Dedikasi: S Lily
Aku terinspirasi kembali untuk mengulas beberapa cerita singkat dan menarik dari buku ‘Burung Berkicau’ tulisan almarhum pastor Anthony de Mello SJ yang telah kuulas selama seminggu di akhir bulan Mei lalu. Hal ini dikarenakan ada temanku, Lily, yang aku kirimi buku tersebut namun rupanya mendapat kesulitan dalam merenungkannya.
Adapun untuk hari ini, aku ingin mengulas mengenai cerita singkat sang pastor yang berjudul ‘The Royal Pigeon’ yang aku kutipkan di bawah ini:
Nasruddin became prime minister to the king. Once while he wandered through the palace, he saw a royal falcon.
Now Nasruddin had never seen this kind of a pigeon before. So he got out a pair of scissors and trimmed the claws, the wings and the beak of the falcon.
‘Now you look like a decent bird,’ he said. ‘Your keeper had evidently been neglecting you.’
‘You’re different so there’s something wrong with you!’
Coba kita baca beberapa kali. Apakah yang kita pikirkan bila kita membaca hal itu. Lucu sekali? Tidak masuk akal? Atau malahan akal sehat kita jadi tergelitik dan ingin tau apa pesan tersembunyi yang terdapat di dalamnya? Kurasa semua akan sependapat dengan pertanyaan yang terakhir, yakni tak dapat dipungkiri kalo kita semua punya rasa ingin tau tentang hal itu.
Padahal, bila kita mau membaca dengan teliti, pesan moral dari cerita singkat yang sekilas terkesan agak aneh itu ada di bagian kalimat yang terbawah. Yaitu, bila kamu berbeda, maka ada yang salah denganmu.
Seperti yang digambarkan di kisah itu, sang perdana menteri memotong cakar, sayap dan moncong dari burung elang itu supaya sesuai dengan bayangannya tentang seekor burung yang ‘wajar’. Jadi Nasruddin berpendapat, bila ada burung yang tidak berpenampilan seperti yang laen, sudah pasti itu adalah burung yang tidak terurus.
Kita semua di dunia ini memang diciptakan berbeda-beda, baek secara fisik seperti berbeda bila dipandang dari raut muka, warna kulit, bentuk badan, dll maupun dari segi sifat sosial, seperti budaya, adat, agama, bahasa dan semacamnya.
Dan justru itulah yang seharusnya membuat kita semua merasa senang karena kita diciptakan berbeda. Bayangkan kalo semua sama, pasti dunia ini akan terasa sangat membosankan bagi kita semua.
Semboyan orang Swiss tentunya akan menjadi menarik bagi kita, ‘unity in diversity’ yang artinya ‘persatuan dalam keberagaman’. Ya bangsa Swiss kan memang berasal dari berbagai suku bangsa. Namun mereka mampu menyatukan semuanya itu hanya dengan bantuan tiga bahasa resmi, yaitu Jerman, Perancis dan Italia, yang merupakan bahasa dari tetangga negara mereka.
Waktu aku menulis tentang ini, aku jadi teringat kisah lama dari jaman Konsili Vatican ke 2 yang dicanangkan oleh Paus Johanes XXIII. Setelah sekian lama berlalu, sejak dari Konsili Vatican yang pertama, Paus Johanes XXIII terbangun dari tempat tidurnya dan sewaktu sarapan pagi berbincang-bincang dengan sekretaris pribadinya.
‘Aku rasa, sudah saatnya untuk mengundang seluruh Uskup kita untuk kembali berkumpul di sini’, demikian ujar sri Paus kepada sekretaris negaranya, Mgr Tardini.
‘Tapi, Yang Mulia, ada sekitar 2000 Uskup saat ini yang tersebar di seluruh dunia, apakah hal itu mungkin?’, tanya sekretaris negaranya dengan segala hormat.
‘Bagi Tuhan, tidaklah ada hal yang tidak mungkin,’ tandas sri Paus.
Demikianlah terjadi. Walaupun ada banyak pertimbangan dan keberatan dari pihak Kuria (semacam dewan gereja Katholik atau semacam kabinet pemerintahan gereja Katholik Roma), namun semua 2000 Uskup dari seluruh dunia, akhirnya kembali berkumpul di Vatican guna menghadiri rapat para Uskup yang lebih dikenal dengan sebutan Konsili tersebut.
Kardinal König (yang sekarang sudah meninggal), seorang Uskup Agung dari kota Wina di Austria sempat bercerita sambil mengingat kenangan waktu itu. Dia berkata, ’tak pernah bisa kubayangkan, bahwa gereja Katholik itu begitu berwarna dan begitu indahnya, ketika aku melihat semua Uskup dari segala jenis bangsa yang ada di muka bumi ini berkumpul memenuhi undangan sri Paus datang ke Vatican’.
Saturday, July 24, 2010
Friday, July 23, 2010
Kado
Pertanyaan aku mulai dengan pertimbangan: ‘apa yang harus kita bawa bila kita diundang seseorang?’.
Cukup mudah bukan? Nah pertanyaan itu tentunya dapat dikembangkan dengan pertanyaan berikut: ‘untuk apa kita diundang?’ jadi dalam ‘acara apa?’
Setelah kita melakukan pengembangan pertanyaan, maka jawaban atas pertanyaan itu akan jadi lebih mudah untuk diberikan. Misalkan kita diundang untuk sebuah acara pemakaman, tentunya kita tidak mungkin membawa segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta pora, misalkan kita tidak cocok untuk membawa es krim (walaupun itu buatan sendiri) ke sebuah acara pemakaman. Dalam hal ini tentunya karangan bunga, kartu ucapan belasungkawa, makanan ringan seperti kuaci ataupun dalam bentuk seperti bantuan sedikit uang untuk meringankan beban pemakaman lebih tepat.
Hmm.. aku membayangkan bila aku yang meninggal nanti, jangan-jangan orang yang melayatku nantinya (bila ada) bisa jadi pada bawa baso atau malahan mengundang tukang sate. Wah kalo aku cium bau sate, bisa-bisa bangkit deh aku dari kubur, hahaha..
Oke kembali ke topik, di jaman dahulu, di jaman nenek moyang kita, misalkan ada kenalan atau sanak sodara yang meninggal dan akan dikremasi, tentunya lebih tepat pelayat datang dengan membawa sebongkah kayu bakar. Atau bila pemakaman yang dijadwalkan, kita bisa ikutan membawa sekantong pasir/tanah atau bunga wangi untuk ikutan ditebarkan ke atas liang lahat nya.
Atau seperti di jaman abad pertengahan dulu, bila kita punya kerabat atau kenalan yang di vonis mati dengan hukuman dibakar, maka lebih tepat bila kita datang membawa kayu bakar. Karena asap dari kayu bakar dalam jumlah banyak akan lebih mudah membuat terhukum menjadi cepat tidak sadarkan diri dan mati karena tercekik asap dari kayunya dan bukan dari api yang membakar tubuhnya secara perlahan. Paling tidak begitulah praktek yang ada di Eropa di jaman pertengahan yang kita pelajari dari kitab sejarah.
Atau bila kita diundang ke sebuah acara pernikahan, tentunya lebih tepat kita membawa makanan buatan sendiri ataupun berbagai karangan bunga indah. Paling tidak hal seperti ini masi dipraktekkan di pelosok-pelosok.
Dan bahkan di Jerman masi ada tradisi yang berjalan sampai sekarang, yaitu pada malam sebelon pernikahan, biasa undangan datang membawa porcelan yang akan dibanting oleh pasangan calon mempelai dengan kepercayaan bahwa banyaknya porcelan yang remuk dan dipecahkan sebelon menikah, akan mengurangi jumlah porcelan yang pecah akibat pertengkaran dalam rumah tangga. Nah iya, laen bangsa laen pula budayanya.
Bagaimana bila kita diundang ke sebuah acara wisuda, baek itu untuk tingkat kelulusan sekolah maupun sarjana? Masa kita mau bawa duit? Tidak kan? Karangan bunga yang indah tentunya lebih pas di sini.
Mari kita berandai-andai kembali, apa yang akan kita bawa ke sebuah acara perceraian? Duh susahnya menjawab pertanyaan yang satu ini. Aku tentunya tidak bisa membayangkan apa yang akan aku bawa bila aku diundang menghadiri sidang yang nantinya akan memutuskan bahwa perceraian itu sah menurut hukum.
Nah setelah satu pertanyaan yang sulit dijawab itu, aku ada sebuah pertanyaan yang mudah untuk dijawab pembacaku, ‘apa yang akan kita bawa ke sebuah pesta ulang taon yang akan diselenggarakan di taon 2010 ini?’
Cukup mudah bukan? Nah pertanyaan itu tentunya dapat dikembangkan dengan pertanyaan berikut: ‘untuk apa kita diundang?’ jadi dalam ‘acara apa?’
Setelah kita melakukan pengembangan pertanyaan, maka jawaban atas pertanyaan itu akan jadi lebih mudah untuk diberikan. Misalkan kita diundang untuk sebuah acara pemakaman, tentunya kita tidak mungkin membawa segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta pora, misalkan kita tidak cocok untuk membawa es krim (walaupun itu buatan sendiri) ke sebuah acara pemakaman. Dalam hal ini tentunya karangan bunga, kartu ucapan belasungkawa, makanan ringan seperti kuaci ataupun dalam bentuk seperti bantuan sedikit uang untuk meringankan beban pemakaman lebih tepat.
Hmm.. aku membayangkan bila aku yang meninggal nanti, jangan-jangan orang yang melayatku nantinya (bila ada) bisa jadi pada bawa baso atau malahan mengundang tukang sate. Wah kalo aku cium bau sate, bisa-bisa bangkit deh aku dari kubur, hahaha..
Oke kembali ke topik, di jaman dahulu, di jaman nenek moyang kita, misalkan ada kenalan atau sanak sodara yang meninggal dan akan dikremasi, tentunya lebih tepat pelayat datang dengan membawa sebongkah kayu bakar. Atau bila pemakaman yang dijadwalkan, kita bisa ikutan membawa sekantong pasir/tanah atau bunga wangi untuk ikutan ditebarkan ke atas liang lahat nya.
Atau seperti di jaman abad pertengahan dulu, bila kita punya kerabat atau kenalan yang di vonis mati dengan hukuman dibakar, maka lebih tepat bila kita datang membawa kayu bakar. Karena asap dari kayu bakar dalam jumlah banyak akan lebih mudah membuat terhukum menjadi cepat tidak sadarkan diri dan mati karena tercekik asap dari kayunya dan bukan dari api yang membakar tubuhnya secara perlahan. Paling tidak begitulah praktek yang ada di Eropa di jaman pertengahan yang kita pelajari dari kitab sejarah.
Atau bila kita diundang ke sebuah acara pernikahan, tentunya lebih tepat kita membawa makanan buatan sendiri ataupun berbagai karangan bunga indah. Paling tidak hal seperti ini masi dipraktekkan di pelosok-pelosok.
Dan bahkan di Jerman masi ada tradisi yang berjalan sampai sekarang, yaitu pada malam sebelon pernikahan, biasa undangan datang membawa porcelan yang akan dibanting oleh pasangan calon mempelai dengan kepercayaan bahwa banyaknya porcelan yang remuk dan dipecahkan sebelon menikah, akan mengurangi jumlah porcelan yang pecah akibat pertengkaran dalam rumah tangga. Nah iya, laen bangsa laen pula budayanya.
Bagaimana bila kita diundang ke sebuah acara wisuda, baek itu untuk tingkat kelulusan sekolah maupun sarjana? Masa kita mau bawa duit? Tidak kan? Karangan bunga yang indah tentunya lebih pas di sini.
Mari kita berandai-andai kembali, apa yang akan kita bawa ke sebuah acara perceraian? Duh susahnya menjawab pertanyaan yang satu ini. Aku tentunya tidak bisa membayangkan apa yang akan aku bawa bila aku diundang menghadiri sidang yang nantinya akan memutuskan bahwa perceraian itu sah menurut hukum.
Nah setelah satu pertanyaan yang sulit dijawab itu, aku ada sebuah pertanyaan yang mudah untuk dijawab pembacaku, ‘apa yang akan kita bawa ke sebuah pesta ulang taon yang akan diselenggarakan di taon 2010 ini?’
Thursday, July 22, 2010
Surat Pembaca
Pagi-pagi aku sudah dikontak temanku yang minta bantuan untuk menulis di kolom Surat Pembaca di sebuah surat kabar. Memang sih, aku punya pengalaman untuk itu, tapi aku juga sadar, bahwa tidak semua orang pada akhirnya bisa menulis keluhannya dengan baek, karena pasti ada faktor emosi di dalam nya.
Menulis keluhan di sebuah kolom Surat Pembaca bukan hanya bertujuan untuk memberitaukan kepada yang bersangkutan dan mencari solusinya, namun juga dengan tujuan mengingatkan kepada pengguna yang laen agar kejadian yang serupa (yang mungkin merugikan orang laen) tidak terulang kembali.
Dalam banyak hal, seseorang itu menulis di Surat Pembaca bukan hanya karena dia punya sebuah masalah yang tidak terselesaikan, namun dalam banyak hal itu terjadi karena arogansi dari para pelayan yang duduk di Call Center.
Kenapa aku sebut di sini pelayan? Ya jelas, coba di artikan apa itu ‘customer service’, service kan artinya pelayanan, nah terus apa itu CSO alias customer service officer? Petugas yang melayani pelanggan bukan? Nah sekali lagi penekanannya ada pada kata Pelayan.
Karena dengan menyadari bahwa para CSO itu adalah pelayan, seharusnya mereka memberikan layanan yang bagus dan santun kepada para customer alias pelanggannnya, yang per definisi adalah orang yang berkedudukan di atas para CSO.
Dalam banyak hal kita sering bertemu dengan para CSO yang serba sok pintar dan seenaknya sendiri serta malas. Terutama dari perusahaan yang besar-besar yang sering menerima keluhan dari masyarakat.
Pertanyaannya, kenapa banyak keluhan yang dimuat di Surat Pembaca di berbagai media cetak dan elektronik? Duduk permasalahan yang sebenarnya ada di mana sih? Di CSO yang tidak becus dan tidak santun atau ada di produk dari perusahaan terkait?
Tentunya kita bisa beranggapan bahwa ada dua jenis dari CSO, yang pertama adalah CSO yang santun dan cukup menguasai permasalahan, dan satunya lagi adalah CSO yang tidak sopan dan tidak cukup mengerti layanan atau produk yang ditawarkan oleh perusahaan dimana dia bekerja.
Namun hal itu tentunya tidak lepas dari masalah produk yang dihasilkan perusahaan tersebut, baek dalam bentuk barang maupun jasa. Mudah saja kita melihatnya, bila produk jasa maupun barang tersebut memuaskan pelanggan/pembeli, sudah pasti tidak ada complain yang disampaikan ke Call Center dan sedikit masalah yang akan terungkap ke publik.
Oke mari kita berasumsi bahwa produk tidak bisa sempurna karena memang ‘quality control’ (pemeriksaan kualitas) dari perusahaan tersebut tidak berfungsi dengan baek. Tak apa, bisa terjadi bukan?
Nah dalam hal menanggapi keluhan, seorang CSO sebenarnya adalah ujung tombak yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggan/pembeli. Jadi harusnya pihak perusahaan lebih bagus lagi dalam menyeleksi calon CSO untuk perusahaannya mereka. Karena biar bagaimana pun juga, CSO itu merepresentasikan citra perusahaan itu juga.
Yang kadang aku heran itu, ada salah satu perusahaan jasa layanan seluler yang selalu di complain oleh penggunanya dalam berbagai media cetak maupun elektronik. Heran ku adalah pada kenyataan masi ada banyak orang yang masi menggunakan jasa tersebut? Paling tidak masi banyak yang menulis keluhannya di berbagai Surat Pembaca.
Padahal jasa nya sudah terkenal sangat jelek dan CSO nya bukan hanya kurang ajar, namun juga tidak bermutu, wah kalo aku sih, tidak perlu complain lagi, buang saja kartunya, kan masi ada perusahaan jasa layanan seluler laennya yang menawarkan jasa dengan tarif lebih murah dan dengan layanan yang sama namun dengan kualitas yang lebih baek. Atau mungkin semua pelanggannya adalah orang bego seperti para CSO nya ya?
Tapi aku pun tidak mau seratus persen menyalahkan CSO nya, karena memang pada umumnya CSO itu adalah orang yang pendidikan nya agak kurang. Sebab kalo pendidikan mereka tinggi sudah pasti mereka itu jadi manager atau staff nya, jadi untuk apa complain dan sebal pada CSO yang tidak bermutu, kita kan sudah tau kalo CSO itu tidak ada yang pintar.
Namun biar bagaimanapun juga pihak perusahaan harusnya merasa malu bila mereka selalu di complain banyak orang di media. Atau kecurigaanku itu, jangan-jangan para manager nya juga orang bego sehingga mereka tidak becus memberikan layanan/produk yang bagus sehingga tidak sering di complain orang. Jadi dari atas sampai ke bawah isinya orang bego yang tidak tau mau semua? Bisa jadi bukan? Dalam hal ini dugaanku bahwa penggunanya juga orang bego tentunya mendasar.
Oke lah kalo begitu, saranku, sebelon kita menggunakan jasa layanan/produk dari sebuah perusahaan, teliti dulu di bagian kolom Surat Pembaca, sebelon kita dibuat jengkel, abis waktu dan tenaga serta emosi bila mendapati cacat dari layanan/produk perusahaan terkait. Lebih baek bila kita telah terlanjur menggunakannya, buang saja produk itu dan beri tau yang laen.
Kan motto kita seharusnya, ‘bila bagus kasi tau dan ajak yang laen dan bila jelek peringatkan yang laen’. So semoga pembaca ku bukan orang bego yang masi mau menggunakan produk/layanan jasa dari perusahaan yang dipimpin oleh orang bego yang tidak tau malu.
Menulis keluhan di sebuah kolom Surat Pembaca bukan hanya bertujuan untuk memberitaukan kepada yang bersangkutan dan mencari solusinya, namun juga dengan tujuan mengingatkan kepada pengguna yang laen agar kejadian yang serupa (yang mungkin merugikan orang laen) tidak terulang kembali.
Dalam banyak hal, seseorang itu menulis di Surat Pembaca bukan hanya karena dia punya sebuah masalah yang tidak terselesaikan, namun dalam banyak hal itu terjadi karena arogansi dari para pelayan yang duduk di Call Center.
Kenapa aku sebut di sini pelayan? Ya jelas, coba di artikan apa itu ‘customer service’, service kan artinya pelayanan, nah terus apa itu CSO alias customer service officer? Petugas yang melayani pelanggan bukan? Nah sekali lagi penekanannya ada pada kata Pelayan.
Karena dengan menyadari bahwa para CSO itu adalah pelayan, seharusnya mereka memberikan layanan yang bagus dan santun kepada para customer alias pelanggannnya, yang per definisi adalah orang yang berkedudukan di atas para CSO.
Dalam banyak hal kita sering bertemu dengan para CSO yang serba sok pintar dan seenaknya sendiri serta malas. Terutama dari perusahaan yang besar-besar yang sering menerima keluhan dari masyarakat.
Pertanyaannya, kenapa banyak keluhan yang dimuat di Surat Pembaca di berbagai media cetak dan elektronik? Duduk permasalahan yang sebenarnya ada di mana sih? Di CSO yang tidak becus dan tidak santun atau ada di produk dari perusahaan terkait?
Tentunya kita bisa beranggapan bahwa ada dua jenis dari CSO, yang pertama adalah CSO yang santun dan cukup menguasai permasalahan, dan satunya lagi adalah CSO yang tidak sopan dan tidak cukup mengerti layanan atau produk yang ditawarkan oleh perusahaan dimana dia bekerja.
Namun hal itu tentunya tidak lepas dari masalah produk yang dihasilkan perusahaan tersebut, baek dalam bentuk barang maupun jasa. Mudah saja kita melihatnya, bila produk jasa maupun barang tersebut memuaskan pelanggan/pembeli, sudah pasti tidak ada complain yang disampaikan ke Call Center dan sedikit masalah yang akan terungkap ke publik.
Oke mari kita berasumsi bahwa produk tidak bisa sempurna karena memang ‘quality control’ (pemeriksaan kualitas) dari perusahaan tersebut tidak berfungsi dengan baek. Tak apa, bisa terjadi bukan?
Nah dalam hal menanggapi keluhan, seorang CSO sebenarnya adalah ujung tombak yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggan/pembeli. Jadi harusnya pihak perusahaan lebih bagus lagi dalam menyeleksi calon CSO untuk perusahaannya mereka. Karena biar bagaimana pun juga, CSO itu merepresentasikan citra perusahaan itu juga.
Yang kadang aku heran itu, ada salah satu perusahaan jasa layanan seluler yang selalu di complain oleh penggunanya dalam berbagai media cetak maupun elektronik. Heran ku adalah pada kenyataan masi ada banyak orang yang masi menggunakan jasa tersebut? Paling tidak masi banyak yang menulis keluhannya di berbagai Surat Pembaca.
Padahal jasa nya sudah terkenal sangat jelek dan CSO nya bukan hanya kurang ajar, namun juga tidak bermutu, wah kalo aku sih, tidak perlu complain lagi, buang saja kartunya, kan masi ada perusahaan jasa layanan seluler laennya yang menawarkan jasa dengan tarif lebih murah dan dengan layanan yang sama namun dengan kualitas yang lebih baek. Atau mungkin semua pelanggannya adalah orang bego seperti para CSO nya ya?
Tapi aku pun tidak mau seratus persen menyalahkan CSO nya, karena memang pada umumnya CSO itu adalah orang yang pendidikan nya agak kurang. Sebab kalo pendidikan mereka tinggi sudah pasti mereka itu jadi manager atau staff nya, jadi untuk apa complain dan sebal pada CSO yang tidak bermutu, kita kan sudah tau kalo CSO itu tidak ada yang pintar.
Namun biar bagaimanapun juga pihak perusahaan harusnya merasa malu bila mereka selalu di complain banyak orang di media. Atau kecurigaanku itu, jangan-jangan para manager nya juga orang bego sehingga mereka tidak becus memberikan layanan/produk yang bagus sehingga tidak sering di complain orang. Jadi dari atas sampai ke bawah isinya orang bego yang tidak tau mau semua? Bisa jadi bukan? Dalam hal ini dugaanku bahwa penggunanya juga orang bego tentunya mendasar.
Oke lah kalo begitu, saranku, sebelon kita menggunakan jasa layanan/produk dari sebuah perusahaan, teliti dulu di bagian kolom Surat Pembaca, sebelon kita dibuat jengkel, abis waktu dan tenaga serta emosi bila mendapati cacat dari layanan/produk perusahaan terkait. Lebih baek bila kita telah terlanjur menggunakannya, buang saja produk itu dan beri tau yang laen.
Kan motto kita seharusnya, ‘bila bagus kasi tau dan ajak yang laen dan bila jelek peringatkan yang laen’. So semoga pembaca ku bukan orang bego yang masi mau menggunakan produk/layanan jasa dari perusahaan yang dipimpin oleh orang bego yang tidak tau malu.
Wednesday, July 21, 2010
Lemot Nasional
Waduh, akhir-akhir ini aku dibuat jengkel dengan koneksi internet yang makin melamban. Saking lamban nya, itu membuat aku harus menunda waktu meng-upload tulisanku ke blog ku ini. Padahal aku sudah ganti pake koneksi yang laen, hasil nya saja saja.
Hasil konsultasi dengan teman-teman ku memang semua mengeluhkan adanya pelambanan dalam bidang layanan jasa internet dari semua operator dalam 2 minggu terakhir ini. Jadi bisa jadi ada gangguan dari pusat yang menghubungkan Indo dengan Singapore. Maklum internet kita kan bermuara ke Singapore dan baru dari sana akan tersalur dengan kabel fiber optics ke benua Amerika dan juga ke Eropa.
Di sini kadang aku bermimpi pingin jadi warga salah satu negara di Skandinavia yang menuliskan ke dalam kitab hukum nya, bahwasanya internet yang cepat adalah hak setiap warga negaranya. Waduh, bila hal itu nanti nya bisa jadi hukum juga di negara ini, udah pasti semua bisnis akan lebih membudayakan transaksi online.
Dan tentunya toko-toko online akan bermunculan seperti hal nya di benua Eropa dan Amerika sana. Tapi untuk saat ini, semua masi mimpi, mimpi yang indah dan mungkin baru akan dinikmati oleh anak cucu kita.
Ya itulah kemajuan teknologi, siapa yang sangka, teknik yang berawal 40 taon silam di sebuah akselerator fisika untuk meneliti materi di jaman Big Bang ternyata mampu digunakan untuk tujuan umum, dan bukan hanya untuk mempermudah komunikasi tukar menukar data di antara para ilmuwan fisika di Eropa sana.
Ya untuk sementara para pembaca setia ku harus bersabar, bukannya aku tidak menulis lagi, tapi karena kondisi internet yang tidak memungkinkan bagiku untuk meng-upload tulisanku ke blog ku tanpa error inilah yang membuatku agak terlambat meng-upload cerita seputar kehidupan dan pemikiranku.
Sepertinya ini kita beneran sedang merayakan hari internet lemot nasional nih, ganti koneksi pun tidak membantu.
Semoga hari esok lebih baek daripada hari ini dan hari esok lebih menjanjikan bagi kita semua, sampai besok deh..
Hasil konsultasi dengan teman-teman ku memang semua mengeluhkan adanya pelambanan dalam bidang layanan jasa internet dari semua operator dalam 2 minggu terakhir ini. Jadi bisa jadi ada gangguan dari pusat yang menghubungkan Indo dengan Singapore. Maklum internet kita kan bermuara ke Singapore dan baru dari sana akan tersalur dengan kabel fiber optics ke benua Amerika dan juga ke Eropa.
Di sini kadang aku bermimpi pingin jadi warga salah satu negara di Skandinavia yang menuliskan ke dalam kitab hukum nya, bahwasanya internet yang cepat adalah hak setiap warga negaranya. Waduh, bila hal itu nanti nya bisa jadi hukum juga di negara ini, udah pasti semua bisnis akan lebih membudayakan transaksi online.
Dan tentunya toko-toko online akan bermunculan seperti hal nya di benua Eropa dan Amerika sana. Tapi untuk saat ini, semua masi mimpi, mimpi yang indah dan mungkin baru akan dinikmati oleh anak cucu kita.
Ya itulah kemajuan teknologi, siapa yang sangka, teknik yang berawal 40 taon silam di sebuah akselerator fisika untuk meneliti materi di jaman Big Bang ternyata mampu digunakan untuk tujuan umum, dan bukan hanya untuk mempermudah komunikasi tukar menukar data di antara para ilmuwan fisika di Eropa sana.
Ya untuk sementara para pembaca setia ku harus bersabar, bukannya aku tidak menulis lagi, tapi karena kondisi internet yang tidak memungkinkan bagiku untuk meng-upload tulisanku ke blog ku tanpa error inilah yang membuatku agak terlambat meng-upload cerita seputar kehidupan dan pemikiranku.
Sepertinya ini kita beneran sedang merayakan hari internet lemot nasional nih, ganti koneksi pun tidak membantu.
Semoga hari esok lebih baek daripada hari ini dan hari esok lebih menjanjikan bagi kita semua, sampai besok deh..
Tuesday, July 20, 2010
Hidup Susah
LIFE is difficult. This is a great truth, one of the greatest truths. It is a great truth because once we truly see this truth, we transcend it. Once we truly know that life is difficult -- once we truly understand and accept it -- then life is no longer difficult. Because once it is accepted, the fact that life is difficult no longer matters.
Hari ini aku membaca status dari temanku yang di Canada yang bunyinya seperti aku kutip di atas itu. Memang benar hal itu, siapa sih yang tidak pernah mengeluh betapa susahnya hidup ini. Makin hari makin susah kan?
Ingat saja jaman kita masi kecil. Pasti kita akan ingat kalo orang-orang yang sudah tua akan mengatakan hidup ini makin hari makin sulit, harga barang-barang makin hari makin mahal terutama bila kita hidup di negara ini dimana para ahli ekonomi makro nya sebenarnya masi kurang ahli sehingga tingkat inflasi masi tinggi dan itu tercermin dari tinggi nya tingkat suku bunga (pinjaman) bank. Dan laen sebagainya.
Ya memang begitulah hidup, kebanyakan orang memang menjalani hidupnya dengan tidak mudah. Hidup adalah perjuangan. Sudah semenjak kita belon dilahirkan, kita sudah harus berjuang. Bayangkan, ada jutaan sperma yang ditembakkan ke arah indung telor, tapi hanya satu saja yang berhasil bertahan hidup, yaitu kita ini yang sudah dilahirkan. Bila sejak belon terbentuk sudah harus berjuang, maka apalah artinya bila kita harus kembali berjuang dan bersaing dengan yang laen setelah dilahirkan? Jadi setiap orang dari kita sebenarnya adalah pemenang, pemenang yang unggul atas jutaan yang laen.
Bahkan lebih brutal itu kehidupan seekor ikan hiu. Di dalam rahim hiu betina yang mengandung, biasa terdapat dua ekor ikan hiu yang tumbuh dan berkembang. Begitu mereka terbentuk dan tumbuh menjadi dewasa, mereka sudah bersaing satu sama laen, dan saling membunuh, di dalam rahim sang ibu. Akibatnya satu dari mereka pasti akan mati dan ikan hiu muda yang dilahirkan itu adalah ikan hiu yang sudah membunuh dan memakan sodara nya sendiri. Maka dari itu, tidaklah heran bila kita meliat bayi ikan hiu yang baru saja dilahirkan ternyata sudah bercacat di badan atau di bagian siripnya. Catat itu diakibatkan dari perjuangan di dalam perut ibunya.
Tapi ingat, secepat kita mengerti bahwa hidup tidak mudah, maka kita akan mensyukuri apa yang kita punya, apa yang kita lakukan, apa yang jalani. Karena dengan mengakui bahwa hidup ini tidak mudah, maka segalanya akan menjadi mudah. Ironis bukan?
Aku jadi teringat kalo sekitar setengah abad silam, grup musik legendaris ‘Koes Plus’ telah melantunkan tembang yang berisi cerminan hidup ini setengah abad silam, yakni dengan tembang nya yang populer dengan judul ‘Ojo Podho Nelongso’ yang kulampirkan di bawah ini dengan terjemahan (transliteraris, diterjemahkan dengan memberikan arti) ke bahasa Indo.
Jo Podo Nelongso (jangan semua mengeluh)
Jamane Jaman Rekoso (jaman nya jaman susah)
Urip Pancen Angel (hidup memang susah)
Kudune Ra Usah Ngomel (sedatinya tidak perlu mengeluh)
Ati Kudu Tentrem (hati harus tentram)
Nyambut Gawe Karo Seneng (bekerja dengan senang hati)
Ulat Ojo Peteng (pikiran jangan gelap)
Nek Dikongkon Yo Sing Temen (kalo disuruh, lakukan dengan kesungguhan)
Lha Opo Tho Konco (ya apalah, teman)
Ati Kerep Loro (hati (memang) sering sakit)
Ra Gelem Rekoso ((kalo) tak mau susah)
Mbudi Doyo ((ya) berusahalah sendiri)
Pancen Kabeh Podo (memang semua sama)
Pengin Urip Mulyo (ingin hidup enak)
Wiwitan Rekoso (tanpa (mau) bersusah payah)
Pancen Nyoto (memang (itulah) kenyataannya)
Hari ini aku membaca status dari temanku yang di Canada yang bunyinya seperti aku kutip di atas itu. Memang benar hal itu, siapa sih yang tidak pernah mengeluh betapa susahnya hidup ini. Makin hari makin susah kan?
Ingat saja jaman kita masi kecil. Pasti kita akan ingat kalo orang-orang yang sudah tua akan mengatakan hidup ini makin hari makin sulit, harga barang-barang makin hari makin mahal terutama bila kita hidup di negara ini dimana para ahli ekonomi makro nya sebenarnya masi kurang ahli sehingga tingkat inflasi masi tinggi dan itu tercermin dari tinggi nya tingkat suku bunga (pinjaman) bank. Dan laen sebagainya.
Ya memang begitulah hidup, kebanyakan orang memang menjalani hidupnya dengan tidak mudah. Hidup adalah perjuangan. Sudah semenjak kita belon dilahirkan, kita sudah harus berjuang. Bayangkan, ada jutaan sperma yang ditembakkan ke arah indung telor, tapi hanya satu saja yang berhasil bertahan hidup, yaitu kita ini yang sudah dilahirkan. Bila sejak belon terbentuk sudah harus berjuang, maka apalah artinya bila kita harus kembali berjuang dan bersaing dengan yang laen setelah dilahirkan? Jadi setiap orang dari kita sebenarnya adalah pemenang, pemenang yang unggul atas jutaan yang laen.
Bahkan lebih brutal itu kehidupan seekor ikan hiu. Di dalam rahim hiu betina yang mengandung, biasa terdapat dua ekor ikan hiu yang tumbuh dan berkembang. Begitu mereka terbentuk dan tumbuh menjadi dewasa, mereka sudah bersaing satu sama laen, dan saling membunuh, di dalam rahim sang ibu. Akibatnya satu dari mereka pasti akan mati dan ikan hiu muda yang dilahirkan itu adalah ikan hiu yang sudah membunuh dan memakan sodara nya sendiri. Maka dari itu, tidaklah heran bila kita meliat bayi ikan hiu yang baru saja dilahirkan ternyata sudah bercacat di badan atau di bagian siripnya. Catat itu diakibatkan dari perjuangan di dalam perut ibunya.
Tapi ingat, secepat kita mengerti bahwa hidup tidak mudah, maka kita akan mensyukuri apa yang kita punya, apa yang kita lakukan, apa yang jalani. Karena dengan mengakui bahwa hidup ini tidak mudah, maka segalanya akan menjadi mudah. Ironis bukan?
Aku jadi teringat kalo sekitar setengah abad silam, grup musik legendaris ‘Koes Plus’ telah melantunkan tembang yang berisi cerminan hidup ini setengah abad silam, yakni dengan tembang nya yang populer dengan judul ‘Ojo Podho Nelongso’ yang kulampirkan di bawah ini dengan terjemahan (transliteraris, diterjemahkan dengan memberikan arti) ke bahasa Indo.
Jo Podo Nelongso (jangan semua mengeluh)
Jamane Jaman Rekoso (jaman nya jaman susah)
Urip Pancen Angel (hidup memang susah)
Kudune Ra Usah Ngomel (sedatinya tidak perlu mengeluh)
Ati Kudu Tentrem (hati harus tentram)
Nyambut Gawe Karo Seneng (bekerja dengan senang hati)
Ulat Ojo Peteng (pikiran jangan gelap)
Nek Dikongkon Yo Sing Temen (kalo disuruh, lakukan dengan kesungguhan)
Lha Opo Tho Konco (ya apalah, teman)
Ati Kerep Loro (hati (memang) sering sakit)
Ra Gelem Rekoso ((kalo) tak mau susah)
Mbudi Doyo ((ya) berusahalah sendiri)
Pancen Kabeh Podo (memang semua sama)
Pengin Urip Mulyo (ingin hidup enak)
Wiwitan Rekoso (tanpa (mau) bersusah payah)
Pancen Nyoto (memang (itulah) kenyataannya)
Monday, July 19, 2010
Pedekate Unik II
Bila kemaren aku membahas tentang pedekate unik yang dilakukan temanku dengan cara mengurangi usianya, sehingga tidak terkesan udah jadi oom oom di hadapan cewe yang dikejarnya, kali ini ada pedekate dari jalur gereja yang akan dilakukan oleh temanku D (bukan nama sebenarnya) hari minggu depan ini.
Ceritanya mudah, terdengar kabar bahwa di salah satu gereja itu banyak dikunjungi oleh jemaat wanita yang cantik-cantik nan muda. Maka temanku ini sangat ingin ikut kebaktian dari gereja itu.
Namun apa daya, D ternyata jarang atau bisa dibilang sudah bertaon-taon tidak pernah menginjakkan kakinya di ambang pintu gereja, apalagi berdoa. Waduh gimana nih rencananya?
Nah itu, dia sempat bercerita padaku, bahwa dia ingin ke gereja hari minggu ini. Karena gereja tersebut adalah gereja kristen yang terkenal dengan jemaatnya yang cenderung matre, maka aku sarankan dia untuk mempersiapkan jas nya. Jas, apa harus ? begitu tanyanya.
Sambil tersenyum aku menjawab ‘ya dari apa yang aku dengar, kalo pakeanmu tidak bagus, pasti kamu tak akan dipandang para wanita nya’.
Terliat dia berpikir keras sesaat, ’okelah, aku ada satu jas dari acara kawinan adekku. Itu akan kupersiapkan. Dan aku akan ke salon dan minta di shaggy rambutku dulu’, begitu ujarnya mantap yang malahan mengundang senyum nakalku.
‘Sip lah, bila perlu setrika, aku masi ada satu di rumah, nganggur, bisa kamu ambil, tapi kamu harus beli arang nya, kalo mau pake’, lanjutku.
‘what?!’, serunya kaget, ‘setrika mu masi pake arang, seperti dari jaman kumpeni dulu?’
‘yap’, begitu jawabku mantap sambil memperhatikan raut mukanya yang bengong.
‘aku ke laundry aja deh kalo gitu’, lanjutnya.
‘oke itu juga bagus, juga jangan lupa bawa satu Alkitab, kalo tidak punya Alkitab, kamu bisa beli satu dan jangan lupa beli kan sampulnya juga, juga jangan lupa beli dan bawa buku kidung jemaatnya sekalian, biar lebih menyakinkan,’ begitu saranku.
‘Alkitab? Untuk apa?’ tanyanya dengan nada semakin bingung.
‘lho? Semua jemaat kan biasa ke gereja itu bawa Alkitab dan buku kidung jemaat. Kurasa tidak tepat bila kamu ke gereja itu tanpa amunisi yang pas, oya, jangan lupa bawa pen atau pinsil atau stabilo, karena kalo pendetanya berkotbah, biasanya jemaatnya ikut mewarnai Alkitab nya, biar laen kali mudah mencari ayat-ayatnya’ demikian dalihku.
‘masalahnya itu, ngapain aku butuh Alkitab, kan itu tidak kepake’ ujarnya dengan putus asa, ‘bacapun aku tidak pernah’.
‘hmm.. padahal Alkitab itu senjata utamamu kalo mau pedekate ke orang dari gereja itu, gimana? Apa perlu aku pinjami?’, jawabku santai.
‘hmm.. nantilah aku pikirkan, masa mau pedekate aja butuh Alkitab dan pake jas segala, Surabaya kan panas’, keluhnya.
‘terserah kau lah, mau pedekate gadis gereja atau gadis yang laen?’, sautku menutup pembicaraan kami.
Ceritanya mudah, terdengar kabar bahwa di salah satu gereja itu banyak dikunjungi oleh jemaat wanita yang cantik-cantik nan muda. Maka temanku ini sangat ingin ikut kebaktian dari gereja itu.
Namun apa daya, D ternyata jarang atau bisa dibilang sudah bertaon-taon tidak pernah menginjakkan kakinya di ambang pintu gereja, apalagi berdoa. Waduh gimana nih rencananya?
Nah itu, dia sempat bercerita padaku, bahwa dia ingin ke gereja hari minggu ini. Karena gereja tersebut adalah gereja kristen yang terkenal dengan jemaatnya yang cenderung matre, maka aku sarankan dia untuk mempersiapkan jas nya. Jas, apa harus ? begitu tanyanya.
Sambil tersenyum aku menjawab ‘ya dari apa yang aku dengar, kalo pakeanmu tidak bagus, pasti kamu tak akan dipandang para wanita nya’.
Terliat dia berpikir keras sesaat, ’okelah, aku ada satu jas dari acara kawinan adekku. Itu akan kupersiapkan. Dan aku akan ke salon dan minta di shaggy rambutku dulu’, begitu ujarnya mantap yang malahan mengundang senyum nakalku.
‘Sip lah, bila perlu setrika, aku masi ada satu di rumah, nganggur, bisa kamu ambil, tapi kamu harus beli arang nya, kalo mau pake’, lanjutku.
‘what?!’, serunya kaget, ‘setrika mu masi pake arang, seperti dari jaman kumpeni dulu?’
‘yap’, begitu jawabku mantap sambil memperhatikan raut mukanya yang bengong.
‘aku ke laundry aja deh kalo gitu’, lanjutnya.
‘oke itu juga bagus, juga jangan lupa bawa satu Alkitab, kalo tidak punya Alkitab, kamu bisa beli satu dan jangan lupa beli kan sampulnya juga, juga jangan lupa beli dan bawa buku kidung jemaatnya sekalian, biar lebih menyakinkan,’ begitu saranku.
‘Alkitab? Untuk apa?’ tanyanya dengan nada semakin bingung.
‘lho? Semua jemaat kan biasa ke gereja itu bawa Alkitab dan buku kidung jemaat. Kurasa tidak tepat bila kamu ke gereja itu tanpa amunisi yang pas, oya, jangan lupa bawa pen atau pinsil atau stabilo, karena kalo pendetanya berkotbah, biasanya jemaatnya ikut mewarnai Alkitab nya, biar laen kali mudah mencari ayat-ayatnya’ demikian dalihku.
‘masalahnya itu, ngapain aku butuh Alkitab, kan itu tidak kepake’ ujarnya dengan putus asa, ‘bacapun aku tidak pernah’.
‘hmm.. padahal Alkitab itu senjata utamamu kalo mau pedekate ke orang dari gereja itu, gimana? Apa perlu aku pinjami?’, jawabku santai.
‘hmm.. nantilah aku pikirkan, masa mau pedekate aja butuh Alkitab dan pake jas segala, Surabaya kan panas’, keluhnya.
‘terserah kau lah, mau pedekate gadis gereja atau gadis yang laen?’, sautku menutup pembicaraan kami.
Sunday, July 18, 2010
Pedekate Unik
Semalam aku dengar kabar dari temanku (laki-laki) yang menceritakan kalo salah satu teman ku sedang berupaya merayu salah satu temannya. Lucunya itu, kalo selisih usia antara temanku dan sang idolanya itu mencapai 13 taon sehingga temanku itu katakanlah bernama A (bukan nama sebenarnya) merasa perlu untuk mengaku berusia tiga taon lebih muda dari usianya sekarang.
Bagaimana aku tidak ngakak, setelah mendengar beritu begitu. Usaha memperkenalkan diri sebagai lebih muda itu sebenarnya ada pertanda bahwa yang bersangkutan tidak pede alias percaya diri. Atau juga karena yang bersangkutan itu sadar bahwa dengan usianya yang sebenarnya dia tidak ingin ditolak oleh cewe idamannya.
Masalahnya dimana sih? Mudah saja, itu pasti karena si A mendambakan cewe yang usianya masi muda belia, sehingga mudah dibujuk untuk menikahi dirinya yang sudah renta. Memang secara psikologis sebenarnya beda usia yang jauh, adalah kurang bagus.
Namun apa daya bila sang pria sudah memasuki usia 40 taon ke atas, sedangkan para dokter kandungan menganjurkan agar semua wanita telah melahirkan anak pertamanya sewaktu sang wanita masi berusia dibawah 30 taon, untuk mengindari berbagai macam komplikasi yang akan muncul selama proses kehamilan, seperti risiko keguguran yang lebih tinggi, kemungkinan cacat fisik maupun mental dan inteligen yang akan di derita oleh sang anak dan berbagai macam masalah yang dapat timbul di kemudian hari.
Nah tentang hal ini pernah aku ulas lengkap di blog ku tiga taon yang silam, maka aku tidak akan menulisnya kembali di sini, namun melanjutkan cerita lucu tadi itu, sebagai kenangan yang membuatku ngakak abis.
Nah siang ini, secara kebetulan si A menelefonku untuk mengajakku datang ke acara kumpul-kumpul yang sedianya akan dilaksanakan pada akhir bulan di salah satu resto milik teman kami. Lalu aku nyeletuk ke A, aku bilang, ‘wah aku dengar kok katanya dirimu sedang melakukan pedekate ke seorang cewe, tapi aku dengarnya kamu mengaku kalo usiamu baru sekian’.
Kudengar nada kagetnya di sambungan telefon ku, tapi dengan sigap dan lucu dia membela diri, bahwa dirinya baru seusia cewe yang dikejarnya. Nah lho, itu kan sama dengan pengakuan, hahaha..
Penasaran dia mengejar penjelasan dariku, tentang darimana aku tau. Tapi aku ketawa dan menambahkan bahwa aku tidak percaya kalo dia itu tidak gentleman dan bahkan mau berbohong demi mendapatkan perhatian seorang wanita. Dan aku juga menegaskan aku tidak percaya kalo dia bukan orang yang percaya diri terhadap wanita.
Wah sudah tentu dia tersindir luar biasa. Nah ya, semoga aja laen kali dia bisa memikirkan kembali strategi dan teknik pendekatannya ke seorang wanita. Kan malu kalo suatu hari nanti ketauan. Tapi kadang seorang wanita memang lebih senang ditipu pria kalo urusan yang satu ini. Sedangkan sang pria biasa punya dalih manis ‘iya, itu kan terpaksa aku lakukan agar aku tidak kehilangan dirimu’. Hahahaha..
Tapi kalo mau dipikir lagi, misalkan si A berhasil mendapatkan si wanita nya, dan wanita nya bersedia untuk menikah dengan si A. Bagaimana komentar orang tua si wanitanya, bila tau anak gadis nya dipinang seorang oom-oom yang sudah berkepala empat?
Duh pasti lucu deh, bila kita bayangkan kita adalah orang tua gadis itu, apakah kita akan ijinkan anak gadis kita menikah dengan seorang yang beda usia nya jauh dari usia anak gadis kita?
Bagaimana aku tidak ngakak, setelah mendengar beritu begitu. Usaha memperkenalkan diri sebagai lebih muda itu sebenarnya ada pertanda bahwa yang bersangkutan tidak pede alias percaya diri. Atau juga karena yang bersangkutan itu sadar bahwa dengan usianya yang sebenarnya dia tidak ingin ditolak oleh cewe idamannya.
Masalahnya dimana sih? Mudah saja, itu pasti karena si A mendambakan cewe yang usianya masi muda belia, sehingga mudah dibujuk untuk menikahi dirinya yang sudah renta. Memang secara psikologis sebenarnya beda usia yang jauh, adalah kurang bagus.
Namun apa daya bila sang pria sudah memasuki usia 40 taon ke atas, sedangkan para dokter kandungan menganjurkan agar semua wanita telah melahirkan anak pertamanya sewaktu sang wanita masi berusia dibawah 30 taon, untuk mengindari berbagai macam komplikasi yang akan muncul selama proses kehamilan, seperti risiko keguguran yang lebih tinggi, kemungkinan cacat fisik maupun mental dan inteligen yang akan di derita oleh sang anak dan berbagai macam masalah yang dapat timbul di kemudian hari.
Nah tentang hal ini pernah aku ulas lengkap di blog ku tiga taon yang silam, maka aku tidak akan menulisnya kembali di sini, namun melanjutkan cerita lucu tadi itu, sebagai kenangan yang membuatku ngakak abis.
Nah siang ini, secara kebetulan si A menelefonku untuk mengajakku datang ke acara kumpul-kumpul yang sedianya akan dilaksanakan pada akhir bulan di salah satu resto milik teman kami. Lalu aku nyeletuk ke A, aku bilang, ‘wah aku dengar kok katanya dirimu sedang melakukan pedekate ke seorang cewe, tapi aku dengarnya kamu mengaku kalo usiamu baru sekian’.
Kudengar nada kagetnya di sambungan telefon ku, tapi dengan sigap dan lucu dia membela diri, bahwa dirinya baru seusia cewe yang dikejarnya. Nah lho, itu kan sama dengan pengakuan, hahaha..
Penasaran dia mengejar penjelasan dariku, tentang darimana aku tau. Tapi aku ketawa dan menambahkan bahwa aku tidak percaya kalo dia itu tidak gentleman dan bahkan mau berbohong demi mendapatkan perhatian seorang wanita. Dan aku juga menegaskan aku tidak percaya kalo dia bukan orang yang percaya diri terhadap wanita.
Wah sudah tentu dia tersindir luar biasa. Nah ya, semoga aja laen kali dia bisa memikirkan kembali strategi dan teknik pendekatannya ke seorang wanita. Kan malu kalo suatu hari nanti ketauan. Tapi kadang seorang wanita memang lebih senang ditipu pria kalo urusan yang satu ini. Sedangkan sang pria biasa punya dalih manis ‘iya, itu kan terpaksa aku lakukan agar aku tidak kehilangan dirimu’. Hahahaha..
Tapi kalo mau dipikir lagi, misalkan si A berhasil mendapatkan si wanita nya, dan wanita nya bersedia untuk menikah dengan si A. Bagaimana komentar orang tua si wanitanya, bila tau anak gadis nya dipinang seorang oom-oom yang sudah berkepala empat?
Duh pasti lucu deh, bila kita bayangkan kita adalah orang tua gadis itu, apakah kita akan ijinkan anak gadis kita menikah dengan seorang yang beda usia nya jauh dari usia anak gadis kita?
Subscribe to:
Posts (Atom)