Cerita singkatnya aku ditanya temanku. Hape seperti apa yang menjadi favoritku. Jawabanku cukup mudah, yang ada layar sentuhnya dan bila ada yang ada keypad nya juga, atau istilah nya model hybrid gitu.
Alasannya juga cukup mudah, ‘sekali touchscreen tetap touchscreen’. Nah memang gitu sih. Buatku sendiri tidak mutlak untuk mempunyai tombol qwerty di hape, karena biar bagaimanapun juga itu biasanya kecil-kecil keypad nya dan bisa membuat orang stress, walau bagi yang sudah terbiasa ya terbiasa.
Tentunya bila kita punya hape model iPhone begitu, dimana tak ada keypad nya sama sekali, maka kita akan dipaksa untuk menggunakan ‘virtual keyboard’ yang muncul di layarnya. Namun sama seperti pengalamanku menggunakan PDA (personal digital assistant) yang hanya berlayar sentuh tanpa keypad sama sekali. Maka bekerja dengan ‘virtual keyboard’ sebenarnya bukan sesuatu yang ingin aku lakukan terus menerus, misalkan untuk kirim pesan/SMS.
Namun syukurlah, dunia per-hape-an rupanya sudah mengakomodir keinginan (ku) ini. Dan aku telah menggunakan hape bertipe hybrid ini sejak lama. Walau terkadang aku memimpikan hape bertipe hybrid yang keypad nya qwerty seperti yang ditawarkan jaman dulu seri Professional (P) Sony Ericsson dengan keypad lipatnya atau seri Xperia dari Sony Ericsson dan Nokia seri X dengan bentuk slider nya ataupun akhir-akhir ini ikutan nibrung di kategori ini, Blackberry Torch.
Namun diliat dari bentuknya, aku belon kepingin memilikinya, paling tidak untuk saat ini aku lebih suka hape itu yang tipis, ringan, jadi tidak menyesakkan kantong celanaku.
Dari jamannya communicator nya Nokia itu, aku sudah tidak tertarik untuk mengantongi hape berukuran raksasa dan berbentuk seperti kotak pinsil gitu. Buat penuh kantong dan tidak enak, karena bobotnya yang tidak ringan. Aku lebih suka hape yang mungil yang bisa aku kantongi di saku baju ku.
Dalam banyak kejadian, aku lebih suka menggunakan layar sentuh, terutama untuk browsing internet. Itung-itung bila kita bisa sentuh layarnya, maka kita akan mendapatkan kemudahan yang lebih luas dalam mengoperasikan browser hape nya, selaen lebih cepat. Dan biasanya aku selalu akses internet lewat hape, misalkan untuk baca email dll.
Maklum juga, aku sudah terbiasa akses email dari hape sejak jamannya aku memiliki hape legendarisku, Nokia 6600 dari taon 2004 namun yang dia sekarang sudah tidak menemaniku lagi. Dari pengalaman bersama N6600 tersebut, aku jadi mendambakan layar sentuh dan terpenuhi dengan hape seri G dari SE yang ku gunakan sekarang ini.
Cukup lah untuk saat ini. Apalagi bila kita cermati ternyata operator CDMA selalu bisa menawarkan tarif yang lebih murah (dengan ditunjang oleh alasan teknik yang memungkinkan operator CDMA membangun menara pemancarnya dengan jarak yang lebih jauh ketimbang operator GSM). Maka aku lebih tertarik untuk menggunakan jasa operator CDMA. Paling tidak aku tidak berminat menambah jumlah nomerku lagi, tapi malahan berminat untuk mengurangi jumlah nomer selulerku, mengingat tarif yang sudah bersaing.
Aku jadi teringat, di awal taon 2000an semasa aku masi di Jerman, aku hanya punya satu hape saja, dengan nomer dua (seperti yang ditawarkan oleh Fren-Duo gitu) yaitu satu nomer Home (baca: lokal) dan satu nomer seluler. Jadi sebenarnya Fren-Duo bukan operator pertama di dunia yang menggunakan metode seperti itu.
Aku tiap kali terkagum-kagum meliat sodaraku pada menggunakan nomer hape lebih dari satu, dan bahkan koleksi nomer cantik lagi. Wah itu beneran tak terbayangkan olehku. Tadinya aku berpendapat, lebih dari satu hape kita tidak perlu, kan kita hanya bisa berkomunikasi dengan satu hape saja, tapi rupanya di sini hal itu tidak terjadi.
Aku juga kembali teringat sewaktu aku membaca majalah Miles & More (program Frequent Flyer nya Lufthansa, sebuah maskapai penerbangannya Jerman), disana mereka menawarkan penukaran point yang dikumpulkan dengan sebuah dompet yang dilengkapi dengan dua saku untuk dua sim cards. Di samping gambar dompet itu, tertulis ‘siapa yang membutuhkan dua sim cards? Mungkin seorang frequent traveller?’.
Duh coba majalah itu diluncurkan di sini, pasti diketawain orang, karena rata-rata orang sini menggunakan minimal dua nomer, yaitu CDMA dan GSM, belon lagi ada kolektor seperti teman-temanku dan adekku yang mengkoleksi nomer cantik sampai lebih dari 40 kartu. Bahkan hape nya pun pada pake yang bisa berisi dua atau bahkan tiga sim card dan semua bisa diposisikan siap pakai.