Hari biasa? Ah semua hari adalah hari biasa. Tapi tidak terlalu biasa sebenarnya hari-hariku. Kemaren sore aku mendapatkan SMS yang luar biasa yang berbunyi
‘Puji syukur atas kelahiran puteri pertama kami, Felicya Jesslyn pada tanggal 29 Juni pukul 19:34 WITA, berat 2.8 kilogram dan panjang 48 cm.’ dan seterusnya dan seterusnya.
Wah kabar baek tuh, rupanya kedua temanku itu sedang berbahagia menjadi orang tua baru bagi anak mereka. Baguslah kalo sudah lahir dengan selamat. Semoga aja mereka berdua bisa bersabar, karena mengurus seorang anak bayi kecil membutuhkan banyak kesabaran dan pengertian. All the best dah untuk mereka berdua.
Lalu ada berita satu lagi, bila aku beberapa hari yang lalu sempat mengomel karena aku ada teman A (bukan nama sebenarnya) itu tidak berani untuk berkenalan langsung dengan cewe yang kami carikan dan kenalkan kepadanya, ternyata ada berita bahwa si A ternyata sudah punya nyali dan berani membuat janji untuk ketemuan dengan si cewe nya. Walau dengan catatan, mereka janji ketemu di tempat dimana aku juga hadir, karena aku ada acara dengan temanku. Tapi paling tidak, itu adalah suatu kemajuan yang berarti, siapa tau bisa cepat menikah dan juga cepat bisa jadi orang tua sebelon dia jadi tua beneran.
Penulisan blog ku ini rada terlambat, karena semalaman aku membantu temanku, seorang manager yang harus menulis kesan dan pesannya dari hasil Job Training ke Jakarta minggu lalu.
Ceritanya sederhana, mungkin temanku itu dalam keadaan terjangkit penyakit ‘cape deh’, maka walaupun dia punya beberapa ide atau lebih dikenal dengan istilah ‘tajuk rencana’ dalam hal tulis menulis, tapi tetap saja dia belon mampu mewujudkannya dalam bentuk tertulis.
Ya biasalah, kadang orang mengalami yang namanya ‘blokade tulis’, yaitu suatu keadaan bilamana seorang tiba-tiba tidak mampu menulis. Jadi segala ide tiba-tiba hilang dan tidak satupun kalimat bagus yang dapat diformulasikannya.
Aku juga kadang berada dalam keadaan seperti itu, apalagi bila tidak tersedia cukup data yang mendukungku untuk menulis. Dan parahnya bila keadaan seperti terjadi disaat kita diwajibkan untuk menulis. Bisa panik kita bila kita hanya berhadapan dengan lembar kertas kosong dan tak sekalimatpun yang terlintas di benak kita.
Nah, aku coba membantunya dengan cara mewawancarainya, seperti seorang wartawan kampung menginterogasi pencopet kacangan, mulai dari apa yang dia kerjakan, kapan kejadiannya, ngapain aja dia selama itu, gimana kesannya dan apa yang ingin dia lakukan secara berbeda dan seterusnya dan seterusnya.
Akhirnya tanpa kusadari, jari jemarikupun mulai mengetik laporan seperti yang dia inginkan dan malam ini juga aku kirim ke emailnya, agar besok dapat dia buka dan edit sesuai dengan yang dia inginkan. Paling tidak dengan adanya kerangka karangan dariku dan dengan susunan alur ceritanya, dia bisa terbantu sedikit dan dapat mulai keluar dari keadaan ‘blokade tulis’ nya.
Oke deh, aku lanjut besok lagi, bukan kena ‘blokade tulis’ namun perlahan namun pasti aku mulai terjangkit penyakit ‘cape deh’ karena dari tadi duduk di depan monitor computerku..