Wah tanpa terasa rumah yang kutempati ini sudah seperti bangunan yang mau rubuh nih, cat nya sudah mengelupas dan kayunya rusak dimana-mana kena makan cuaca dan kena makan segala hewan yang poop di sini.
Ditambah lagi karena ramalan dari si orang pinter yang pernah kuulas beberapa waktu lalu, rumahku ini kalo banjir bandang nyumber. Makanya kondisi tembok juga rupanya mulai memprihatinkan. Oleh karena itu kami sedia juga perahu karet dan sepatu boot dan bukan hanya es teh manis dan cendol.
Tapi jujur aja, untuk memperbaikinyapun kita udah malas, paling bagus diambrukin aja, dibakar dan bangun baru. Mana tetanggaku pada pindah semua lagi, karena merekapun mengalami banjir kalo pas bulan purnama dan hujan lebat. Dan akhir-akhir ini hujan turun dengan sangat lebat. Sehingga status siagapun diberlakukan di tempatku.
Aku jadi ingat pada suatu peristiwa di awal taon 2008, di mana kotaku termasuk rumahku tenggelam karena banjir yang disebabkan oleh hujan deras yang tidak diantisipasi oleh pemerintah kotanya. Alhasil aku liat tuh tampang walikotanya muncul di televisi minta maap beberapa hari kemudian. Dia mengakui pihaknya tidak mengantisipasi hujan itu, sehingga satu kota tergenang air selama beberapa jam. Maklum juga kotaku ini letaknya dibawah permukaan laut, dan itu dapat diperhatikan dengan tidak jalannya aliran dalam selokan. Tentunya beda sekali dengan aliran dari bailout nya bank Century yang cepat mengalir.
Udah gitu, pertengahan taon ini kan akan diselenggarakan pemilihan pimpinan daerah, itu orang tidak tau malu dan ingin mencalonkan diri untuk ketiga kalinya. Tiga kali? Iya, mana bole? Kan aturan maennya hanya dua kali saja. Orang begopun tau. Kok kesannya dia itu seperti orang tidak ada kerjaan saja. Atau desas desus yang saat ini sedang santer beredar dari satu warung kopi ke kedai nasi di sekitarku itu benar? Katanya orang menginginkan itu orang tetap jadi walikota, agar korupsi makin sip?
Nah udah gitu, si dia ini tidak kurang akal, tidak bole mencalonkan diri jadi walikota, dia mencalonkan diri jadi wakil walikota. Alamak ! Jelas nanti aku tidak mau pilih dia. Tapi itu juga tergantung apa aku dapat kartu suara, karena biasanya kartu suarakupun ikutan dikorupsi seperti yang selalu terjadi selama ini.
Sebetolnya dulu tidak banjir, hanya karena sejak pertengahan taon 2007 silam, pemerintah kota memberikan titah untuk meninggikan jalan raya di depan rumahku antara 35 sampai 50 cm, maka rumah-rumah pendudukpun jadi tenggelam.
Kembali ke kondisi rumahku yang memprihatinkan ini, kadang kalo ada kerusakan kecil aku betulin sendiri, tapi renovasi besar-besar aku tidak mau lakukan. Bayangkan bila rumah di cat, pasti deh baunya sampai kemana-mana dan itu berhari-hari. Daripada aku musti ngungsi ke losmen terdekat (dan dekat rumahku ada losmen 'Hepi Berdua'), aku memilih lebih baek dibiarin aja, sampai aku keluar dari sini. Toh itu tidak lama lagi.
Nah barusan ini ada beberapa perbaekan kecil yang aku harus lakukan berkenaan dengan kawat nyamuk. Itu kadang pakunya kecil-kecil bisa lepas sendiri. Dan untuk itu aku pergi ke sebuah toko alat bangunan yang dekat rumahku.
Aku ini beruntung, semua ada di dekatku. Mulai dari instansi pemerintah dan sekolah, supermarket dan tukang tambal ban karet, toko dan ruko, penjual fesfut dan pusat pelatihan tari perut, tempat kursus dan panti pijat plus plus, penjual pulsa dan penjaja pizza, rumah makan dan ahli khitan, tukang pangkas rambut dan pengusaha mesin bubut, puskesmas dan pedagang ikan mas, pengusaha madu dan toko buku, dokter dan halte komuter, sampai kepada ahli gizi dan perguruan tinggi, semua dapat diraih dalam tempo maksimal 10 menit. Bayangkan !
Sesampainya disana, aku segera membeli paku kecil untuk keperluan reparasi tersebut. Dari perhitunganku cukup beli 200 gram saja, kan itu sudah banyak. Maklum di sini kalo beli paku itu di kilo seperti beli beras saja. Berikut ini pembicaraanku dengan pelayannya:
Aku : Tolong mas, pakunya 200 gram..
Pelayan : Dibungkus ya…?
Aku yang terkejut : hah? enggak, makan di sini aja..