Terinspirasi oleh rame-rame membongkar sindikat di tubuh penegak hukum, aku jadi teringat pada tembang nya grup reggae ‘The Panas Dalam’ yang berjudul ‘Segelas Kopi'.
Seperti kebanyakan lirik dari tembang yang bercorak reggae, tembang inipun berisi pesan kritik sederhana. Kepada siapa? Ya udah jelaslah. Karena entah kenapa kok aku jadi lebih bersimpati pada ‘wong cilik’, mungkin juga karena pengalamanku jadi ‘wong cilik’ selama hidup diperantauan belasan taon dan sepak terjangku bersama ‘amnesty international’ selama lebih dari satu dekade itu yang telah mengubah sudut padangku. Bole jadi kan?
Membahas tentang kopi dan mendengarkan lantunan tembang gokil ‘Segelas Kopi’, aku jadi ikutan membuat kopi nih. Sambil membayangkan aku jadi advokat nya ‘wong cilik’ di masa depan, rasanya kok mungkin aja. Wah jadi teringat pada almarhum Yap Thiam Hien nih.
Yap Thiam Hien adalah pejuang hak azasi manusia di Indo, yang lahir di Koeta Radja, Aceh dan meninggal di Brusel, Belgia, 25 April 1989 pada usianya yang ke 75 tahun. Dia adalah pengacara yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM).
Ada kalanya orang tidak tau kalo YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) yang dulunya disebut LBH (Lembaga Bantuan Hukum) itu didirikan oleh kongres Persatuan Advokast Indonesia (Peradin) ke III tahun 1969 dan Yap Thiam Hien adalah salah satu pendirinya. YLBHI ini sejak 25 April 2007 diketuai oleh Toeti Herati Rooseno menggantikan Adnan Buyung Nasution.
Sudah luar biasa berani sepak terjang dari Yap Thiam Hien di bumi pertiwi ini, terutama selama era Bung Karno. Beliau pernah menulis artikel yang mengimbau presiden agar membebaskan sejumlah tahanan politik, seperti Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Mochtar Lubis, Subadio, Syahrir, dan Princen.
Begitu pula ketika Peristiwa G30S, Yap Thiam Hien, yang dikenal sebagai pribadi yang antikomunis, juga berani membela para tersangka G30S seperti Abdul Latief, Asep Suryawan, dan Oei Tjoe Tat. Yap Thiam Hien bersama H.J.C Princen, Aisyah Aminy, Dr Halim, Wiratmo Sukito, dan Dr Tambunan yang tergabung dalam LPHAM (Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia) yang mereka dirikan 29 April 1966 dan sekaligus mewakili ‘amnesty international’ di Indo, meminta supaya para tahanan politik PKI dibebaskan. Sayang nya orang jaman sekarang sudah melupakan LPHAM ini, namun untung masi tergantikan oleh KomNas HAM.
Mungkin juga orang masa kini hanya mengenalnya dengan nama Yap Thiam Hien Award. Penghargaan ini diberikan setiap taonnya pada tanggal 10 Desember oleh ‘Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia’ kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan hak asasi manusia di Indo.
Sebagai tambahan info, Yap Thiam Hien Award ini diberikan taon lalu kepada Pastor Yohanes Jonga, Pr yang lahir di Nunur, Flores dan sekarang berusia umur 51 tahun. Pastor Yohanes adalah seorang pastor dan aktivis HAM di Papua.
Catatan: tambahan ‘Pr’ di belakang nama Pastor Yohanes itu dalam bahasa Indo disebut Projo/Praja dan dalam bahasa sononya, ‘Pr’ itu berasal dari kata "Presbyter" yg berarti imam dari gereja katholik.
Imam Projo ini adalah imam yang yang tergabung dalam suatu wilayah geografis yang disebut keuskupan. Para imam diosesan berada di bawah kepemimpinan seorang uskup. Mereka ditahbiskan untuk melayani umat dalam wilayah keuskupan, biasanya mereka ditempatkan di suatu daerah tertentu yang disebut paroki. Bekerjasama dengan Bapa Uskup, para imam diosesan melayani kebutuhan rohani umat dan mewartakan Injil di wilayah tersebut. Selain kata “Projo”, imam diosesan seringkali disebut juga sebagai imam sekuler atau pegawai keuskupan. Kemungkinan istilah ini lahir ketika Gereja amat mengagungkan cara hidup membiara.
Imam diosesan yang hidupnya menyatu dengan umat secara langsung disebut sebagai imam sekuler. Karena kata “sekuler” itu sendiri berarti “duniawi” memperlihatkan bagaimana kehidupan imam diosesan yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat (bercorak duniawi). Dan juga hal itu dikarenakan imam diosesan atau "projo" ini boleh memiliki pendapatan atau harta pribadi, karena tidak terikat oleh kaul kemiskinan.
Hal ini berbeda dengan imam laen yang tergabung dalam suatu ordo atau kongregasi, karena mereka biasa hidup dengan cara membiara (terikat pada komunitas mereka) dan sering terikat janji/kaul kemiskinan, jadi mereka sering juga disebut sebagai kaum religius. Karya pelayanan imamat mereka adalah seluas misi komunitas religius (jadi tidak terikat pada tempat) dan sesuai dengan dengan ‘Spiritualitas’ dan ‘Misi’ komunitas religiusnya. Kekuatan hukum dari keberadaan Ordo/Konggregasi ini terletak pada kitab Hukum Canon Gereja Katholik nomor 573 sampai dengan 709 dalam Buku 2, Bagian 3.
Beda lagi dengan komunitas kaum apostolik yang diatur oleh pada kitab Hukum Canon Gereja Katholik nomor 731 sampai 746. Komunitas ini memiliki status khusus karena anggota-anggotanya, meskipun hidup seperti layaknya kaum religius, tidak menyatakan kaul religius. Contohnya antara lain, komunitas Bapa Maryknoll, Oratorian Santo Philip Neri, kaum Paulus dan Sulpisian.
Ya, ya, pasti ada yang tanya padaku, darimana aku tau tentang itu. Bole dibilang dalam salah satu masa dalam hidupku, sempat aku memilih sebuah ordo, yaitu SVD (Societas Verbi Divini atau Serikat Sabda Allah) yang sangat dikenal dengan misinya, Divine Word Missionaries. Namun mungkin belon jadi panggilan hidupku kala itu, karenanya aku tidak meneruskannya.
Hmm, kok kopiku terasa sedikit kurang manis ya? Tadi aku sempat cari tambahan gula, walaupun tidak mendukung upaya dietku. Namun tidak ketemu. Wah jadi ingat pada ponakanku nih, andai kutanya dia, ‘dimana ada gula’ pasti dijawabnya ‘disitu ada semut’.
Ah, cape ah, dari tadi ceritanya kok serius melulu. Aku joget reggae dulu aja sebelon keluar doa malam sebentar, sambil diiringi oleh tembang gokilnya ‘The Panas Dalam’. Wah jadi teringat banyolan lama nih. Ini aku tulis lagi disini:
Seorang pelayan restoran yang rada gokil menyuguhkan secangkir kopi panas kepada seorang tamunya tanpa sendok untuk mengaduk kopi tersebut. Untuk menyindir kelalaian si pelayan, tamu tersebut berkata, ‘Kopi ini panas banget … kalo kuaduk dengan jariku, pasti akan melepuh.’
Sang pelayan lalu kembali ke dalam dapur. Tidak lama berselang dia keluar dengan membawa satu cangkir kopi lagi sambil berujar, “Coba yang ini, Pak, semoga tidak terlalu panas untuk jari Bapak!”
Bangun pagi setiap hari
Segelas kopi siap tersaji
Bersama sama kita nikmati
Ada apa hari ini
Ada api membakar hati
Rakyat sendiri ditembak mati
Teman teman sedang aksi turun ke jalan
Tuan tuan sedang asik mencuci tangan
Apa kabar hari ini
Kurang ajar segelas kopi
Diminum habis teman sendiri
Teman teman sedang aksi turun ke jalan
Tuan tuan sedang asik mencuci tangan
Reformasi gerakan layu sebelum berkembang
Demonstrasi nyanyian ratap di musim penghujan
Demokrasi lala lalalala lalala
Revolusi yaya yayaya yayaya