Kenangan Reuni Akbar 2008
Tak terasa lima tahun lebih telah berlalu, terhitung dari tanggal 18 Mei 2008 dimana ratusan alumni SMAK Frateran berkumpul kembali di Hall 3A ITC Megagrosir, jalan Gembong 20-30, Surabaya, untuk saling bertegur sapa, menanyakan keadaan masing-masing, memeperkenalkan keluarganya masing-masing dan bahkan saling berkenalan terutama bagi yang belum saling kenal semasa SMA dulu. Bagi banyak teman kita, reuni ini akan dikenang sebagai Reuni ITC.
"Hei, gimana kabarnya, lama tidak berjumpa?"
"Oh Se Liep ya, di mana tinggalmu sekarang?"
"Yang mana sih yang namanya Petrus?"
"Udah besar-besar ya anakmu sekarang?"
"Wah, kok rambutmu sekarang menipis ya?"
"Kamu kerja apa sekarang?"
"Kamu gemukkan ya sekarang?"
"Siapa tuh yang duduk menyendiri di sana?"
"Wah, anakmu sudah tiga ya sekarang?"
"Kok kurusan, disiksa suami ya? hahaha"
Tentu saja ada banyak kenangan manis dan sangat berkesan bagi para pesertanya. Mereka mendapatkan kesempatan langka untuk bertemu dengan bagitu banyak rekan seperjuangan, di satu tempat, di satu waktu.
Pertama, bila ditinjau dari segi kesuksesan acara tersebut, maka reuni kita waktu itu bisa dikata sangat sukses. Hal ini dapat dilihat langsung dari jumlah partisipan yang ikut hadir dan banyaknya anggota keluarga dari para alumni yang ikut serta meluangkan waktu di dalam acara reuni keluarga itu.
Berikutnya, berita kesuksesan reuni kita bahkan dibicarakan dalam sebuah acara dari angkatan lain yang salah satu pesertanya adalah teman saya, seorang mantan guru yang diundang dalam acara tersebut bercerita betapa terkesannya dia dengan acara yang diselenggarakan oleh IA SMAFRA 89, dan kenyataan bahwa angkatan kita sudah mempunyai Ikatan Alumni hal itu menjadikan nilai tambah bagi angkatan kita. Nilai tambah yang lain adalah kenyataan bahwa reuni kita berkonsep reuni keluarga.
Berikut ini adalah sekedar ulasan seputar reuni 2008 yang mungkin ingin diketahui, lengkap dengan info dari balik layar (yang tidak diketahui banyak orang) dan segala tipe permasalahan dan solusi yang ada. Saya berharap dengan membaca tulisan saya yang relatif panjang lebar ini bermanfaat bagi semua teman yang ingin menjadi panitia reuni di kemudian hari:
1. Kenapa reuni kita reuni keluarga?
2. Apa yang kita lihat dalam reuni tersebut?
3. Apa yang terjadi di belakang layar?
3.1.. Bagaimana cara panitia mencari alumni setelah 19 tahun?
3.2.. Bagaimana dengan pendanaan?
3.3.. Bagaimana dengan pembagian informasi?
4. Apa kenangan yang masih membekas?
5. Ringkasan rangkaian acara Reuni Akbar 2008
6. Ucapan Terima Kasih
Setelah membacanya, mungkin kita akan sadar, bahwa di balik suksesnya reuni 2008 lalu, ada kerja keras dari panitianya. Dan itu layak kita apresisasi. Akankah kita dapat mengulang kenangan kita tersebut di kemudian hari? Hanya Tuhan yang tahu.
Untuk Panitia Reuni Akbar 2008
Petrus Subandono
-----------------------------------------------------
1. Kenapa reuni kita reuni keluarga?
Dalam banyak survei yang saya lakukan dengan bantuan dari mantan-mantan panitia angkatan yang lain, saya berkesimpulan bahwa belum ada reuni SMAK Frateran yang berkonsep reuni keluarga. Reuni keluarga artinya reuni dengan mengundang keluarga, istri, suami, dan anak-anak dengan segala konsekuensinya, terutama mengenai tempat, waktu dan model hiburan.
Seperti diketahui (dan diceritakan oleh banyak panitia/peserta dari reuni di angkatan yang lain) banyak ajang reunian begini yang disalah-gunakan untuk ajang CLBK alias Cinta Lama Belum Kelar atau Cinta Lama Bersemi Kembali. Padahal hanya sedikit teman-teman alumni kita yang akhirnya sungguh menikah dengan pacarnya jaman SMA dulu, dan meneruskan cinta monyetnya.
Belum lagi untuk pasangan yang kurang harmonis, takutnya nanti ajang reuni ini bisa dijadikan salah satu sebab untuk memupuk rasa kebencian terhadap pasangannya, rasa cemburu dan rasa ketidak-percayaan dan curiga di antara mereka. Dan ujung-ujungnya adalah perceraian. Untuk menghindari segala yang mungkin akan buruk, maka saya memutuskan untuk mengadakan reuni yang bertemakan reuni keluarga.
Banyak pro dan kontra dalam hal ini, namun sekarang mari kita sisihkan semuanya dan melihat kenyataan bahwa reuni kita 2008 lalu adalah sebuah reuni keluarga yang sukses, sangat sukses malahan.
2. Apa yang kita lihat dalam reuni tersebut?
Perbedaan fisik mulai nampak nyata. Wajah-wajah telah banyak berubah, ada yang terlihat mulai menua secara alami, namun ada pula yang masih terkesan awet muda. Rambut mulai beruban sedikit, ada yang menipis dan ada pula yang lebih mempercayakan penampakan luarnya pada bahan kimia.
Tubuhpun bagi sebagian orang sudah berubah. Yang 19 tahun sebelumnya kurus, sekarang terlihat subur dan sehat dan melebar ke depan dan ke samping. Walau tentu saja masih ada juga yang berhasil mempertahankan bentuk tubuhnya seperti sedia kala (yang dulunya gemuk tetap gemuk, yang dulunya kurus tetap belum berhasil menjadi gemuk).
Hanya satu yang pasti berbeda dari setiap rekan seangkatan ini: Status sosial. Terkadang perbedaan status sosial yang telah tercipta itu dapat memisahkan persahabatan dari dua orang yang dulunya dekat. Dengan dalih takut dihina yang lain karena dianggap tidak setaralah, tidak mau kumpul dengan yang status sosialnya lebih rendahlah, takut bertemu teman karena belum menikah, bercerai maupun karena berstatus duda/janda, takut tidak dikenali yang lain atau dengan alasan apapun.
Namun rupanya sebagian besar dari alumni di angkatan kita ini berhasil melupakan sejenak status sosial masing-masing dan mau merendahkan diri dan menampakkan dirinya di acara keluarga itu. Bahkan banyak dari mereka telah bersedia merogoh kocek masing-masing untuk membiayai perjalanan dari luar kota. Ada yang mesti mengemudikan kendaraan berjam-jam lamanya dari kota-kota yang jauh dari Surabaya, ada yang rela bangun lebih pagi kabur ke lapangan terbang untuk meraih jadwal pesawat yang membawa mereka bertemu dengan rekan seangkatan tepat pada waktunya. Dan ada juga yang mesti repot-repot mengurus visa kunjungan guna bertemu kangen kembali dengan sobat-sobatnya. Sungguh luar biasa.
Saya bayangkan, banyak peserta reuni baik dari dalam kota maupun dari luar kota, sudah menunggu datangnya hari yang istimewa tersebut dengan harap-harap cemas. Banyak yang sudah saling janjian satu dengan yang lainnya. Ada yang sudah mencari jadwal untuk salon kecantikan guna mematut diri di pagi harinya.
Ada yang sudah menyiapkan pakaian yang akan dikenakan oleh anaknya pada hari itu, agar sang anak terlihat cantik dan ganteng. Ada yang sudah membicarakannya dengan suami/istrinya masing-masing, dress code seperti apa yang akan mereka pakai untuk berjumpa dengan yang lain.
Bila sang alumni pria rajin membersihkan muka dan mencukur habis kumis, cambang dan jenggot hingga klimis agar terlihat rapi. Pastinya di pihak alumni wanitanya sibuk dengan senjata kecantikkannya seperti foundation, bedak, lipstik dan aneka make-up yang lain untuk tampil anggun dan cantik serta menutupi kerut keriput dan segala bentuk komedo yang mungkin ada di wajahnya. Semua ingin tampil sempurna di acara tersebut. Jangan sampai terlihat kusam dan kusut, jangan sampai terlihat tak bahagia karena penderitaan sehari-hari. Semua ingin tampil bagus.
Sudah pasti, hari-hari menjelang tanggal 18 Mei 2008 tersebut menjadi hari yang sedikit menegangkan bagi panitianya dan berharap tak ada yang menyimpang terlalu jauh dari rencana semula, dan di pihak peserta adalah hari-hari di mana mereka ikutan menjadi sibuk karena tegang yang diliputi rasa senang tak terkira karena akan bisa bertemu dengan banyak teman lama.
Walaupun toh ada banyak hal-hal kecil yang terjadi tidak seperti yang diinginkan. Misalnya saya ditelefon pagi sekali oleh bapak Erwin perihal matinya penyejuk udara di gedung yang kita sewa. Dia mengeluh dia dan timnya yang sedang mempersiapkan sound system kepanasan seperti dipaksa bersauna-ria dan bermandi keringat ketika sedang melakukan sound check. Setelah saya menghubungi teman saya yang bekerja di bidang pemasaran ITC (dan yang sebenarnya sedang tidak bertugas pada hari itu), maka semua yang dibutuhkan dapat diatas dan sayapun melesat ke tempat kejadian guna memantaunya langsung di tempat.
Ada beberapa salah komunikasi yang terjadi dan dapat saya luruskan ditempat ketika itu, sehingga tidak terlalu mengganggu acara. Peserta tentunya masih mengingat, bahwa penerangan dalam gedung sempat padam dua kali akibat beban listrik yang berlebihan yang disebabkan oleh pihak lain dari luar gedung (food court), namun semuanya dapat diatasi oleh pihak management ITC melalui General Manager dan Room Managernya yang menyertai saya dan teman saya yang bekerja di pemasaran ITC sepanjang acara.
Tentu saja ada yang menelefon saya dan mengatakan keberatannya untuk hadir dalam acara syukuran di gereja Kelahiran Santa Perawan Maria pada pagi harinya, dengan dalih nanti make-up nya luntur di dalam gereja karena gereja itu masih belum memasang pendingin ruangan. Saya maklum saja, karena dia pasti takut hadir di reuni dengan make-up yang belepotan dan tampil lebih seram dari ketiga badut kita.
3. Apa yang terjadi di belakang layar?
Pertama saya jelaskan dahulu, saya menceritakan hal ini bukan untuk mencegah atau menakut-nakuti para calon panitia di masa mendatang, namun saya hanya ingin agar semua yang tidak terlibat secara langsung dapat mengetahui dan menyadari apa yang terjadi di belakang layar dan betapa besarnya pengorbanan panitia reuni 2008 untuk keberhasilan reuni tersebut.
Suka tidak suka, harus disadari bahwa para panitia yang telah bekerja keras tanpa pamrih merelakan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tak terbilang guna merencanakan, mengorganisir serta mengawal penyelenggaraan Reuni Akbar 2008 lalu. Bila peserta hanya perlu mendaftarkan diri dengan cara mentransfer sejumlah iuran ke bendahara panitia reuni, maka secara keseluruhan panitia reuni dibawah koordinasi saya dan ibu Maria Enjelin telah bekerja selama lebih dari tujuh bulan terhitung dari November 2007 sampai pada pelaksanaan reuni tersebut di bulan Mei 2008 dan bahkan sesudahnya.
Banyak hal yang mesti dipersiapkan pada awalnya dan hal ini tentunya tidak banyak diketahui oleh banyak orang di luar anggota panita: mulai dari konsep reuni, perencanaan, persiapan website dan pengaktifan kembali forum komunikasi (mailing list) dan tata kelola keuangan dan pengumpulan dana, sampai kepada masalah sewa menyewa gedung (termasuk keamanan penyelenggaraan acara, kebersihan gedung setelahnya dan jaminan keberadaan dokter jaga selama acara), perencanaan bidang acara dan tata musik, pemesanan aneka souvenir dan buletin chrono spesial reuni, pengelolaan penerimaan tamu, design latar belakang panggung, design dan distribusi kartu undangan, pemilihan menu makanan dan perkiraan jumlah partisipan, segala macam koordinasi dan rapat panitia bidang.
Setelah saya menyampaikan niat saya untuk mengadakan reuni angkatan kita ke khalayak ramai, sayapun secara tidak sengaja mendapatkan banyak info dari teman-teman dari angkatan lain yang telah melaksanakan reuninya. Banyak yang sifatnya dukungan maupun peringatan. Mungkin inilah yang disebut sebagai solidaritas dari sesama rekan panitia yang akan dan telah bekerja untuk yang lain secara suka rela.
Peringatan-peringatan yang disampaikan banyak yang mengejutkan saya. Terutama kenyataan bahwa (sayangnya) ada beberapa dari mantan guru kita yang mempunyai kebiasaan yang kurang terpuji, yakni datang dari rumah satu alumni ke rumah alumni yang lain untuk meminta uang. Dalih yang mereka gunakan pada umumnya adalah mereka merasa mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, sehingga sudahlah menjadi kewajiban kita para alumni untuk menanggung biaya kehidupan mereka setelah mereka pensiun. Sayangnya, masih terdengar banyak kabar, bahwa para mantan guru yang kurang terpuji ini meminta dengan paksa, sampai-sampai dengan terpaksa ada yang mengusir mereka dari rumahnya.
Oya, hal seperti itu ternyata sungguh terjadi dan saya telah memeriksanya dengan banyak bertanya-tanya kepada rekan alumni baik dari angkatan kita maupun dari angkatan yang lain. Saya tentunya tidak banyak tahu akan hal tersebut, mengingat saya antara tahun 1990 sampai 2005 masih berada di luar negeri.
Lebih kagetnya lagi ketika ada mantan guru yang malahan menganjurkan kepada saya agar panitia tidak mengundang semua mantan guru yang ada. Dan hal ini sudah beliau sampaikan kepada para pantia dari angkatan yang lain dan sudah sampai ke telinga saya sebelumnya.
Maka banyak anjuran dari beberapa mantan anggota panitia dari angkatan lain yang menasehati saya, agar tidak mengundang para mantan guru dalam acara reuni kita, atau mengundang beberapa mantan guru saja sebagai perwakilan. Tentunya nasehat seperti ini baik adanya, guna melindungi para peserta alumni kita.
Hal yang terburuk yang mungkin terjadi adalah bahwa setelah acara reuni, para alumni kita akan didatangi secara sistematis oleh oknum-oknum tertentu itu dengan dalih minta sumbangan. Pertama, memang hal ini manusiawi sekali, namun dari banyak laporan yang saya dapatkan, hal seperti itu terjadi secara berkala, setiap bulan malahan, sehingga terkesan menjengkelkan. Di lain pihak, siapakah yang akan disalahkan bila hal ini terjadi, tentunya pihak panitia!
Untuk menghindari hal itu terjadi, karena reuni kita mengundang beberapa mantan guru, maka saya sangat sarankan kepada sahabat-sahabat saya untuk tidak membagikan kartu nama kepada banyak orang. Karena ancaman seperti itu bisa saja datang dari pihak yang lain. Simpan alamat kita baik-baik dan percayakanlah saja kepada panitia kita, itu adalah semboyan saya. Dan saya selalu menggaris bawahi dengan tebal, bahwa panitia tidak akan membagikan alamat peserta kepada yang tidak berkepentingan.
Anjuran yang merupakan peringatan dari seorang mantan guru itupun ternyata terbukti di ruang reuni, ketika saya berbicara secara pribadi dengan seorang mantan guru yang lain yang saya kenal baik. Beliau ini mengatakan kepada saya, bahwa situasi di kalangan guru di Frateran memburuk sejalan dengan mengalirnya beberapa informasi baik yang benar maupun yang bersifat spekulasi keluar. Apa penyebab hal ini, tidak akan saya ungkap di sini. Dan inipun memicu beberapa mantan guru untuk mengundurkan diri secara dini.
Sungguh sangat di sayangkan, hal-hal seperti itu dapat terjadi. Namun, setelah lima tahun reuni kita berlalu, barulah saya ungkap sedikit hal itu di sini. Tapi percayalah, saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memproteksi para alumni kita agar kasus serupa dapat dihindari.
Sebuah catatan kecil mesti saya tambahkan di sini. Seorang pahlawan adalah seseorang yang berjuang untuk sesamanya dengan tanpa pamrih. Namun seorang yang bekerja dan digaji, sebenarnya bukanlah seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Namun seorang guru yang mengajar tanpa pernah mendapatkan imbalan dari kita adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Dari mana kita mendengar pernyataan bahwa "guru adalah seorang pahlawan tanda jasa"? Tentu saja dari mantan guru kita. Hal ini sama dengan pernyataan "kualat", "karma" dan "durhaka". Pernyataan ini menjadi populer di kalangan kita sejak masih anak-anak, terutama bila kita menentang yang lebih tua ataupun orang tua kita. Dari mana kita mendengar pernyataan itu pertama kalinya dan siapa yang menekankan hal itu berkali-kali kepada kita? Dari orang tua kan? Nah pertanyaan berikutnya: untuk apa? Jawabannya mudah: tentu saja untuk memberikan orang-orang itu hak yang mereka inginkan di kemudian hari.
Untunglah dengan bertambahnya usia dan kebijakan kita serta makin bertambahnya inteligensia kita, maka kita semakin sadar, bahwa hal-hal demikian tidaklah dikenal di dunia barat sana dan hal-hal demikian tidaklah benar.
Tentu saja masih harus dibedakan kembali antara guru, pengajar dan pendidik. Seorang guru selamanya tak akan bisa dilampaui ilmunya oleh muridnya, karena dia tidak beringinan muridnya sepandai dia. Sementara seorang pengajar tentunya orang yang bertugas mengajari kita tentang ilmu tertentu.
Namun seorang pendidik sejatinya adalah guru dan pengajar yang mengijinkan muridnya mencapai ilmu yang sama (atau bahkan lebih) dari yang dimilikinya. Hal in bisa kita lihat dari nilai rapor kita, apabila seorang guru mau dengan iklas memberikan nilai sempurna kepada anak didiknya (bukan karena anak didiknya mengambil pelajaran tambahan berbayar dari padanya) dan telah dengan tulis iklas membekalkan ilmu kepada muridnya.
Saya jadi teringat kepada mantan guru saya di kala SMP dahulu di SMP Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Indonesia di jalan Donokerto, yang selalu mengumpulkan murid-muridnya yang agak kurang cakap dalam bidang pelajaran tertentu seusai jam sekolah guna diberikan pelajaran tambahan secara cuma-cuma. Dan kebanyakan dari murid-murid ini adalah murid dari orang tua yang kurang mampu. Tapi mungkin hal seperti ini apalagi jaman sekarang sudah super langka.
Saya juga teringat kepada seorang suster di rumah sakit RKZ Surabaya yang selalu (bahkan sampai saat ini) menjadi rujukan buat saya untuk mengirimkan seorang teman yang sudah dewasa untuk dibina menjadi katekumen (calon pemeluk agama katholik). Beliau ini sungguh bekerja sesuai kaul suci biaranya dan tanpa mau dibayar sepeserpun. Harap diketahui, pendidikan agama katholik bagi katekumen tidaklah mudah, berapa puluh jam harus mereka habiskan di dalam ruang kelas guna membaca alkitab dan memahami panggilan Tuhan. Berapa banyak kotbah di misa-misa kudus harus mereka catat dan rangkum guna diceritakan kembali kepada guru agamanya, seperti yang acap kali kita lihat di gereja-gereja pada hari minggu. Berbahagialah orang yang sudah dibaptis sejak kecil, mengikuti kepercayaan orang tuanya.
Demikian pula kebanyakan guru agama Islam yang mau mengajarkan ilmunya baik bahasa Arab maupun cara membaca dan melafalkan Al'Quran yang banyak kita temui di masjid-masjid. Beliau-beliau ini terbiasa mendidik tanpa digaji dan mempunyai tujuan mulia, yakni menjadikan orang yang tidak percaya akan Allah menjadi percaya dan menaruh harapan penuh kepadaNya. Dan dengan kesabarannya mereka berusaha mencerahkan pikiran pesertanya untuk mau bersabar dalam menjalani hidup di dunia ini.
Jaman gini masih ada guru yang mengajar tanpa digaji? Ternyata ada dan sungguh luar biasa. Merekalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya di masyarakat kita. Bahkan para panitia Reuni Akbar 2008 kita itupun menurut saya pribadi adalah para pahlawan tanpa tanda jasa yang sebenarnya, buat kita semua.
Tentu saja akan timbul pro dan kontra dalam hal ini, namun kita hidup dan bertumbuh dan sesuai dengan meningkatnya usia kita akan semakin sadar pula, bahwa beberapa hal yang dahulunya dianggap benar, toh ternyata bisa saja salah. Yang terpenting, kita harus tetap bijak dan bersikap terbuka dalam hal-hal seperti ini. Seperti halnya dengan pendapat banyak ilmuwan yang mengatakan "orang yang mempunyai otak, dia tak akan menganut suatu agama apapun juga, dan hanya orang yang tidak berotaklah yang memeluk satu agama". Jadi semuanya kembali kepada kita untuk dipertimbangkan baik dan buruknya.
3.1. Bagaimana cara panitia mencari alumni setelah 19 tahun?
Tentunya yang paling susah dari seluruh rangkaian tersebut adalah mencari jejak dari para alumni yang telah tercerai berai oleh waktu. Hal ini masih ditambah dengan pendataan alumni yang tergolong perlu bantuan berupa pemberian tiket reuni secara cuma-cuma yang biasanya diusulkan oleh alumni yang lain dan disetujui secara rahasia oleh koordinator acara. Yang terjadi di belakang layar adalah hal-hal yang tak bisa saya lukiskan dengan beberapa patah kata saja.
Ada dari panitia yang berkorban duduk di kantor Tata Usaha SMAK Frateran guna mencatat secara manual dari para peserta didik dari daftar tanda tangan saat menerima ijasah (karena ada larangan memfoto maupun memfoto kopi) khususnya dari program ilmu-ilmu sosial yang disebabkan oleh karena pihak Tata Usaha telah kehilangan banyak data dari teman-teman tersebut. Bayangkan berapa jam beliau ini rela duduk di ruang Tata Usaha tersebut untuk mewujudkan tujuan mulia kita semua.
Entah berapa kali kami harus meminta nomor telefon teraktuil teman alumni ke pihak penerangan telkom, karena hanya dengan berbekal daftar nama dan alamat tempat tinggal peserta didik seperjuangan yang kita dapat dari Tata Usaha SMAK Frateran, kami harus mencari jejak kalian semua. Banyak nomor telefon yang membawa kami ke arah yang salah, yakni tempat kos teman-teman kita. Kekecewaan demi kekecewaan kami dapatkan, namun kami tetap berjuang. Kami ingin kalian bisa berkumpul kembali, menjadi satu kesatuan di dalam Reuni Akbar 2008 lalu.
Saya sendiri juga harus memperkenalkan diri kepada puluhan teman yang mungkin sebelumnya tidak mengenal saya sama sekali, dan saya memberanikan diri dengan sikap sok kenal dan sok dekat namun dengan sukses membujuk mereka untuk kembali ke kota asal mereka, kembali ke Surabaya dimana mereka menimba ilmu, menjalin persahabatan, mencoba jatuh cinta dan mungkin juga mendapatkan gambaran mengenai perjalanan hidup mereka yang selanjutnya untuk bersama-sama bertemu lagi dalam suasana yang akrab dan penuh rasa persaudaraan. Syukurlah mereka telah memenuhi panggilan saya dan mewujudkan mimpi kita bersama di Reuni Akbar 2008 yang lalu.
Masih teringat juga dalam benak saya rapat pada malam hari di rumah bapak Tono Guntur guna mencari jejak dan merekayasa kembali daftar nama mantan murid dari program A1.1 sampai dengan A1.4, A1.1 dan A1.2 dan juga program A3.1 sampai dengan A3.3 untuk ditampilkan oleh pengelola website kita (bapak Tono Guntur) di www.frateran89.org agar semua kembali ingat dulunya mereka berada di kelas yang mana dan bersama siapa. Rapat pada malam itu berlangsung lama dan melelahkan buat semua pesertanya. Untuk diketahui, website kita tersebut masih online dan terus dikelola secara profesional oleh tim nya bapak Tono Guntur.
Semua ini juga menjadi sedikit lebih mudah, ketika banyak teman kita yang menghubungi saya pribadi dan memberikan nomor telefon teman-teman akrabnya dengan pesan agar saya sendiri yang mengajak mereka untuk datang menghadiri acara kita itu. Dan tentunya dengan segala senang hati saya menghubungi mereka satu per satu, sungguh tak terbilang lagi berapa ratus jam saya habiskan hanya untuk berbicara dengan mereka, menjelaskan konsep kita dan juga mesti mendengarkan keluh kesah mereka dan usulan serta ide-ide mereka dalam hal apa saja, menghimbau mereka untuk turut serta dan lain sebagainya. Walau tentunya ada juga yang menolak untuk berkumpul kembali dengan dalih macam apapun juga. Yah, semuanya kan menjadi hak pribadi mereka.
Tentu saja yang termudah adalah ketika teman kita mengajak teman yang lain untuk segera mendaftarkan diri dan dengan cepat memberikan alamat rumah mereka kepada kami untuk pengiriman kartu undangannya. Karena saya kan tidak perlu repot-repot menelefon dan menghabiskan waktu saya yang sudah sangat sedikit untuk itu.
Hal seperti mendata ulang teman lama seperti ini tentunya adalah pekerjaan sekali untuk selamanya. Karena dengan data base yang ada, kita dapat menyelenggarakan reuni-reuni serupa di lain hari.
3.2. Bagaimana dengan pendanaan?
Telah dilangsungkan banyak rapat-rapat terbatas bidang koordinasi dana bersama bapak Jimmy, ibu bendahara dokter Lily dan ibu Feny serta bapak Hadi yang semuanya bukan hanya telah bekerja keras namun juga memutar keras otak untuk membujuk serta melobi teman-teman untuk mau menyumbangkan sedikit tabungan mereka ke kas panitia reuni.
Memang dari saya selaku koordinator reuni kala itu, saya memberikan batasan jumlah sumbangan yang boleh diberikan oleh satu alumni dengan alasan kita tidak ingin memberikan beban kepada orang-orang tertentu saja, namun saya selalu menekankan bahwa reuni kala itu adalah reuni kita bersama, bukan reuni saya dan bukan reuni golongan tertentu saja.
Maka selalu saya ingatkan bahwa sudah saatnya kala itu kita semua ikut berpartisipasi guna mewujudkan reuni yang berkesan bagi kita semua, sesuai dengan semboyan reuni kala itu : "Dari Alumni, Untuk Alumni dan Bersama Alumni". Kepada seluruhnya saya mengucapkan banyak terima kasih, karena bidang koordinasi dana adalah yang terpenting dari segalanya. Terima kasih untuk kerja keras kalian semua, saya berhutang budi pada kalian.
Beban panitia menjadi bertambah berat lagi karena ada tuntutan untuk memberi sekedar santunan kecil yang layak untuk para mantan guru. Harus diingat bahwa semua guru yang diundang itu bukah hanya diberi bekal namun juga mesti disiapkan konsumsinya. Ada banyak komunikasi yang saya pribadi lakukan dengan para mantan guru kala itu.
Mulai dari menjelaskan siapa saya, sampai dengan memberi kabar bahwa kita mengundang mereka dan juga memastikan bahwa mereka bersedia datang, dan itu semua diluar ramah tamah membicarakan segala hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan masalah reuni itu sendiri. Jujur saja, tidak semua mantan guru adalah mantan pendidik favorit saya. Berramah tamah dengan seseorang yang bukan favorit saya atau tidak saya kenal sebelumnya bukanlah sifat terkuat saya.
Entah berapa kali kami menghitung ulang biaya kebutuhan reuni ini dan mengaturnya sehingga tidak mengalami defisit. Hal ini tentunya berbeda dengan perayaan acara yang lain seperti resepsi pernikahan misalnya. Bila kita mengatur suatu resepsi pernikahan maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa dana secara keseluruhan telah disiapkan di depan. Masalah sumbangan dari pesertanya/undangannya adalah pendapatan ekstra bagi penyelenggaranya.
Namun di dalam mengelola suatu reuni, di mana biaya datang dari sumbangan alumni secara seratus persen, maka adalah mutlak untuk menghitung dana riil yang ada di dalam kas dengan kebutuhan. Jangan sampai "besar pasak daripada tiang" Di sini adalah penting untuk menentukan mana hal mana yang akan mendapatkan prioritas utama dan mana yang sekunder, tersier dan seterusnya.
Penempatan prioritas inilah yang menjadi acuan pengelola dana, misalnya dalam kasus kita yang terutama adalah perihal sewa menyewa gedung, keamanan dan kebersihan, disusul dengan konsumsi dan penyediaan hiburan. Yang tergolong tidak terlalu penting adalah semua keperluan yang tidak termasuk di dalam pengelompokan tersebut.
Bila kita tinjau lebih teliti, di posisi kedua adalah hal konsumsi. Hal ini menjadi pelik karena panitia tidak dapat mengetahui dengan pasti pada waktu perencanaan acara ini mulai dilaksanakan, berapa jumlah alumni yang bersedia hadir. Maka tidaklah heran bila saya pribadi selalu menggaungkan dan memohon dengan sangat agar para peminat mendaftarkan diri secepatnya, guna penghitungan jumlah konsumsi (dan tentunya juga jumlah cendera mata yang harus disediakan). Hal ini pelik dan rumit sehingga harus ditekuni dengan penuh kesabaran.
Setiap perkembangan di dalam jumlah peserta, baik pendaftaran maupun pengunduran diri akan berdampak kepada rapat penitia inti untuk menghitung ulang kebutuhan nyata untuk reuni tersebut. Dan hal ini telah terjadi berulang kali, terutama menjelang penutupan masa pendaftaran. Tentu saja ada yang bertanya kepada saya, kenapa saya tidak menggunakan sistem pinjam dana sebagai jaminan awal seperti yang dilakukan beberapa panitia reuni yang lain. Namun saya terpaksa menolak hal itu dikarenakan adanya kenyataan bahwa panitia yang ambisius dan berani menggunakan sistem pinjam dan menerapkan penyenggaraan acara reuni seperti acara nikahan itu, pasti semuanya berakhir dengan hutang.
Ya, hutang yang kemudian tak terbayarkan untuk jangka waktu yang lama dan membuat pertengkaran di antara pihak penyelenggaranya. Kedua, kenyataan bahwa di kalangan teman-teman alumni kita, tak akan pernah kita temukan seseorang atau lebih donatur yang rela uangnya dipinjam oleh panitia terlebih dahulu. Ingat, kita semua sudah 19 tahun lamanya tidak saling berjumpa, sehingga masalah kredibilitas yang kita punyai pasti akan sangat diragukan satu sama yang lain. Maka saya memutuskan bahwa lebih baik panitia kita bersusah payah, namun pada akhirnya kita tidak berhutang serupiahpun.
Perihal konsumsi ini juga diperlukan keberanian untuk menghitung secara kira-kira berapa jumlah partisipan yang akan datang. Risiko menjadi bertambah besar, ketika panitia memutuskan untuk mengundang anak-anak dari alumni secara cuma-cuma dan menyediakan konsumsinya, padahal sampai detik terakhir panitia tidak mengetahui berapa jumlah konsumsi yang harus ada di tempat. Walau ada himbauan untuk memberitahukan berapa jumlah anak yang akan dibawa, namun tentunya panitia telah memperkirakan hal yang terburuk.
Tentu saja saya teringat salah satu mantan pengajar ilmu sosial yang sempat menelefon saya. Beliau bercerita bahwa setelah pensiun, tugas beliau adalah menimang cucu. Dan beliau meminta ijin untuk membawa cucu beliau ikutan dalam acara reuni kita tersebut. Dan tentunya tanpa menunggu sejedapun saya mengiyakannya. Dan pada hari itu, beliau menyapa saya setelah mengenali saya sebagai orang yang bertugas menghubunginya. Beliau dengan senang banyak bercerita kepada saya tentang kehidupannya dan memperkenalkan cucunya yang tengah duduk disampingnya kepada saya. Sayapun mengucapkan terima kasih kepadanya atas kehadiranya dan berharap beliau dapat menikmati kelangsungan acaranya.
Itulah yang terjadi, sehingga pada malam menjelang acara tersebut ibu Feny yang juga merangkap sebagai penghubung kita dengan pihak catering Sono Kembang, mengajukan usulan kepada saya untuk menambah jumlah dari konsumsi yang disediakan dan kami sepakat untuk mengiyakan.
Kenyataan bahwa sampai pada akhirnya konsumsi yang ada malahan terkesan berlebih, hal itu membuat hati kami bahagia. Bandingkan saja dengan beberapa panitia reuni angkatan yang lain yang telah dicaci maki oleh pesertanya karena telah menyediakan daging ayam yang sudah tercium membusuk, atau sop yang terlalu asin dan menimbulkan bekas rasa mual dan banyak masakan basi yang dihidangkan selama acara reuni di angkatan lain. Syukurlah, hal tersebut tidak terjadi pada kita. Di sini saya sungguh harus memuji ibu Feny dengan segala usahanya untuk memberikan yang terbaik bagi kita semua.
3.3. Bagaimana dengan pembagian informasi?
Ada banyak malam-malam dimana para koordinator bidang saling berkomunikasi guna bertukar informasi mengenai status pendaftaran dan perkembangan lebih lanjut menjelang hari H nya. Ada juga banyak komunikasi yang terjadi di antara sesama anggota panitia guna melaporkan update kepada saya selaku koordinator reuni kala itu.
Ada pula berbulan-bulan dimana saya meng-update website kita setiap malam sampai pukul 2 dini hari (karena waktu luang saya hanya ada di dini hari) hanya untuk menyediakan informasi segar kepada alumni kita seputar reuni dan perkembangannya, memberikan daftar peserta terbaru yang telah dilaporkan malam harinya oleh bendahara melalui ibu koordinator bidang umum (ibu Maria Enjelin) kepada saya. Saya juga memberikan statistik jumlah siswa A1, A2 maupun A3, lengkap dengan berapa jumlah pria dan wanitanya. Mungkin masih ada di antara kalian yang ingat akan hal ini. Sungguh tak terlupakan buat saya pribadi.
Juga takkan pernah terlupakan oleh saya, jasa dari bapak Hadi yang bukan hanya sangat membantu di bidang dana namun juga di bidang pendistribusian kartu undangan kepada seluruh peserta. Banyak komunikasi intensif telah saya lakukan dengan bapak Hadi dalam mengurus hal ini. Semua data peserta yang masuk kepada saya wajib saya sampaikan kepadanya agar dapat dialokasikan dan diterapkan dalam penyaluran kartu undangan. Semua peserta tanpa alamat yang jelas harus dicari kejelasannya.
Walau tentu saja ada yang tidak menerima undangan seperti mantan bapak guru bahasa Indonesia yang sangat saya hormati. Beliau terkadang diwakilkan oleh anak beliau (karena beliau sudah sulit untuk berbicara dengan jelas di hari tuanya), beberapa kali menelefon saya dan menanyakan perihal kartu undangan. Saya yakinkan beliau dengan sabar bahwa nama beliau ada dalam daftar kami dan tentunya ada dalam daftar bapak Hadi, karena memang sudah saya janjikan sebelumnya.
Namun tak tau apa yang terjadi, beliau tidak menerima kartu undangannya. Dengan sopan dan sabar saya menyakinkan beliau bahwa kedatangannya sangat diharapkan dan apabila kartu tersebut oleh karena salah satu sebab tidak pernah datang ke rumah beliau, maka beliau akan mendapatkan gantinya di meja penerima tamu pada hari acara. Pada hari H nya, saya menyambut beliau pribadi dan kembali meminta maaf atas ketidaknyamanan yang beliau alami. Beliaupun terkesan senang dan memamerkan kartu undangannya.
Ide-ide beliau tentang bidang penerimaan tamu, kartu undangan dan souvenir yang didasarkan oleh pengalaman beliau dari penyelenggaraan banyak acara yang dihadirinya dengan usaha multi-level marketingnya sungguh mencerahkan. Tanpa kerja keras beliau, bisa jadi saya pribadi akan sangat kesulitan dikarenakan sempitnya waktu yang saya punya. Sampai kapanpun saya berhutang budi padanya.
4. Apa kenangan yang masih membekas?
Dasar dari semua ini sebenarnya bersifat pribadi, biarlah sedikit saya bocorkan di sini. Kegembiraan untuk dapat bertemu kembali dengan teman-teman baik saya (setelah sekian puluh tahun tidak bertemu) sungguh tidak terlukiskan. Ada beberapa teman spesial yang sangat ingin saya jumpai setelah lama saya berpisah darinya, dan saya berhasil menemuinya.
Namun di balik semua itu, ada seorang yang sangat spesial di hati saya jaman dahulu dan hal itu hanya diketahui oleh kalangan terbatas. Kami berpisah di tahun 1990 di kala saya meninggalkan republik ini untuk melanglang buana di negeri orang. Tak disangka dan tak diduga kami boleh bertemu kembali 17 tahun kemudian, tepat pada bulannya. Dalam pertemuan itu saya bertemu juga dengan 2 teman baik semasa SMA yang lain.
Seusai pertemuan dan makan malam itu, satu dari teman saya menelefon saya dan menyatakan bahwa dia melihat pancaran sinar mata yang lain dari saya. Rupanya beliau ini mengendus sesuatu. Akhirnya saya menceritakan apa yang dulunya telah terjadi dan hal itu tentunya mengejutkannya. Kenangan akan ayahnya yang selalu menyambut saya bila datang bertamu dengan rangkulan istimewanya tak akan pernah terlupakan. Sayang ayahnya telah meninggal selang satu minggu keberangkatan saya ke luar negeri. Sampai kapanpun saya masih akan mengingat ayahnya. Yah itulah yang namanya kenangan indah tak terlupakan.
Tentu saja bukan hanya masalah hati yang berkenan di hatiku, namun perjumpaanku kembali dengan bapak Oey SeLiep dua tahun sebelumnya 2006 di Gua Maria di Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria, masih sangat berkesan.
Betapa tidak? Tahun 1989 ketika kelas saya IIIA1.4 berlibur merayakan kelulusan dari SMA, saya dan bapak SeLiep ini kenangan yang misterius. Ketika mobil yang dikemudikan oleh bapak Mulyadi dan di co-piloti oleh bapak Satriawan mengalami kecelakaan sepulang dari bersenang-senang di sebuah diskotek di pulau dewata.
Saya yang duduk ditengah bersama bapak SeLiep di dalam mobil carry yang naas tersebut, terguling akibat mengalami selip (menurut laporan pandangan mata dari penghuni mobil Katana yang berada dibelakang mobil kami). Saya menjadi gepeng karena ditimpa oleh bapak SeLiep yang bergirang hati karena mendarat di seonggok daging gemuk di samping kirinya. Syukurlah kami semua berenam selamat tanpa luka serius dari kecelakaan ajaib itu.
Hal seperti inilah yang memicu saya untuk mau berkorban buat semuanya agar semua dapat berjumpa dengan teman-teman baiknya dari tempo doeloe. Saya ingin semua teman dapat ikut reuni dan bertemu dengan teman spesialnya tanpa terkendala waktu dan jarak. Dan dengan suksesnya reuni itu, saya yakin banyak manfaat yang didapat oleh semua peserta reuni.
Masih membekas di benak saya waktu itu, ada banyak orang yang berharap kepada saya untuk menemukan teman baiknya.
"Trus, tolong carikan temanku baikku si A.",
adalah salah satu kalimat yang sering saya dengar dari teman-teman kita yang berpikir bahwa saya sudah serta merta alih profesi menjadi detektif ulung atau tukang sulap handal. Kalau kita sampai kehilangan teman baik kita, apa artinya itu?
Tak akan saya ingkari bila kita pasti senang mendengar sapaan dari seseorang yang mengenali kita. Hal ini juga saya rasakan sendiri, misalnya ketika saya bertemu dengan bapak Evendy di salah satu supermarket di salah satu Mall di barat kota Surabaya. Beliau menyapa saya, "dulu anak Frateran ya?" seraya mengulurkan tangannya. Indah bila ada teman yang masih mengenali kita, minimal dari wajah dan mungkin telah melupakan nama.
Sayapun tak sedikit mendapatkan email, dengan sapaan, "Petrus, masih ingat aku?". Tentu saja kita manusia pasti mempunyai ingatan untuk masa lalu kita. Dan kenangan ini biasanya yang tersimpan adalah kenangan yang terbaik dan tentunya yang terburuk, tidak di tengah-tengah itu.
Orang lebih mudah melupakan nama, atau bahkan wajah, namun biasanya tetap mengingat kenangan indah. Maka tak heranlah bila kita semua pasti menyimpan banyak memori dengan teman-teman kita dalam benak kita. Orang-orang yang kita ingat adalah orang-orang dalam keluarga kita, dimana kita mendapat pendidikan pertama untuk kehidupan kita.
Berlanjut dengan kenangan kita akan teman-teman kita, dari mana kita mendapatkan kesan pertama dan pendidikan bersosialisasi yang pertama. Maka tak heran, bila kita sering mendengar ungkapan-ungkapan seperti, "dia dulu itu temanku", "aku dulu banyak keluar dengannya", "dia kumpulanku" dan seterusnya.
Berbicara mengenai pencarian teman yang lenyap dari pandangan, saya teringat upaya saya mencari jejak rekan-rekan dalam tim catur Frateran yang telah mempersembahkan piala untuk sekolah dalam pertandingan catur antar sekolah katholik se Surabaya tahun 1988 dahulu. Di mulai dari pertemuan saya dengan bapak SeLiep, saya mendapatkan kontak dari bapak Rudi yang membawa saya kepada teman lama saya bapak Jimmy.
Dari bapak Jimmy inilah saya mendapatkan kontak kolega catur yang pertama yang kebetulan kakak kelas kita dan sedang berada di Banjarmasin tahun 2007 lalu. Dialah bapak Jaly Agung. Dari bapak Jaly ini saya mendapatkan kontak dari bapak Howard yang juga merupakan salah satu anggota tim pemenangan catur Frateran tempo itu.
Jejak pencarian pun dilanjutkan dari bapak Howard, saya mendapatkan kontak bapak Sopian yang tidak lain dan bukan rekan sesama seksi catur di OSIS Frateran waktu itu. Saya mewarisi posisi seksi catur dari bapak Stanley, kakak kelas yang meninggalkan sekolah secara dini dan merupakan kakak dari teman kita almarhum bapak William.
Syukurlah, bapak Sopian ternyata masih mempunyai kontak dari bapak Mintardjo yang kebetulan telah pindah domisili ke Jakarta, karena tuntutan pekerjaan. Bapak Mintardjo ini terkenal sebagai salah satu pemain catur terbaik yang telah dipunyai Frateran sampai saat ini.
Bila diurut, mulai dari Bapak SeLiep di Balikpapan - bapak Rudi - bapak Jimmy - bapak Jaly di Banjarmasin- bapak Howard - bapak Sopian maka sampailah pencarian ini di urutan ketujuh yang ditempati bapak Mintardjo di Jakarta. Kami dari tim catur legendaris Frateran ini masih saling bertemu dan berkumpul setelahnya.
Ada juga kenangan yang membuat saya terharu ketika seorang teman kita menghubungi saya dan bertemu dengan saya untuk menyerahkan uang reuni sebesar seratus ribu rupiah dan saya terima! Kenapa kenangan itu menjadi melekat dalam ingatan saya, ya karena di kemudian hari saya tahu bahwa teman kita itu ternyata bukan orang yang hidup bergelimang harta dan uang sebanyak itu sebenarnya dapat dia manfaatkan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik.
Untuk menebus rasa bersalah saya kepadanya (karena saya tidak tahu latar belakang kehidupannya sebelumnya, sebenarnya bingung juga, dari mana saya harus bisa tahu), saya masih menjaga hubungan baik dengannya sampai detik ini. Saya bukan lintah peminum darah, saya juga punya hati dan saya tidak tega mengambil uang dari dengan orang yang sebenarnya berkebutuhan.
Teringat saya pada satu kasus lain yang mirip, ketika saya diinfokan tentang keberadaan seorang teman yang dulunya tidak saya kenal namun beliau lulus dengan kita. Teman saya itu memberikan penjelasan bahwa beliau minta bantuan tiket cuma-cuma untuk temannya karena temannya masih hidup dengan sangat sederhana, dan seterusnya, dan sebagainya. Sayapun mengangguk dan menelefon temannya untuk mengabarkannya agar beliau ini datang di acara reuni dan lapor ke bagian penerima tamu untuk mendapatkan tiketnya. Tentu saja hal seperti ini bukan hanya terjadi pada satu orang saja, namun ada beberapa teman yang kita bantu secara rahasia untuk melindunginya.
Perlu diingat, saya menyelenggarakan acara reuni bukan hanya untuk orang yang mampu bayar dan ini adalah beda yang signifikan dibandingkan dengan semua reuni yang telah diselenggarakan oleh angkatan yang lain sampai saat ini. Maklum semua reuni itu direncanakan dengan prinsip: "siapa berduit dia boleh ikut". Dan hal ini untungnya berbeda dengan konsep saya.
Ada juga seorang teman lama yang datang kepada saya malam hari dan ingin menyerahkan sejumlah dana untuk reuni itu. Dia berkata kepada saya;
"fair saja, aku tahu kamu butuh uang untuk membiayai reuni itu, ini aku mau memberikan sedikit sumbangan".
Namun uang sebesar lima ratus ribu rupiah itu saya tolak, dan saya berkata kepadanya,
"tanpa mau menyinggung perasaanmu, tetapi semua sumbangan harus dilewatkan ke bendahara panitia bukan kepada aku,aku tidak mau menerima uang satu rupiahpun untuk menghindari tuduhan korupsi di kemudian hari. Tetapi karena aku tahu kehidupanmu saat ini yang sedang berkebutuhan, maka aku sarankan, kamu ambil kembali uang ini dan pakailah sebijak mungkin untuk keperluanmu."
Teman kita yang berhati mulia ini telah menutup mata beberapa tahun setelah reuni kita digelar. Aku sangat berterima kasih kepadamu kawan, akan ingatan yang indah yang akan kukenang sepanjang masa.
Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan peserta reuni yang sebenarnya tergolong mampu, namun sampai detik terakhir tetap tidak mau berkontribusi untuk penyelenggaraan reuni kita dan bahkan dengan muka tebal tetap menghadiri reuni kita. Saya kira banyak orang sudah tahu siapa-siapa mereka ini.
Ada juga yang terkesan memang menunggu agar dia dapat mendapatkan undangan tanpa harus membayar sepeserpun. Secepat saya menyadarinya, maka saya tidak sungkan untuk mengajaknya datang ke reuni itu dan mengambil tiketnya di meja penerima tamu walau dia enggan memberikan bagiannya dan setelah saya berkomunikasi dengan beberapa pihak yang lain yang memang berwenang untuk memberikan tiket bagi yang tidak mampu atau dianggap tidak mampu. Hal ini menjadi penting karena menyangkut pendanaan.
Namun apa yang terjadi kemudian, sungguh diluar dugaan. Menjelang hari H, beliau sudah mendengar banyak teman yang mendapatkan tiketnya diantar oleh kurir panitia. Dan beliau menghubungi saya melalui sebuah pesan pendek. Katanya: "Trus, kami niat atau tidak kasih aku tiket?". Sayapun langsung menelefon beliau dan menjelaskan bahwa semua yang kebagian tiket hati nurani (begitu nama tiket yang diberikan secara cuma-cuma kepada peserta yang tidak mampu), mesti mengambil tiketnya di meja penerima tamu dengan hanya menyebutkan nama lengkapnya saja. Ingat, penerapan tiket hati nurani tidak ada di dalam acara apapun juga, hanya ada pada acara reuni kita, atas usul saya.
Beliau ini pun kemudian dengan nama marah dan menuduh saya akan membuatnya malu di depan banyak orang. Sayapun menjelaskan bahwa penerima tiket hati nurani memang tidak akan mendapatkan tiketnya melalui kurir, karena di dalam iuran tiket tersebut termasuk tiket untuk membiayai kurir. Dan juga dia enggan untuk memberikan alamat lengkapnya, jadi kemana pantia akan mengirimkan tiketnya?
Sebenarnya beliau juga bisa menitipkan tiketnya untuk diambil pada saya pada hari H. Seperti halnya beberapa teman di luar kota yang melakukannya, dan di tempat beliau-beliau ini mencari saya untuk mendapatkannya. Mudah saja kan?
Juga banyak teman yang tinggal di luar kota, berkeinginan mengambil tiket masing-masing di tempat, sehingga meringankan bebas panitia untuk mengirimkan tiket tersebut keluar kota. Di sini saya mau fair saja: Untuk diketahui, harga perangko memang murah, hanya tiga ribu rupiah saja untuk pengiriman keluar kota melalui Pos Indonesia. Namun juga tak boleh dilupakan, panitia masih mengalami kesulitan luar biasa kala itu untuk menggalang dana, sehingga kami mengapresiasi keinginan peserta untuk mendapatkan tiketnya di tempat.
Patut disayangkan sebenarnya dan saya berdoa, agar mereka diberi pengampunan karena mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat.
Terlebih, saya punya kenangan indah akan dukungan moril yang sangat besar dari seorang teman lama. Teman dari SD yang selalu menyabarkan saya ketika badai menerpa dalam bentuk hasutan dan adu domba yang telah dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap saya (yang syukurnya berita itu selalu sampai ke telinga saya dijembatani oleh teman-teman dekat saya).
Saya sendiri sangat heran, saya dan tim saya sudah bekerja keras membanting tulang mengorbankan waktu senggang, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk SMS, telefon dan internet dan tentunya menyumbangkan tenaga dengan tulus iklas serta mempertaruhkan kesehatan karena mesti lembur tanpa mengharapkan imbalan sepeserpun. Namun bukan dukungan yang saya/kami dapat tapi malah rintangan yang dibangun secara sistematis atas dasar rasa egois dari golongan tertentu.
Ingat sebagian dari panitia pada malam menjelang hari perayaan reuni masih berkumpul sampai dini hari di rumah salah satu dari panitia untuk mempersiapkan souvenir, sehingga mereka tampak kurang segar pada pagi harinya sewaktu acara berlangsung. Dan karena adanya kampanye hitam tersebut, kami dari panitia inti mesti mengadakan beberapa rapat darurat yang menyita waktu guna mencari solusinya. Mungkin dipikir kita dari panitia inti sudah santai dan kurang kerjaan sehingga harus membahas lagi hal-hal yang kurang penting di luar yang esensial.
Syukurlah setiap kali kampanye hitam itu datang dan menyebar, maka beliau ini selalu menghubungi saya dan minta saya sabar. Saya bertemu beliau terakhir kalinya di acara reuni tersebut dan saat ini beliau sudah almarhum dan tetap tinggal dalam kenangan saya. "Terima kasih kawan atas usahamu dan dukungan morilmu yang sangat berharga, aku sangat berterima kasih karenanya. Aku tidak mau sebut namamu di sini tapi membiarkannya hidup dalam sanubariku."
Kadang saya menjadi senang bila di kemudian hari ada yang mengatakan, bahwa beliau bertemu dengan salah satu teman yang telah meninggalkan kita terlebih dahulu terakhir kalinya di ajang reuni 2008 yang lalu. Tentu saja saya bukan senang karena teman kita itu sudah almarhum, namun kenyataan bahwa reuni 2008 itu telah memberikan kesempatan bagi kedua teman kita itu untuk saling bersua dan bertukar cerita, mungkin untuk kali yang terakhir.
Kita tak akan tahu apakah reuni 2008 kita yang lalu akan menjadi ajang perpisahan kekal dari kita dengan teman kita tertentu? Atau ajang perpisahan saya dengan kalian semua? Hanya Tuhan yang tahu. Yang jelas, mungkin kita ingat setelah reuni 2008 silam, kita telah kehilangan beberapa teman yang pergi meninggalkan kita terlebih dahulu. Saya sendiri senang telah menjadi bagian dari padanya.
Satu hal yang pasti di dunia yang fana ini adalah kenyataan bahwa kita semua akan mati. Yang jadi persoalan adalah tak seorangpun yang tahu kapan dia akan meninggal. Lebih sulit ditebak lagi, orang itu akan mati karena apa. Hidup seakan-akan hari ini adalah hari yang terakhir di dunia ini akan membuat kita menjadi orang yang rajin bersyukur. Bersyukur atas segalanya, setiap saat.
Teringat lagi padaku, bahwa atas kemurahan hati para sponsor, maka peserta reuni mendapatkan satu tas kenangan yang berisikan aneka barang sumbangan sponsor. Tentunya ada kejadian menarik di sini, ketika ada salah teman yang menegur saya dengan pernyataan bahwa dia merasa diperlakukan seperti korban bencana alam. Maklum saja isi dari tas belanja itu tak lain dan tak bukan seratus persen sumbangan para sponsor yang sangat kami hormati. Jadi bukan pihak panitia yang menentukan apa isi dari tas kenang-kenangan itu. Dan tas itu bisa berisi apa saja, tergantung kemurahan hati para sponsor kita. Setelah saya menjelaskan kepadanya, barulah dia mengerti dan nyengir kuda.
Akhir kata, saya teringat hal lucu dan menarik yang saya alami selama acara berlangsung. Ini cerita di balik layarnya. Ketika itu ada seorang teman telah memulai hidupnya di tanah kelahirannya, di Balikpapan dan beliau tengah melakukan pendekatan kepada seorang gadis (yang sekarang sudah menjadi istri dan ibu bagi kedua anak gadisnya). Karena di Balikpapan PLN sering melakukan pemadaman bergilir, maka saya suka menggoda calon istrinya kala itu agar dia mau mencoba belajar menyetrika pakaian dengan menggunakan setrika arang jaman kuno (yang masih mempunyai ujung berbentuk ayam-ayaman).Saya berargumentasi di Balikpapan orang masih wajib menggunakan setrika arang (yang tentunya hanya humor dari saya belaka). Nah apa yang terjadi kemudian, tak seorangpun akan dapat membayangkannya. Ketika undian berlangsung, beliau ini memenangkan hadiah sebuah setrika listrik!
Saya juga senang ketika seorang teman yang memenangkan hadiah door prize berupa sebuah handphone. Dia datang kepadaku suatu sore setelah reuni itu digelar dan mengutarakan rasa terima kasihnya karena dia memang berrencana memberi kado kepada anaknya berupa handphone dan kini dia tidak perlu bersusah payah membelinya. Saya katakan, memang betul saya yang menyerahkan hadiah tersebut kepadanya, namun yang mengundi kan bukan saya, tetapi teman yang lain.
Kenangan yang lebih indah tentunya saya rasakan ketika saya mendengar bahwa pemenang undian dari SSF (Surabaya Shopping Festival) yang diadakan untuk menyambut hari jadi kota Surabaya (dirayakan setiap tanggal 31 Mei) senilai seratus juta rupiah di tahun 2008 itu adalah adik dari seorang teman kita peserta reuni kita itu. Jadi ceritanya, ketika sang kakak berbelanja-ria di salah satu pusat perbelanjaan di kota buaya ini, sang adik menggunakan kartu kreditnya untuk membayarnya terlebih dahulu. Dan memang sudah nasib baik mereka, sang adik memenangkan hadiah utama tersebut.
5. Ringkasan rangkaian acara Reuni Akbar 2008
Mungkin ada baiknya juga aku berikan sekilas gambaran dari apa yang telah terjadi selama acara Reuni Akbar 2008 yang lalu, agar semua yang hadir dapat mengenang kembali rangkaian acaranya dan bagi yang kebetulan berhalangan datang kala itu dapat ikut membayangkannya.
Rangkaian acara di luar dari yang saya ulas sedikit di bagian "behind the scenes" tentunya dimulai dari acara misa syukur yang kita ikutkan dengan misa reguler di gereja Kelahiran Santa Perawan Maria di jalan kepanjen, tepat di sebelah sekolah kita dahulu. Mungkin banyak dari kita yang punya kenangan, semasa menjadi putra/putri altar bila sekolah kita merayakan misa kudus bersama-sama.
Nah misa syukur siang harinya itu adalah misa syukur yang terakhir seperti pada hari minggu biasa. Jujur tidak banyak teman kita yang hadir saat misa, mungkin dikarenakan kesibukan pribadi mempersiapkan diri guna menghadiri acara yang tidak kalah pentingnya bagi kita semua, yakni acara temu kangen sesama alumni.
Bila peserta mulai melangkah memasuki gedung ITC Megagrosir, maka peserta akan dengan mudah mendapatkan beberapa petunjuk arah yang diberikan oleh pihak management ITC berupa papan dengan tulisan "Reuni SMA Frateran". Bila kita mengikutinya, maka kita akan dengan mudah menemukan Hall 3A yang dimaksud dan jalan itu biasanya melalui lift.
Sesampainya di depan pintu masuk, sudah terpampang dengan jelas, ucapan selamat dan sukses atas berdirinya Ikatan Alumni kita dan perayaan Reuni kita yang disumbang oleh bapak Howard. Di sekitarnya peserta sudah dapat mengenali teman-teman lamanya, yang asik ngobrol di depan pintu. Bahkan rata-rata sudah mengenakan sticker dengan nama masing-masing seperti yang diberikan panitia penerima tamu sewaktu peserta menunjukkan kartu undangannya, guna dicocokkan dengan daftar nama yang telah disiapkan oleh panitia. Di meja itu juga peserta akan mengetaui bahwa akan diadakan undian "door prize".
Biasanya peserta akan segera mengenali ke empat teman kita yang bertugas di meja penerima tamu dari nama di sticker mereka masing-masing yakni ibu Belina, ibu Elly, bapak Hadi dan bapak Tjahyono. Seusai formalitas pendataan telah diselesaikan termasuk mingisi buku tamu, maka peserta akan diundang dengan ramah oleh bapak Tjahyono untuk membiarkan dirinya diambil gambarnya oleh fotografer yang telah disiapkan oleh panitia. Mulai dari titik ini, peserta bebas berkeliaran dan mencari teman, sobat dan sahabat lamanya masing-masing.
Biar agak terlambat dari jadwal yang ditentukan sebelumnya, acara saya buka selalu perwakilan dari panitia reuni, dan mengajak bapak Andre dari seksi Jakarta untuk memberikan kata sambutannya sebagai Ketua Ikatan Alumni. Kata sambutan berikutnya diberikan oleh ibu guru Maria, yang dahulu kita kenal sebagai guru sejarah kita. Ibu Maria ini adalah wakil kepala sekolah SMAK Frateran pada tahun 2008 itu.
Untuk menutup rangkaian sambutan ini, ibu Grace yang dulunya adalah ketua OSIS kita, dipersilahkan memulai acara itu dengan doa bersama. Selesai acara doa ini, maka kami mempersilahkan semua peserta reuni untuk bersantap siang bersama diiringi dengan sajian hiburan dari tim bapak Erwin.
Acara demi acara pun bergulir dengan lancarnya, dipandu oleh bapak Charles yang bersedia berperan sebagai MC yang kocak nan lucu. Ada acara polonaise dengan mantan guru, ada pula sumbangan suara dari teman-teman kita, terutama dari ibu Nancy yang spektakuler dan tentunya sajian lantunan duet dari bapak Charles dan ibu Grace dengan tembang lama yang berjudul "Kemesraan".
Sungguh membahagiakan melihat para mantan guru kita menyimak dan membaca tulisan dari beberapa teman alumni yang dimuat dalam buletin Chrono kita. Bila kita kenang, dahulu kitalah yang membaca apa yang mereka tulis, kecuali waktu ulangan. Namun 19 tahun kemudian, merekalah yang membaca apa yang kita tulis di sana, misalkan tentang ucapan terima kasih dari pihak koordinator reuni kepada anggota panitia yang lainnya, kenang-kenangan yang ditulis oleh alumni kita dan beberapa info yang berguna.
Di tengah kebersamaan kita saat itu, saya sempat ditegur salah seorang teman, karena para alumni terkesan mengesampingkan para mantan guru yang hadir. Sayapun meminta dengan segala hormat pengertiannya. Memang di setiap acara reunian seperti ini, bila mantan guru hadir pasti terjadi hal seperti itu. Jadi terkesan para alumni asik bergaul dan berbincang-bincang dengan sesamanya. Dan terkesan para mantan guru dibiarkan begitu saja.
Tak heran bila banyak angkatan yang lain berreuni tanpa mengundang mantan gurunya. Ada banyak pertimbangan dalam hal seperti ini yang telah saya bicarakan di dalam banyak rapat maupun pembicaraan pribadi dengan banyak orang. Terkadang lebih baik tidak mengundang mereka daripada mengundang mereka dan membiarkan mereka tersingkirkan oleh kegembiraan yang dialami para alumni. Pikiran saya melayang dan mata saya mencari-cari alumni-alumni tertentu yang bersikeras mengundang para mantan guru. Tertlihat tak satupun dari mereka yang sedang berbicara dengan mantan guru. Sungguh tragis.
Saya sendiri sudah berusaha maksimal untuk mengajak mereka berbicara dan bertukar cerita, terlebih karena saya sudah menelefon mereka pribadi guna mengundangnya. Namun kesibukkan saya di belakang layar tidaklah diketahui oleh banyak orang. Bukan peserta saja yang ingin bertegur sapa satu dengan yang lain, namun saya sebagai koordinatornya sebenarnya juga mempunyai hak yang sama. Tapi keterbatasan waktu yang saya punyai selama reuni berlangsung, memaksa saya untuk melupakan hal yang satu ini dan berharap suatu hari kelak, saya bisa mengulangnya.
Tentang konsumsi yang disediakan oleh panitia, untungnya tak ada komentar yang kurang sedap. Hanya ada satu teman yang mengeluhkan kualitas ikan goreng tepungnya yang dinilai agak terlalu keras. Dan ini membuat saya mencoba ikan tersebut namun tidak dapat memastikan bahwa ikan tersebut terlalu lama digoreng hingga terkesan keras. Setiap orang kan mempunyai lidah perasa dan selera sendiri-sendiri.
Tak terasa acara itu sudah bergulir dua jam lamanya dan kita memasuki akhir dari susunan acara dengan pengundian "door prize" dan pembagian cendera mata untuk para mantan guru. Seluruh kegiatan inipun ditutup dengan acara foto bersama per kelas dengan mantan guru wali kelas. Dan tak terasa acara singkat inipun selesai.
Di sini lain, para anak-anak dari alumni kita, sempat dihibur hampir tiga jam lamanya oleh ketiga badut di salah satu sudut ruangan yang memang kami sediakan untuk itu. Para anak-anak itupun duduk dengan santai dan memperhatikan tingkah laku kocak dari para badut itu, Dan lucunya ada badut yang berdandan seperti joker nya salah satu restoran ayam goreng tepung cepat saji. Bila saya ingat lagi, sebenarnya ada banyak anak seusia mereka yang takut kalau harus bertemu dengan badut. Syukurlah ternyata para badut ulang tahun ini berhasil menunaikan misinya dengan baik. Dan sayapun tak lupa menjabat tangan mereka masing-masing dan berterima kasih atas nama panitia reuni.
Selama acara dihidangkan aneka macam hidangan yang disajikan oleh catering yang dipesan oleh bagian konsumsi dengan ibu Feny sebagai koordinatornya. Tersedia nasi putih, nasi goreng, mie goreng, ikan goreng tepung, masakan sapi dan ayam yang semuanya adalah halal (mengingat ada teman kita yang tidak makan hidangan non halal) sampai dengan es puter yang legendaris itu. Dengan keberadaan tim yang komplet dari pihak catering, acara santap siang bersama ini dapat berlangsung dengan lancar. Dan pada akhirnya, sayapun berkeliling mengucapkan terima kasih kepada para petugas catering tersebut dan mengapresiasi hasil karya mereka.
Di akhir acara saya sendiri (yang masih menemani pihak management ITC perihal serah terima gedung dan hal kebersihan kala itu) sempat dicari oleh bapak Yadi, yang mengucapkan banyak terima kasih atas undangannya. Saya terharu, karena beliau dan beberapa mantan guru sudah menyampaikan rasa terima kasihnya kepada saya ketika saya menghubungi mereka maupun pada saat mereka menerima undangan dari kurir kita.
Satu per satu para peserta acara berjalan meninggalkan ruangan (saya harap) dengan rasa syukur dan hati senang setelah mampir kembali ke meja penerima tamu guna mendapatkan tas ajaib yang berisikan aneka sumbangan sponsor.
Acara reuni digedung terakhir ditutup dengan berpindah tempat kembali ke SMAK Frateran, dimana para alumni kita yang masih penuh perutnya mesti berjuang bertanding basket melawan tim siswa SMAK Frateran. Dan tentunya bisa dimaklumi bila tim alumni kita keok namun memberikan kesan, bahwa Ikatan Alumni kita tidak membiarkan tali kenangan dengan alma mater kita terputus selepas kita semua meninggalkan sekolah kita itu.
Dari seorang yang saya tugaskan untuk menghitung jumlah peserta di dalam ruangan tersebut, saya mendapatkan angka lebih dari 500 orang. Namun angka juga termasuk para pegawai catering, pihak sekuriti, management ITC, para tim badut, tim musisi, mantan guru dan keluarganya, alumni dan pasangannya dan seluruh anak-anak yang hadir di tempat tersebut.
Begitulah sekilas kenangan dari saya terhadap reuni tahun 2008 yang lalu. Harap maklum juga bila ada hal yang terlupakan, karena tulisan ini dibuat lebih dari lima tahun setelahnya.
Oremus pro invicem - marilah kita saling mendoakan dan berharap kita dapat bertemu kembali di lain hari, Tuhan memberkati.
6. Ucapan Terima Kasih:
Dukungan-dukungan banyak saya pribadi dapatkan dari teman-teman dekat saya, seperti ibu Belina dan ibu Elly yang merupakan penyemangat pribadi saya dan yang telah merelakan waktu mereka (bersama bapak Tjahyono dan bapak Hadi) untuk menjadi penerima tamu terbaik sepanjang masa. Untuk itu terima kasih banyak.
Juga rasa terima kasih yang mendalam untuk bapak Evendy, bapak Jimmy, bapak Hadi, bapak Aryo, bapak Oey SeLiep, bapak Nanang, bapak Taswin dan masih banyak teman lagi (di luar seorang teman setia yang telah meninggalkan kita) yang setia mendukung saya melewati banyak rintangan.
Ucapan banyak terima kasih melayang kepada bapak Howard (rekan seperjuangan semasa pertandingan catur membela SMAK Frateran) untuk backdropnya dan tentunya bapak Tjahyono teman saya dari SMP yang sangat membantu dalam bidang fotografi, penerimaan tamu dan penyediaan souvenir.
Untuk penyediaan kartu undangan saya ingin berterima kasih kepada bapak Harto yang telah memberikan banyak ide dan masukkan berkenaan dengan itu semua, dan juga dukungan dalam mencari rekan-rekan lama.
Ibu Juni juga saya berikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuannya memburu teman-teman lama, teman-teman yang terlupakan, teman-teman yang dalam kesusahan dan sebagai penghubung dengan ibu Leidy kurir kita.
Ibu Lingnawati yang juga saya kenal sejak SMP, ingin saya bagi ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk urusan cetak mencetak.
Ibu Grace Siahaan juga saya bagikan terima kasihnya atas pidato sambutannya.
Bapak Erwin dan timnya saya ucapkan terima kasih untuk penyediaan sound system dan segala perlengkapan hiburannya.
Bapak Charles juga kebagian beribu ucapan terima kasih atas kesediaannya untuk memimpin acara.
Bapak Bagio, bapak Tono, bapak Andre dan ibu Lie Bing terima kasih juga untuk hasil jepretan foto reuninya.
Saya berterima kasih kepada bapak Andre untuk pidato sambutan mewakili Ikatan Alumni kita dan foto-foto reuni dan pertandingan basketnya yang telah dimuat dalam foto album mailing list kita dan tentunya ibu Sri terbagi ucapan terima kasih yang sama untuk pengelolaan mailing list kita sejak puluhan tahun.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan kepada bapak Tagor Yugio yang telah mengkomposisi himne untuk Ikatan Alumni SMAFRA 89 kita ini. Maafkan saya dan kami semua dari panitia karena lalai mengumandangkannya bersama-sama.
Tak terlupakan kenangan manis yang dialami oleh para anak-anak dari para alumni yang boleh hadir menyertai orang tuanya dan mendapatkan hiburan segar, lucu dan menarik dari para badut yang sengaja diundang untuk turut meramaikan Pojok Anak-Anak reuni kita itu. Untuk itu, sangat spesial di sini saya ucapkan terima kasih yang tak ternilai harganya kepada teman baik saya, ibu Citra Sari Dewi yang telah meringankan beban saya dan berhasil bernegosiasi dengan badut. Saya bayangkan betapa sulitnya bila saya yang tidak lucu ini mesti bernegosiasi dengan badut kawakan yang lucu nan menggemaskan tersebut.
Pada akhirnya saya mengucapkan terima kasih dengan segala rasa hormat dan kagum saya kepada teman saya yang sangat dapat diandalkan, ibu Maria Enjelin dan keluarga yang telah rela memberikan segalanya, sungguh segalanya termasuk duduk berlama-lama di ruang Tata Usaha, demi kesuksesan reuni kita tahun 2008 lalu. Tugas beliau kala itu sungguh berat, bahkan lebih berat dari tugas saya. Beliau berhasil mengorganisir hal yang tampak awalnya mustahil menjadi riil. Hal yang sukar menjadi sedikit lebih sukar. Kepercayaan yang saya berikan kepada ibu Maria Enjelin, berhasil diwujudkan dalam bentuk perayaan reuni yang nyata. Sungguh luar biasa!
Tak lupa saya ucapkan rasa hormat dan terima kasih saya kepada semua donatur yang rela memberikan sumbangan demi kelangsungan reuni tahun 2008 lalu. Saya tidak dapat memberikan nama para donatur kita tersebut di sini karena adanya perjanjian untuk merahasiakan identitas penyumbang.
Terima kasih pula kepada semua anggota panitia yang tidak saya sebutkan disini satu persatu (karena yang saya sebutkan dengan nama adalah yang bekerja dengan sangat luar biasa), terima kasih untuk kerja keras kalian.
Dan diluar dari pada itu, mungkin kita semua masih ingat dalam benak kita: Kita telah melakukan pertandingan basket persahabatan dengan siswa aktif SMAK Frateran yang didukung alumni SMAK Frateran lulusan 1992 (dengan bantuan besar dari ibu Swandi Rahayu yang tidak lain dan tidak bukan adalah adik kandung dari teman kita Harto Ongkowijoyo) dan tentunya seijin dari pembina OSIS dan basket kala itu, bapak Catur yang terhormat dan dari ketua OSIS kala itu bapak Dimas (beliau lulus dari SMAK Frateran tahun 2009 silam). Untuk itu saya ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya dengan artikel ini.
Terima kasih yang besar juga untuk para pemain tim basket kita, seperti bapak Taswin, bapak Danny, bapak Charles, bapak Herman, bapak Ming, bapak Valentino, bapak Tungka almarhum bapak Jonathan dan semua penonton di lapangan.
Akir kata di sini, permintaan maaf yang sebesar-besarnya saya tujukan juga kepada para alumni yang tidak berhasil kami cari, karena alamat yang berbeda dari daftar yang kami dapat dari pihak Tata Usaha sekolah, pindah kota, maupun pindah negara, sehingga mereka terhalang ataupun tidak mendengar tentang reuni tersebut. Namun saya pastikan bahwa dalam tujuh bulan waktu itu, kami sungguh telah berusaha mencari lokasi keberadaan kalian setelah berpisah 19 tahun lamanya. Dan tak bisa saya ingkari kalau mencari jejak setiap dari kita sangat sulit.
Juga bila saya terkesan marah atau emosi, saya mohon maaf dan memohon maklum saja, karena saya bekerja dengan tulus iklas melampaui segala halang rintang dan mengorbankan segalanya tanpa pamrih untuk kesuksesan acara tersebut. Saya manusia biasa yang kenal capek, lelah dan emosi bila pekerjaan yang sulit dibuat lebih sulit oleh yang lain. Bila saya dituntut lebih sabar, saya rasa saya sudah cukup bersabar.
Bahkan di alkitab saja tertulis Matius 21:12-13, Yesus bisa marah dan memporak-porandakan dagangan para pedagang yang berjualan di sinagoga, dengan tuduhan para pedagang tersebut mengotori rumah Bapanya. Padahal bila kita pikir lebih dalam, dengan mencerai-beraikan barang dagangan itu, bukannya Yesus sendiri ikut mengotori sinagoga itu? Hal ini menunjukkan sifat kemanusiaan Yesus dan saya kebetulan juga dari spesies yang sama: manusia.
Ada banyak hal yang tidak saya ceritakan disini, karena saya rasa cukup saya dan beberapa orang tertentu saja yang boleh tahu sebenarnya. Tidak semuanya untuk konsumsi publik. Saya rasa ulasan saya disini cukup singkat, padat dan semoga bermanfaat untuk melirik ke belakang layar penyelenggaraan reuni tersebut.
Apabila kita mendengar bahwa kerja keras panitia tidak banyak diapresiasi oleh pesertanya, maka ada satu hal yang akan menguatkan kita semua, yaitu cerita di Alkitab Lukas 17:11-19 tentang Yesus yang menyembuhkan sepuluh orang sakit kusta di perbatasan Galilea dan Samaria. Dan dari ke sepuluh orang tersebut hanya seorang Samaria yang kembali kepada Yesus dan mengucapkan syukur. Lalu kemana yang sembilan orang lainnya? Rupanya jaman dahulu orang sudah terbiasa lupa mengucapkan terima kasih.
Kesan capek dan penat masih dirasakan oleh yang mengorganisir acara ini beberapa bulan setelahnya (sehingga saya masih saja mendengar ada yang bilang kepada saya bahwa beliau tidak bersedia lagi ambil bagian dalam reuni yang berikutnya sebagai panitia), namun kenangan indah pastilah kembali muncul di benak kita, bila kita membalik-balik foto album dari gambar yang diambil pada saat itu. Itulah hasil karya kita semua, sebuah reuni yang sukses, sangat sukses malah. Dan foto-foto reuni ini sudah ditayangkan sebagian oleh webmaster kita di website frateran89.org dan juga oleh admin kita di mailing list yahoogroups kita.
Dan untuk semuanya, walau berjuta kenangan baik masih kita miliki, ijinkanlah saya disini mengekspresikan rasa terima kasih yang mendalam kepada ratusan peserta reuni 2008 dan keluarganya. Terima kasih atas kesediaan kalian untuk ikut memeriahkan reuni kita tersebut.
Terima kasih untuk reuni yang indah itu. Dan marilah kita melangkah lebih lanjut dan mensukseskan Reuni Perak kita di tahun 2014 mendatang, bila memang Tuhan mengijinkan.
Untuk Panitia Reuni 2008, terima kasih banyak,
Petrus Subandono