Sudah sejak kira-kira dua minggu yang lalu, supermarket yang letaknya sangat berdekatan dengan tempat tinggalku menawarkan jam operasi 24 jam. Tapi baru malam ini aku menyempatkan diri kesana untuk sekedar meliat situasinya.
Kisahnya sebenarnya dimulai dari sakit kepalaku. Rada pening dikit gitu maksudku, entah kenapa. Mungkin karena nyaris kena flu, atau karena apa gitu. Yang jelas aku sudah rada lama tidak jato sakit, syukurlah, jadi mungkin sudah saat nya sakit lagi. Kan kata orang sakit itu pertanda kalo tubuh kita harus istirahat.
Nah, jam dinding yang dibuat dari jaman kumpeni di tempatku sudah berdentang dua belas kali, aku belon juga sempat menulis apa-apa untuk blog ku. Ya udah, kata orang kan kalo jam sudah berdentang dua belas kali, maka Papa Bear bole melakukan apa saja.
Pikir sebentar keluar atau tidak, mikir juga aku, ngapain ke supermarket malem-malem, kalo tidak ada apa-apa dalam daftar belanjaku. Lagian aku dua hari yang lalu sudah kesana untuk beli ini dan itu. Camilan mungkin? Atau apa gitu? Demikian aku menimbang-nimbang apa yang akan kucari disana. Ah test cuaca dulu ah, gimana keadaan udara malam ini, ternyata udara walaupun tidak sejuk, namun cukup segar untuk ukuran negara tropis.
Ah sebodolah, yang penting kesana dulu, mau beli apa pasti nanti bisa dapat sendiri idenya, namanya juga supermarket, putar-putar sana sini, lirik sana sini, pasti nanti tangan akan jail dan meraih apa yang ada.
Maka aku mulai melangkahkan kakiku meninggalkan halaman rumahku. Udara cukup bersahabat, dan angin bertiup sepoi-sepoi mengiringi langkahku ke supermarket itu. Tak terliat satupun satpam kompleks ku yang berjaga. Dasar pemalas semua, maunya makan gaji buta, bukan hanya di tingkat pejabat, tapi di tingkat satpam pun demikian, umpatku dalam hati.
Tujuan pertamaku adalah gerai kecil, ya sebetolnya kios dadakan yang diletakkan di bagian depan dari supermarket itu. Aku sudah mendapatkan gambarannya dari mbak Utik yang kukenal di bagian Alat Tulis. Dan akupun melangkah dengan lamban namun pasti melewati lorong foodcourt yang masi dipenuhi banyak orang, terutama yang duduk sambil merokok dan ngobrol sambil membuat si kolonel ayam goreng menjadi kaya raya.
Ada kuliat beberapa anak muda yang duduk berkencan di sana. Ada empat mahasiswi yang lagi belajar sambil ditemani dengan softdrinks. Ada orang yang lagi pamer blekberi nya ke temannnya, duh norak banget kesannya. Ada juga yang hanya sekedar debat kusir di malam hari.
Beberapa penjaga yang bertugas ku kenal dengan baek, karena memang aku relatif sering mampir kesana. Dan sampailah aku di luar, di bagian kios alat tulis darurat dan bertemu dengan mas Akbar. Walau sebenarnya mas Dono yang kucari.
Setelah bertegur sapa dengan mas Akbar, dia menjelaskan kalo mas Dono kemaren tugasnya dan dia besok kebagian libur baru lusa dia dapat giliran sore. Shift nya itu dibagi atas tiga bagian, mulai dari jam enam pagi sampai jam dua siang, lanjut jam dua siang sampai jam sepuluh malam dan terakhirnya tentunya shift ronda mulai jam sepuluh malam sampai jam enam pagi.
Mas Akbar bercerita kalo yang banyak laku itu pada malam hari biasanya voucher dan pulsa untuk kartu handphone. Nah ya, siapa sih yang membeli pinsil di malam hari? Pak polisi barangkali? Tapi kurasa dengan menjajakan majalah, ada kemungkinan pembeli akan banyak mampir, tapi kuliat hanya majalah mahal sekelas Nat Geo saja yang ditawarkan.
Dia bercerita kalo lebih asik tugas di luar gedung seperti itu, karena mata jadi segar bisa liat para pengunjung, terutama pengunjung cewe malam hari yang datang dengan rok mini nya. Aha rupanya itu hiburan dia satu-satunya, hahaha. Lucu juga.
Sekitar jam tiga pagi, jalan mulai lenggang, begitu laporannya. Jadi di jam-jam itu bertugas di sana jadi sangat membosankan, dan hiburan satu-satunya adalah nyamuk yang menggoda.
Puas ngobrol dengan mas Akbar, akupun berpamitan dengannya untuk masuk kembali ke supermarketnya. Kali ini aku dapat ide, beli roti aja deh, kalo tidak beli keripik tempe. Lagi pingin nih tiba-tiba.
Jadi aku berjalan dengan santai ke dalam supermarket yang hanya dikunjungi oleh 3 orang denganku, disamping kira-kira lima penjaga nya, termasuk dua kasir. Akupun sempat menimbang, apakah kue bolu atau spiku yang akan aku ambil.
Mataku terpaku pada merek spiku ‘Swan Backery’ demikian bacaku. Semoga aja ini bukan produk dari temanku Swan. Hahaha. Ada-ada aja, ah cobalah satu. Ambil yang besar sekalian, siapa tau enak rasanya dan jadi pingin terus. Dan sambil melangkah keluar, aku meraih sekotak kopi instan kesukaannya. Sambil terbayang, pasti deh temanku Lily ngomel lagi, tak bole banyak minum kopi katanya, ntar jadi dungu, demikian ujarnya selalu.
Di kasir pun aku membayar, mustinya aku harus membayar 36 ribu dua ratus perak, tapi karena kalo belanja malam kita dapat potongan harga tiga persen, yaitu seribu seratus perak. Ya lumayanlah, itung-itung bayar ongkos parkir. Ongkos parkir dari Bali? Datang aja jalan kaki, hahaha..
Ya begitulah kisah singkat midnight shopping ku dan aku melangkah pulang dengan riang. Dari kejauhan masi belon terliat batang hidung si satpam pemalas. Sampai aku memasuki halaman rumahku dan mengunci pintu pagar yang terdengar hanya suara jangkrik dan kelelawar yang berterbangan.