aku hanya mengulas Poirot disini, walau masi ada empat detektiv Agatha laennya. Tapi ya itu, dari 112 novel Agatha yang difilmkan hanya novel Miss Marple (itam putih di taon 1940an, seperti jam sekian dari stasiun Paddington dll) dan M. Hercule Poirot.
Cuaca: berawan
Drink : ice lemon tea
Song : Negeri di Balik Awan dari Katon Bagaskara
Genre : lagu pop
Tanggal : 6 Agustus 2008
Dedikasi : Hendro di Bali
Aku jadi ingat bahasa perancis jadi ingat sama novelnya Agatha Christie jaman dahulu. Ceritanya tuh buku novel kriminal yang pertama (dah sambil ambil ancang-ancang buat novel lagi nich, hehehe. Mode : novel writing ON) aku beli waktu aku kelas 6 SD, tapi malas bacanya, karena tebal sekali dan relativ sulit untuk dimengerti untuk inteligensi ku yang rendah ini.
Waktu di SMP baru aku baca (tepatnya setelah terbiasa membaca buku yang tebal-tebal Seri Petualangan punya Enid Blyton). Waktu itu aku terbiasa membaca nama detektiv swasta nya Agatha Christie itu seperti aku membaca nama dalam bahasa indo, yaitu Hercule Poirot, ya kubaca Poi-rot. Tapi Hendro ini membetulkan ejaan ku, dia bilang cara bacanya itu Poa-ro. Hehehe…
Baru setelah aku menetap di Jerman dan kebetulan aku tinggal di titik perbatasan antara Jerman, Belanda dan Belgia, maka aku pun bisa mendapatkan siaran TV nasional negara Belgia. Dari situ aku benar-benar seratus persen percaya kalo Hendro benar, karena aku dengar sendiri dari mulut orang-orang Belgia.
Waktu aku masi aktiv riset di Univ Aachen, di sana aku ada asisten kimia, namanya Madame Denise yang asli orang Belgia, dari Brussel. Dia sering ngerumpi sama aku kalo lagi senggang. Hehehe. Nah si Madame ini pernah cerita, kalo di Belgia ternyata banyak Monsieur Poirot, nama keluarga yang umum…hehehe… (kalo salah tulis bahasa Perancis nya, Lingna bisa bantu betulin, hehehe). Wah aku jadi kangen dengan sapaan Bonjour dan keramahannya nich tiap pagi, hehehe…
Ohya, aku disana bisa nonton film-film nya Agatha Christie yang versi original nya (buatan BBC awal taon 1990an) lewat TV nasionalnya Belgia lho, kalo di Jerman khan semua film itu diterjemahkan dalam bahasa jerman (jadi tanpa teks).
Di Indo sini rupanya tidak/belon masuk itu film, tapi kalo ada yang berminat membeli DVD nya, bisa coba buka halamannya www.amazon.com terus search pake “Poirot”, nanti khan ada penawaran dari DVD film itu. Taon 2005 menjelang kepulanganku ke Indo, aku sudah berencana membeli film-film itu. Kalo tidak salah untuk yang edisi taon 1990an, satu set itu 150 Euro (5 DVD, kalo tidak salah), semua ada sekitar 8 film berdurasi dua seperempat jam dan beberapa film-film singkat berdurasi 50an menit.
Maklum di Eropa (peraturan disana), biasanya dalam satu jam itu hanya bole diisi dua sampai tiga blok iklan tiap-tiap lima menitan. Jadi dalam satu jam bole diisi dua kali blok iklan, makanya durasinya 50 menit. Atau dengan kata laen, film hanya bole dipotong dengan iklan bila telah ditayangkan minimal 20 menit. Itu adalah tindakan perlindungan konsumen. Tidak seperti TV disini, tiap lima atau enam menit dipotong iklan, hehehe… maka tak heran bila orang di sini lebih memilih menonton DVD (bajakan), bila ada duit, hehehe… karena liat iklan itu buang-buang waktu, hehehe… tanya Dyni yang hobi nonton film sendirian di kamarnya, asik nonton DVD khan? Hahaha…
Kembali ke Poirot, di dalam novel nya khan Poirot digambarkan sebagai detektiv yang serius walau sangat ramah terhadap siapapun, terutama terhadap PRT. Nah dalam film-film nya, Poirot selalu digambarkan sebagai detektiv berwibawa dan sangat lucu dalam komentar-komentarnya. Hehehe. Baek itu di perfilman di taon 1940an (masi itam putih tentunya, tapi sayangnya Poirot digambarkan sangat konyol sekali dalam film nya The ABC Murder), 1960an, 1970an, maupun yang aku ceritakan tadi di taon 1990an. Penilaian subyektiv ku, paling bagus dan mengena itu, ya yang produksi taon 1990an ini.
Tapi masyarakat perfilman Eropa tidak tinggal diam. Di awal taon 2000an, novel Agatha Christie yang berjudul The Orient Express juga difilmkan lagi untuk kali kedua (yang pertama taon 1975 kalo tak salah). Tapi tentu saja lebih modern, barang yang ditemukan bisa ada stylus (alat bantuk penunjuk) dari PDA, ada laptop, ada video recorder. Walau semua itu tidak sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Agatha Christie sendiri, namun alur cerita sih masi tetap sama (kalo keluarga Armstrong itu dibunuh oleh 12 orang yang mencerminkan 12 anggota juri di pengadilan).
Detektiv Poirot di dalam novel-novel Agatha sendiri paling banyak diperankan oleh almarhum Sir Peter Ustinov. Sir Peter Ustinov ini sebenarnya dengan badan bongsornya tentu saja tak cocok untuk peran Hercule Poirot nya Agatha Christie yang kecil dan berkepala bulat telur. Tapi nama tenarnya di kala itu yang membuat para produser film nekad memberikan peran legendaris itu kepadanya. Dalam petualangan Death on The Nile dan The Orient Express adalah dua dari sekitar sepuluh film Agatha Christie yang dibintangi olehnya, di taon 1960an dan 1970an.
Untuk info saja, sampai aku menulis email ini, kereta uap The Orient Express masi melayani rute Istanbul ke Paris sekali dalam sebulan, pulang pergi. Untuk ikut didalam kereta legendaris itu melewati Beograd di negara mantan Yugoslavia (seperti didalam novel Agatha Christie itu), kita harus booking beberapa bulan sebelonnya. Juga perjalanan itu sebetulnya tidak sangat spektakuler, tapi tentu saja sangat mahal. Bila ada yang berminat, coba saja googling di www.google.com dengan “orient express”.
Dari semua itu, perfilman Poirot yang paling mengena adalah dengan David Suchet yang memang berperawakan kecil dan berkepala benar-benar bulat telur. Untuk perannya itu, David Suchet bahkan bersedia dicukur botak seperti digambarkan oleh Agatha Christie dalam karyanya, hehehe.
Sayang Agatha Christie tak pernah bisa menonton adegan dari David Suchet ini, karena Lady Agatha Christie sudah meninggal 1972 setelah menuntaskan novel terakhirnya The Curtain yang diterbitkan sebagai novel Agatha yang terakhir, dimana Poirot digambarkan telah tewas bunuh diri (dengan cara menembak pelipis kepalanya sendiri) di dalam kasus yang diilhami oleh drama Othello karya William Shakespeare itu. Yang Agatha kenal adalah semua perfilman dari karyanya sebelon 1972an. Jadi seperti yang diperankan Sir Peter Ustinov misalnya.
Maka tak heran bila nama Poirot memang kemudian identis dengan nama Sir Peter Ustinov. Dan karenanya juga, Peter Ustinov warga negara Inggris berketurunan Russia yang menetap di Swiss sampai akhir hayatnya itu, mendapat gelar Knighthood dari Queen Elisabeth II, seperti juga Agatha Christie yang mendapatkan Order kehormatan dari Queen Elisabeth plus gelar kebangsawanan Lady, walau pun gelar Lady juga sudah bisa dia dapat dari suami nya yang bergelar Lord dan merupakan seorang arkeolog terkenal di Inggris (kalo tidak salah juga expert dari British Museum).
Penggemar Agatha Christie pasti protes, karena aku hanya mengulas Poirot disini, walau masi ada empat detektiv Agatha laennya. Tapi ya itu, dari 112 novel Agatha yang difilmkan hanya novel Miss Marple (itam putih di taon 1940an, seperti jam sekian dari stasiun Paddington dll) dan M. Hercule Poirot.
Subscribe to:
Posts (Atom)