Ya tujuh belasan lagi hari ini, tapi tentunya tak ada yang istimewa. Tidak ada upacara bendera dan laen sebagainya. Tapi yang lucu itu, di negara laen juga tidak ada yang merayakan hari jadinya atau hari kemerdekaannya dengan cara seperti di sini, di mana para siswa (dipaksa?) atau diwajibkan untuk mengikuti upacara bendera, apapun itu maksudnya.
Kalo di luar negeri sana, berapa susahnya pun suatu kemerdekaan itu dicapai, tapi mereka tidak mengadakan atau menyelenggarakan acara penghormatan bendera dengan cara seperti di negara ini. Tapi mungkin tiap negara punya ritual yang berbeda-beda.
Aku sih maklum juga, di luar sana, negara itu menghormati hak setiap warga negaranya, jadi tidak akan pernah kita temukan kasus-kasus pemaksaan yang sudah menjurus ke arah hak asasi manusia. Seperti yang aku ulas dulu, misalkan tak ada pemaksaan untuk menikah dengan restu pemuka agama seperti di sini. Tapi sekali lagi, tiap negara berbeda.
Kadang kala bila aku pandang negara ini, lumayan aneh juga sih. Aku kasi contoh misalkan, waktu jaman sekolah dulu, murid-murid di cuci otaknya dengan diwajibkan mengakui bahwa guru itu adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Yakin tuh?
Seorang guru bole jadi tidak punya tanda jasa, misalkan karena dia tidak berprestasi. Walau di sini bisa didebatkan sekali lagi tentang bagaimana cara menilai prestasi seorang guru. Kalo di luar negeri sih mudah, ada seperti aturan, bila banyak murid yang mendapatkan nilai jelek, dalam artian tidak sempurna (untuk negara ini adalah nilai 10), maka guru tersebut dianggap gagal.
Tapi apakah seorang guru itu adalah pahlawan? Nah di sini mulailah perdebatan itu. Seorang pahlawan seperti pejuang kemerdekaan itu berjuang untuk idealisme nya dan tidak digaji. Tapi seorang guru itu terima gaji. Bahkan di jaman aku sekolah dulu, banyak atau bole dikata hampir semua guru yang secara langsung maupun tidak langsung mewajibkan murid-muridnya untuk mengambil pelajaran extra dengan cara membayar guru itu secara langsung. Nah di sinilah aku tidak setuju dengan ‘pernyataan’ guru itu ‘pahlawan’, apalagi ‘pahlawan tanpa tanda jasa’.
Sampai detik ini pun aku selalu berpendapat, bilamana ada orang mengatakan bahwa guru itu adalah ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ maka itu adalah bukti yang nyata bahwa proses pencucian otak yang dilakukan di sekolah itu berhasil. Mudah kan?
Dalam banyak hal bila kita pandang sekeliling kita yang membuktikan kita belon merdeka, adanya mafia hukum di kepolisian, kejaksaan bahkan di kehakiman, adanya pemaksaan atau pembatasan dalam hal pelaksanaan adat keagamaan maupun budaya, adanya pendiktean ke masyarakat seperti dalam contoh ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ itu tadi, adanya wakil rakyat yang tidak bekerja untuk rakyat, adanya pemerintah yang tidak mau bertanggung jawab atas kebijakan nya sendiri dan masi banyak yang laennya yang tidak aku bahas di sini karena hanya akan membuat tulisanku makin panjang dan kehilangan benang merah nya.
Nah apapun itu, bila orang bilang kita sudah merdeka, maka dia berbohong, dia berbohong pada dirinya sendiri dan dia berbohong pada publik. Dan tentunya masih banyak orang juga yang bersikap kerdil dalam menanggapi masalah yang ada di sekitarnya, sikap kerdil ini aku amati telah menghinggapi pikiran dan perilaku anak bangsa ini sejak dari dulu.
Karena merdeka berarti kita dapat menentukan nasib kita sendiri, tanpa ditentukan atau di atur oleh negara secara berlebihan dan tidak dikekang kebebasan yang merupakan hak asasi manusia.
Dan aku sebagai aktivis dari hak asasi manusia, akan tetap menulis hal seperti ini seperti juga di lakukan oleh beberapa jurnalis di beberapa surat kabar. Semoga suatu hari rakyat ini benar-benar bisa merdeka, merdeka dalam segala bidang yang menyangkut hak asasi manusia, hak beribadah, hak pribadi maupun hak untuk menentukan arah pikirannya serta mengemukakan pendapatnya.