Yup, tak terasa udah akhir pekan lagi. Kerjaan rutin di akhir pekan menunggu, seperti yang sudah kulalui sejak lebih dari dua puluh taon berselang. Dan akhir minggu adalah waktu yang tepat untuk mencari berita termuktahir tentang apa saja, karena biasanya orang pergi kencan dan tidak nongkrongi internet.
Betolnya asik sih, menyisir surat kabar online, hanya bedanya hanya berita lokalnya. Bila di luar sana surat kabarnya banyak mengulas berita internasionalnya dan sport, di sini malahan banyak cerita tentang kasus dan skandal yang tak ada ujung pangkalnya.
Yah, aku jadi ingat satu kasus pertengkaran antara sebuah yayasan dan rektor sebuah perguruan tinggi yang diulas di salah satu media cetak di kotaku. Berita itu aku ikuti dengan minat, karena pak RT ku adalah mantan rektor dari perguruan tinggi itu dan dia pernah menawari aku kerjaan sebagai dosen disana. Namun setelah satu minggu kucermati, beritanya tidak dilanjutkan lagi. Sungguh menyebalkan, karena buat penasaran aja.
Itu contoh dari moral pemberitaan di negara ini, kalo kasi berita itu sering kali dimuat tidak lengkap, atau kadang kala malah bisa menyesatkan, seperti yang terjadi dalam kasus cicak lawan buaya beberapa waktu lalu.
Belajar dari pengalaman cari berita di media cetak tersebut, aku akhirnya beralih ke media elektronik. Beda sekali cakupan beritanya, karena di media elektronik terdapat banyak wartawan yang bekerja tanpa tergantung tempat. Dan mereka ditarget untuk memberikan update tentang berita apa saja, tidak peduli itu ditulis oleh mereka sendiri atau hanya sekedar menerjemahkan dari muatan di media elektronik laen.
Karena itu, aku masi mengandalkan berita online sampai hari ini. Namun tajuk rencananya masi tetap sama di semua surat kabar. Mafia hukum. Ya itulah tema yang memenuhi halaman pertama disemua surat kabar di negara ini, tidak peduli media cetak ataupun elektronik. Satu-satunya jalan agar kita tidak mendengar berita tentang hal tersebut, adalah mendengarkan berita di radio, yang sebagian besar tentang events yang sedang dan akan diselenggarakan di kota ini.
Nah ya, mafia hukum itu ternyata tidak hanya disangkakan ke polisi sebagai penyidik atau jaksa sebagai penuntut umum yang bertugas sebagai penentu arah di depan peradilan, namun seperti yang disebut dalam beberapa artikel dan pembicaraan dengan banyak orang ahli, ternyata juga sudah merambah ke tingkat hakim.
Aku sih tidak heran, karena kata orang kan, bila ingin cepat kaya, maka orang harus kuliah hukum dan kemudian menjadi hakim. Dan untuk mendukung hal itu, hakim sendiri diartikan sebagai singkatan dari ‘Hubungi Aku Kalo Ingin Menang’. Nah lho?
Aku sendiri sih, tidak memilih kuliah di bidang sosial seperti itu, namun minat ku lebih ke arah bidang eksakta. Tentunya bila kita punya minat dibidang tertentu, maka itu harus dipupuk sampai bagus. Karena ilmu yang sepotong-potong kurang berguna, menurutku. Makanya ada pepatah yang mengatakan, ‘tuntutlah ilmu sampai ke negeri Eropa’. Dan itu telah aku lakukan.
Tentunya belajar ilmu eksakta bukan hanya untuk mampu menjabarkan persamaan seperti (A-AH)(DI/CosA)(1X)(-TA)(2X), namun juga mampu menginterpretasikannya dengan benar. Coba saja kalo memang mampu, persamaan tersebut diinterpretasikan, hehehe…
Nah ya, begitulah hidup. Tapi kadang kala, tidak semua orang mempunyai kesempatan untuk menuntut ilmu tinggi-tinggi. Namun yang terpenting ya semua orang harus melihat gimana caranya mencari nafkah untuk hidup, karena hidup ini kejam.
Barusan tadi aku bertemu dengan seseorang yang mendapatkan santunan sepuluh ribu rupiah perhari selama seumur hidup dari salah pabrik minuman bersoda. Ketika aku tanya dia, gimana caranya, dijawabnya dengan ringan ‘Bapak kumpulkan sepuluh tutup botol nya dan dipaku pada kayu. Goyangkan dan bernyanyilah di lampu merah.’
Aha, ternyata begitu caranya. Kebetulan di kotaku ini mengemis dan mengamen masi diperkenankan. Beda dengan di Daerah Khusus Ibukota, dimana pemerintah provinsinya telah mengeluarkan peraturan daerah nomer 8 taon 2007 tentang TiBuM (Ketertiban Umum) yang telah disetujui oleh DPRD tingkat I provinsi DKI pada tanggal 10 September 2007.
Isinya pada dasarnya melarang orang mengemis, mengamen di perempatan jalan di jalan umum, juga tindakan seperti mengelap mobil dll dilarang. Dan bukan hanya pelaku, namun pemberi uang pun dapat diseret ke pengadilan dan dikenai denda. Bahkan kalo aku tidak salah baca, hukuman terberatnya itu bisa mencapai dua juta rupiah.
Perda ini sudah berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008, walaupun masi menuang kritik dari pihak pengamat hak azasi manusia dan menurut KomNas Hak Azasi Manusia (HAM), perda tersebut mengabaikan hak azasi manusia (UU 39/1999) dan melanggar beberapa ketetapan MPR dan aturan UU 11/2005 (Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) serta UU 12/2005 (Hak-hak Sipil dan Politik).
Tapi aku tidak mengikuti lebih lanjut tentang perdebatan ini, dan yang jelas perda 8/2007 itu masi berlaku hingga hari ini.
Kadang aku ada rasa prihatin nya dengan mereka-mereka 'kaum tidak punya' ini. Bahkan pernah terpikir, bila aku bole menjadi orang yang kaya, pasti nanti aku akan buat perumahan susun untuk orang-orang seperti itu, dan mereka bole bekerja di sebuah perusahaan yang kubangun untuk mereka. Agar mereka bisa berkarya dan pada akhirnya dapat hidup dengan layak, mempunyai keturunan dan hidup bahagia. Maklum sajalah, kan pemerintah masi kurang akal bila diminta mengatasi masalah pengangguran. Beda bila pemerintahnya itu aku, hehehe.. maklum, ide aku punya banyak. Tapi aku tidak sedang duduk di pemerintahan.
Tapi kadang kala, pengamen itu bisa menjengkelkan. Bila kita tidak mau memberi mereka uang, mereka suka marah-marah dan memaki-maki. Aneh juga, padahal di kompleks ku ada tertulis bahwa ‘pengamen dan pemulung dilarang masuk’. Tapi karena satpam-satpamnya tidak tertib semua, maka mereka masi bisa masuk dan mengunjungi satu rumah ke rumah laen. Mungkin itu teknik ‘door-to-door marketing’ mereka.
Bicara masalah emosi, aku ini orang yang bisa marah. Dan aku tidak sungkan untuk mengeskpresikan kalo aku lagi marah atau segala bentuk emosi yang laen. Karena aku ingat pesan psikologis yang penting yang dapat diterapkan dalam hidup kita, agar kehidupan kita jadi berimbang, yaitu
Bila kamu marah, keluarkanlah kemarahanmu.
Bila kamu sedih, keluarkanlah kesedihanmu.
Bila kamu benci, keluarkanlah kebencianmu.
Tapi hal ini tentunya tidak aku lakukan bila aku malu.. karena malah malu-maluin nanti.
Oke deh, tiap hari pasti akan ada ceritanya sendiri, cukup untuk saat ini, walau jari jemariku ingin mengetik lebih banyak lagi, hari esok kan masi menunggu, dan kuyakin hari esok masi milik kita.. selamat berakhir pekan.