Mood : lagi santai
Cuaca: masi panas seperti di neraka
Snack : UBM biskuit
Song : lagi dengar Hardrock FM Surabaya
Genre : bervariasi
Tanggal : 4 Oktober 2007
Dedikasi : teman-temanku yang setia menjadi jomblowan dan jomblowati
Hari ini agak panas nich, emang sih bulan puasa selalu didampingi oleh panasnya cuaca. Wah untung aja aku tidak bener-bener berpuasa, benernya karena tidak wajib sih bagiku, tapi aku ikutan dengan suka rela karena merasa agak kegemukan dikiiiit, hehehe. Ya yang parah itu kalo udara panas gini, ya rasa haus. Apalagi bila harus berada di luar rumah seharian, wah penderitaan lahir dan batin tuh karena selalu tergoda untuk minum seteguk air putih dingin yang menyegarkan jiwa, hehehe. Aku jadi teringat sewaktu aku pertama kalinya menjejakkan kakiku di bumi Indonesia lagi setelah tiga belas taon lebih tinggal di Jerman tanpa pernah mudik, yaitu waktu September 2003 guna menghadiri pesta nikah salah satu adekku di Surabaya. Wah udara panas dan lembab yang menerpa mukaku di bandara internasional Juanda benar-benar membuat aku sekejab serasa tak bisa bernafas. Maklum lah aku waktu itu belon terbiasa dengan udara yang begitu lembab seperti di Surabaya ini. Tapi setelah dua taon menetap di Indonesia ini, aku menjadi biasa lagi.
Kemaren aku baru aja mendengar kabar kalo kakak lelaki temanku ternyata belon juga menikah di usianya yang sudah berkepala empat, hehehe… lucu? Benernya tidak.. tapi kasus ini menjadi relativ lucu karena aku selalu di desak-desak oleh temanku itu untuk segera menikah. Hahaha… kakaknya sendiri yang begitu dikaguminya tidak didesaknya sama sekali tapi aku, yang notabene hanya temannya, selalu dibujuk-bujuknya (dengan paksa) untuk segera menentukan pilihanku, hahaha… tapi emang gitu sih, kebanyakan orang yang usianya sudah diatas tiga puluh dua apalagi yang dah berkepala empat, pasti malas untuk menikah. Temanku itu bermaksud baek sih denganku, tapi kadang aku juga jadi pingin tau, napa dia bertindak demikian padaku tapi tidak pada kakaknya, hehehe… tapi ya udahlah biarin aja, itu juga urusan dia, lagian menjomblo itu khan pilihan hati, hehehe…
Omong-omong tentang menjomblo. Teman-temanku banyak yang suka menjomblo lho, hehehe… ada beberapa dari mereka terutama yang cowo memang lagi mencari pasangan hidup. Kalo yang cewe apalagi yang sudah berusia diatas tiga puluh dua atau bahkan teman-teman SMA ku mungkin sudah tidak terpikir lagi untuk mencari jodohnya. Nah ya untuk yang cewe sih sebenarnya alarm mereka harusnya sudah berbunyi sebelon usia mereka menginjak tiga puluh dua. Tapi ya mungkin mereka tergolong ke cewe-cewe yang suka pilih-pilih dulunya atau bahkan materialistis (sangat banyak kita jumpai saat ini di Surabaya alasan mereka karena mereka tidak mau hidup susah, hehehe, lucu juga, siapa sih yang mau? Tapi dalam hidup ini bila kita tidak mau menempuh risiko, maka kita tidak akan mendapatkan semua yang kita mau. Makan aja kita harus menempuh risiko sakit perut karena kita tidak tau bersih atau tidaknya tuh makanan, hehehe…) atau mungkin mereka punya kendala yang laen sebelonnya, yang tidak kita ketahui, seperti frustrasi selalu jato cinta pada orang yang salah. Tapi itu urusan merekalah. Aku cuma bisa menilai dari sisi cowoknya karena akupun juga cowo, hehehe…
Terkadang harus kuakui, memang tidak mudah bagi seorang cowo untuk mengambil keputusan kapan dia harus mengakhiri masa lajangnya. Mungkin aja sang cewe idaman sudah di depan mata, tetapi sang cewe idaman masi memilih tetap menjadi kodok alias tidak mau dicium ama sang pangeran. Alhasil perjalanan panjang dan berliku-liku mencari pasangan bagi si cowo terus berlanjut, tanpa bisa diduga kapan akan berakhir. Mungkin aja dari seratus cewe kenalan barunya, si cowo tidak berhasil menemukan cewe idamannya. Misal sang cowo ingin cewe yang badannya padat berisi dan berperut seperti papan cucian, tetapi nasib menentukan kalo dia harus selalu berkenalan dengan dengan cewe-cewe yang badannya kurus kering seperti cacingan. Atau malah kebalikan, si cowo ingin cewe yang jenis kutilang alias kurus tinggi langsing tapi selalu sial dan dapat kenalan cewe yang bentuk bodinya seperti bola alias pendek dan endut. Hehehe. Ini bukan diskriminasi cewe lho, tapi kenyataannya memang banyak cowo yang suka cewe-cewe yang berbadan ideal, bukan yang tipe lunglit alias balung dan kulit maupun yang terlalu overweight. Tapi itu juga pilihan hati.
Jaman sekarang ini, yang menentukan bukan hanya rumusan berat badan ideal adalah tinggi badan ideal di kurangi seratus untuk cowo dan berat badan adalah tinggi badan dikurangi seratus sepuluh untuk cewe, seperti jaman kompeni dulu. Tetapi ilmu gizi mengajarkan kita untuk menggunakan rumusan baru yang lebih dikenal dengan rumusan BMI alias Body Mass index yang disusun dari rumusan pembagian antara berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter. Bingung? Hahaha… coba deh direnungkan lagi apa maksudnya, kalo masi juga bingung. Hehehe…
Ideal itu bila kita memiliki BMI antara delapan belas setengah sampai dua puluh empat setengah. Bila di bawah tujuh belas setengah, maka itu adalah indikasi kita kekurangan berat badan. Bila diatas tiga puluh berarti kita kelebihan berat badan. Benernya cukup mudah sih untuk merumuskan hal-hal seperti itu, tapi benernya juga ada faktor keturunan dan efek psikologis yang membuat seseorang itu menjadi gemuk atau kurus. Seorang kutilang biasanya berasal dari keluarga yang bertipe badan kutilang juga, sedangkan tipe pendekar biasanya juga berasal dari famili pendekar juga, dimana pendekar disini adalah kepanjangan dari pendek tapi mekar, hahaha… tapi ya harap dimengerti semua yang kutulis disini hanya dengan maksud becanda saja, tanpa ada rasa ingin melecehkan atau malah menghina orang, maka kuharap janganlah kita semua menjadi cepat tersinggung dengan julukkan seperti itu. Dunia kita ini penuh dengan orang-orang yang emosional, jadi jangan kita terpengaruh dengan emosi mereka apalagi di bulan suci Ramadhan ini..
Kembali ke topik semula. Sudah kita pahami kalo kita semua pasti punya jodo idaman. Tapi sering pula kita dihadapkan pada kenyataan kalo kita harus atau bahkan terpaksa melakukan kompromi. Jadi mungkin aja kita saat ini belon mendapatkan yang terbaek, tapi mungkin dengan kesediaan kita untuk berkompromi, kita bisa mendapatkan jodo kita dengan cepat. Tapi seperti yang ku kata tadi, memilih untuk menikah itu suatu pilihan hati kita sendiri. Bila hati kita merasa kita sudah siap untuk menikah, maka ya menikah ada suatu alternativ bukan suatu keharusan. Tetapi bila hati kita mengatakan kalo kitanya belon siap (atau bahkan tidak akan pernah siap, hehehe) maka tidak menikahpun juga bagus.
Banyak orang asia berpendapat, orang menikah untuk mempunyai keturunan, tetapi rupanya tidak begitu dengan orang-orang barat. Aku sendiri sudah menikmati belasan taon kehidupan di Eropa, jadi aku tau itu. Lagian ada orang-orang tertentu yang memutuskan untuk lebih baek tidak memiliki keturunan dengan berbagai alasan. Misalkan seorang yang tubuhnya membawa banyak penyakit keturunan, sehingga dia sebagai orang yang bertanggung memutuskan untuk menjomblo atau juga menikah tapi tidak mempunyai keturunan. Karena dia berdapat dia akan sangat bersalah bila keturunannya membawa benih penyakit yang sama. Contoh dalam hal ini misalkan penyakit Lupus atau juga dikenal sebagai penyakit dengan berjuta wajah. Penyakit Lupus ini hanya menyerang wanita (kalo ada yang pria aku tidak tau) dan itu kebanyakan penduduk Asia dan Afrika. Di benua Eropa dan benua Amerika hampir tidak terdeteksi pengidap penyakit ini. Penyakit ini ada penyakit yang bisa dipastikan diturunkan pada anak sang penderita. Kalo tidak salah, penyakit ini kebalikan dari penyakit Aids yang disebabkan oleh virus HI. Bila Aids adalah penyakit karena kukurangan imum sistem, maka Lupus adalah penyakit yang disebabkan karena imum sistem yang berguna untuk memberikan kekebalan tubuh manusia ternyata terlalu berlebih, sehingga menyerang tubuh pasien sendiri. Kadang aku aja heran, napa tidak ada usaha untuk “mengawinkan“ kedua penyakit yang saling bertolak belakang ini untuk mencari suatu ramuan ajaib penyembuh penyakit Aids dan penyakit Lupus. Hehehe. Lucunya itu, Aids banyak diderita juga di negara berkembang dan terbelakang seperti juga penyakit Lupus, tapi ya udahlah, aku juga sudah tidak aktiv lagi menjadi peneliti genetik seperti dulu lagi.
Aku pribadi, bila terkena penyakit-penyakit seperti itu, pasti akan memutuskan untuk tidak mempunyai keturunan. Bayangkan saja bila aku tau anak-anakku akan menderita penyakit yang sama denganku, dimana aku tau kalo akupun sudah menderita karena penyakit itu. Maka aku rasa aku akan lebih bertanggung jawab bila aku tidak “menurunkan“ penyakit tersebut pada anak-anakku. Banyak penyakit-penyakit yang sebenarnya tergolong biasa yang bisa diturunkan seperti penyakit darah tinggi, penyakit asam urat, penyakit kolesterol, segala jenis penyakit alergi, penyakit mata, penyakit kandungan, penyakit kulit, penyakit kelamin dan laen-laen. Okelah aku tentu juga tidak terlalu pesimistis, setiap orang pasti mempunyai penyakit-penyakit tersebut. Tapi tergantung dari besarnya porsinya dan besarnya rasa tanggung jawabnya. Memang bukan hanya menikah tetapi juga memiliki keturunan juga merupakan pilihan hati.
Yang aku tidak setuju itu, bila aku dengar, ada orang yang mempunyai banyak anak tetapi dia hanya mementingkan keselamatan dirinya sendiri di masa tuanya. Atau juga orang itu mempunyai banyak anak karena belon mendapatkan anak laki-laki atau anak perempuan yang sangat diidam-idamkannya. Contohnya begini, begitu inginnnya seorang ayah mempunyai anak perempuan, tapi apa daya dia selalu mendapatkan anak laki-laki. Nah dia ini mencoba terus untuk mendapatkan anak perempuan, misalkan sampai anak keempat baru nongol tuh anak cewe. Nah kemudian rasa kasih sayangnya hanya dilimpahkan pada anak cewe nya. Dalam hal seperti ini, tentu saja sang ayah tidak bisa mengharapkan perhatian dan kasih sayang dari anak-anak cowo nya, karena mereka merasa tidak mendapatkan perhatian yang sesuai dari ayahnya. Jadi timbullah suatu rasa saling antipati di kalangan anak-anak tersebut yang disebabkan oleh rasa pilih kasih dari sang ayah.
Contoh laen, di China, orang berpendapat, kalo hanya anak laki-laki yang nantinya akan berguna untuk masa depan orang tuanya, alhasil banyak orang menggugurkan janin sewaktu perempuan yang terdeteksi dengan gelombang suara (USG). Apalagi dengan aturan dari pemerintah yang dulunya di era taon 1970an hanya mengijinkan setiap famili hanya mempunyai satu anak demi menekan ledakan jumlah panduduk China di abad ke dua puluh satu seperti ramalan para ahli demografi (kependudukan) . Praktik-praktik seperti ini menyebabkan penduduk China didominasi oleh kaum Adam dan jumlah kaum Hawa yang sedikit menyebabkan banyak kaum Adam yang menjomblo dan memacu tingginya tingkat tindak kekerasan terhadap kaum Hawa (baca: pemerkosaan). Pada akhirnya, pemerintah China mengkoreksi kebijakkan tersebut dua puluh taon kemudian dengan membiarkan pasangan suami istri yang memiliki ijasah setingkat universitas untuk mempunyai anak lebih dari satu. Tapi dampaknya itu sungguh tidak terduga, banyak orang terutama kaum Hawa yang ingin mempunyai anak lebih dari satu, sehingga mereka bekerja keras hingga mencapai pendidikan tinggi dengan efek sampingan mereka belon menikah di usia mendekati tiga puluh lima karena kebanyakan kaum Adamnya hanya sekelas pekerja rendahan dan itu tidak selevel dengan mereka yang punya gelar master dan doktor, hehehe... Nah dilema lagi khan? Hehehe… ya itu pekerjaan rumah pemerintah China dan bukan urusan kita, karena topik tadi kuangkat dari ingatanku tentang orang-orang China yang kukenal dekat dan sempat bekerja sama denganku di bidang riset ataupun bekas mahasiswa ku dulu sewaktu aku masi aktiv di suatu universitas negeri di Jerman.
Aku jadi ingat juga pada orang-orang India yang juga sangat mengagung-agungkan gender maskulin. Ya kenapa? Karena di agama mereka itu pemilik gender maskulin dianggap lebih tinggi. Buktinya, para lelaki itu tidak perlu bersakit-sakit tiap bulan pada waktu lagi dapet periode nya, karena rasa sakit itu dianggap hukuman para dewa. Memang sih, kita tau, tidak semua perempuan itu merasakan sakitnya waktu mens tapi sebagian dari mereka merasakannya, hehehe… akibatnya di India anak laki-laki lebih banyak diminati oleh para orang tua. Jadi kini mereka menderita surplus lelaki. Nah lho? Gawat khan nanti bisa timbul tindakan kekerasan seperti yang dialami oleh para penduduk China, hehehe…
Punya banyak anak atau tidak sama sekali itu juga mencerminkan harapan serta tujuan hidup si orang tuanya. Bila dari kondisi ekonomi aja, kedua orang tuanya tidak mampu, maka aku menilai andai mereka mempunyai banyak anak berarti mereka itu bukan tipe orang tua yang bisa bertanggung jawab. Lebih baek mempunyai satu atau dua orang anak saja yang bisa dididik dengan baek dan benar sehingga taraf universitas atau setidaknya taraf sekolah menengah atas, dengan harapan anak tersebut bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat dan keluarganya di kemudian hari. Tapi bila orang tuanya tidak mampu menyekolahkan sang anak ke taraf tersebut, maka sudah layak dan pantas bila gelar “orang tua tidak bertanggung jawab“ diberikan kepada mereka, bila mereka ngotot mempunyai banyak anak.
Nah ya, pada akhirnya kembali kepada individu masing-masing. Apakah mereka mau menikah atau tidak. Dan yang paling penting setiap orang harus sadar untuk apa mereka ingin menikah? Apakah pernikahan merupakan garis finis untuknya? Bila iya, ya dia harus mencari pasangan hidup secepat mungkin, bahkan mungkin dia harus melepaskan segala impian dan harapannya tentang partner idealnya. Ada juga yang berpendapat menikah hanya untuk mendapatkan status sudah menikah saja daripada dipergunjingkan orang laen. Sama seperti diatas, ya dia harus berusaha mencari pasangan hidupnya, entah bagaimana guna menghindari gunjingan masyarakat. Tapi bila tujuan hidupnya untuk membina keluarga lengkap dengan anak-anak, maka dia harus mencari pasangan hidup yang bisa membiayai seluruh (calon) anggota keluarga dan juga mampu menghasilkan anak. Dengan kata laen, semua pria tipe ini hendaknya mencari wanita di usia subur yang terletak di antara usia delapan belas taon dan tiga puluh taon, karena di atas tiga puluh taon, para wanitanya sudah dikenal mempunyai penyakit “almost expired syndrom” alias ngebet pingin cepat nikah dengan orang yang sedapat mungkin kaya raya, hehehe… bukan nyindir tapi khan kenyataannya demikian.
Atau ada jalan laen, bila faktor egoismus (harus mendapatkan perawan atau perjaka ting-ting) dikesampingkan, bisa juga si cowo mencari janda yang beranak, lebih bagus lagi bila janda itu kaya, hahaha… atau juga si cewe mencari duda beranak (walau biasanya seorang cewe ingin menjadi mama untuk anak kandungnya sendiri), maka seluruh permasalahan selesai. Atau bila orang itu hanya ingin menikah karena hidupnya terasa sepi aja, bisa jadi khan, maka dia hanya perlu mencari seorang lelaki atau perempuan yang mau mendampinginya saat itu, mungkin juga malah cerai bisa dimasukkan hitungan, hehehe… tapi dari itu semua, yang paling sulit bila kita berpendapat di satu pihak ingin mencari partner for life alias teman hidup (supaya kita tidak kesepian) dan dipihak laen kita ingin mempunyai keturunan sendiri (karena ingin membahagiakan anak dan ingin bisa mewariskan sesuatu) dan di sisi laennya lagi kita ingin menjadi orang yang (mampu) bertanggung jawab pada keluarga kita. Nah bila kita tergolong tipe yang terakhir, mungkin perjalanan panjang harus kita tempuh untuk menikah.
Jadi sekali lagi kita harus berintrospeksi dan bertanya pada diri kita sendiri mengapa kita ingin menikah. Aku punya teman-teman cewe yang usianya sudah mencapai taraf tertentu di mana bole dibilang dia akan sulit hamil sehingga tergolong spesies dari cewe yang patut dijauhi bila lelaki ingin punya keturunan (sori, aku hanya ngomong kenyataan aja di sini). Mereka-mereka ini lantas karena kebanyakan bergengsi tinggi, mereka selalu berpendapat, yah, tidak menikahpun tidak apa. Jelas aja, sudah sangat sulit bagi mereka untuk menemukan pasangan hidup di usia senja. Tapi ya, biar bagaimanapun juga, tiap orang harus berpikir ulang, mengapa hal demikian bisa terjadi? Kurasa semua orang yang tergolong dalam kategori ini sudah tau jawabannya sehingga aku tidak perlu menyakiti hati mereka dengan mengulas lebih jauh di sini, hehehe…
Tetapi kita harus ingat, faktor usia tidak bole menjadi pemicu kita untuk cepat menikah, apalagi bila kita sudah terlambat menikah. Memang benar seperti kata temanku Enjelin, dia bilang, bila kita menikah di usia empat puluh misalnya maka kita sebagai orang tua yang bertanggung jawab pada anak-anak kita, kita harus rela bekerja keras sampai usia enam puluh taon, padahal di Indonesia ini, usia lima puluh lima tergolong usia siap pensiun, hehehe… tapi bila kita mempunya anak di usia tiga puluh taon, maka kita cukup bekerja sampai usia lima puluh taon, lebih baek lagi bila kita mempunyai anak kita pada usia dua puluh lima taon, maka dengan usia empat puluh lima kita bisa menikmati hidup kita sendiri karena anak-anak kita sudah dewasa dan siap untuk menikah, tentu saja dengan catatan anak kita “laku”, hehehe… pilihan laen, ya harus mencari duda atau janda yang sudah beranak, sehingga tidak perlu bingung-bingung merawat anak sendiri. Lagian kata temanku Howard, seorang janda atau juga duda, biasanya lebih berpengalaman dalam membina rumah tangga, baek dari segi perhatian, maupun berkompromi, karena tiada satu rumah tanggapun yang bisa berfungsi dengan langgeng bila kitanya tidak mampu berkompromi dengan partner kita dengan baek. Kurasa semua pasti akan setuju dalam hal ini.
Ya begitulah sedikit ulasanku, sekedar pemikiranku tentang menikah atau tidak menikah. Meski ada yang bilang, kita semua ditakdirkan untuk menikah, tapi aku berkata laen, tidak semua orang ditakdirkan untuk menikah… aku juga sengaja tidak membahas faktor ekonomi keuangan dengan detil di dalam tulisanku kali ini, karena faktor uang itu sangat sensitif dan ukuran banyak tidaknya uang tergantung dari sudut pandang kita sendiri maupun dari perbandingan dengan orang-orang di sekitar kita. Yah begitulah, semoga aja dengan ini aku bisa sedikit memberikan masukkan pada yang sedang berbingung ria mencari jodonya, hehehe… sangat penting untuk diingat, kita tidak boleh putus asa dalam mencari teman hidup kita…