Acap kali kita bertanya, ngapain sih hidup di dunia ini. Mungkin ada orang yang berkata, untuk mencari kebahagiaan. Namun bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan tersebut? Dengan mempunyai banyak uang? Dengan mempunyai banyak teman? Atau bagaimana?
Memang ada peribahasa dari bahasa China yang mengatakan ‘uang bukan segala-galanya, namun dengan mempunyai uang segalanya akan menjadi mudah’. Hmm.. kapan-kapan kalo ada waktu kita harus memikirkan peribahasa itu.
Namun untuk minggu Alkitab ini, aku mau mencarinya dengan memetik beberapa ayat dari Alkitab diataranya dari Surat Yakobus kepada kedua belas suku di perantauan terutama di pasal yang pertama tentang ‘Iman dan Hikmat’
(2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,
(3) sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.
(4) Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.
Nah bagaimana itu? Apakah kebahagian itu didapat dari ketekunan yang berbuah pada kesempurnaan dan keutuhan serta kecukupan rohani dan jasmani? Bole jadi kan?
Iseng aku buka kitab Pengkotbah 8 tentang ‘Pekerjaan Allah tidak dapat diselami manusia’ terutama dalam ayatnya:
(12) Walaupun orang yang berdosa dan yang berbuat jahat seratus kali hidup lama, namun aku tahu, bahwa orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya.
(13) Tetapi orang yang fasik tidak akan beroleh kebahagiaan dan seperti bayang-bayang ia tidak akan panjang umur, karena ia tidak takut terhadap hadirat Allah.
(14) Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar. Aku berkata: "Inipun sia-sia!"
(15) Oleh sebab itu aku memuji kesukaan, karena tak ada kebahagiaan lain bagi manusia di bawah matahari, kecuali makan dan minum dan bersukaria. Itu yang menyertainya di dalam jerih payahnya seumur hidupnya yang diberikan Allah kepadanya di bawah matahari.
Jadi gimana ini? Apakah kita hanya akan bahagia bila kita ‘takut akan Allah’? atau seperti di ayat ke 15 kita hanya kana bahagia di bawah matahari bila kita makan dan minum serta bersukaria?
Nah bila kita pikir lebih jauh, ternyata kebingungan kita untuk mencari kebahagiaan itu sebenarnya adalah sia-sia, karena seperti ditulis dalam pasal yang sama di ayat ke 16 dan ke 17
(16) Ketika aku memberi perhatianku untuk memahami hikmat dan melihat kegiatan yang dilakukan orang di dunia tanpa mengantuk siang malam,
(17) maka nyatalah kepadaku, bahwa manusia tidak dapat menyelami segala pekerjaan Allah, yang dilakukan-Nya di bawah matahari. Bagaimanapun juga manusia berlelah-lelah mencarinya, ia tidak akan menyelaminya. Walaupun orang yang berhikmat mengatakan, bahwa ia mengetahuinya, namun ia tidak dapat menyelaminya.
Ya udah, pasrah aja, kita bersikap ‘menerima keadaan’ saja dan jadi bahagia. Seperti Konfusius pernah bilang, ‘tengah-tengah adalah sempurna’, maka kita harus mencari balance (keseimbangan) dalam hidup kita, cukup makan, cukup tidur, cukup bicara, cukup perhatian, cukup dalam segala hal. Karena hanya dengan cukup, maka kita bahagia, ingat juga cerita tentang pundi-pundi emas yang kubahas di blog ku ini beberapa hari lalu, si pekerja itu walaupun telah mendapatkan upah yang dobel tetap saja merasa kekurangan.
Ingin aku lanjutkan cerita itu sebenarnya, karena kalo dia terus berusaha untuk mengisi pundi ketujuhnya dengan emasnya, maka pundi itu tidak bertambah. Nah lanjutannya yang tidak diceritakan disana namun menarik untuk dipikirkan, apa yang terjadi bila dia mengambil emasnya dan menggunakannya baek untuk dirinya sendiri maupun untuk menolong sesamanya, apakah pundi itu akan tetap berisi setengahnya? Bila iya, bukankah lebih baek bila kita berbagi dari apa yang kita punya secara berlebih untuk sesama?
THE CONTENTED FISHERMAN
The industrialist was horrified to find the fisherman lying beside his boat, smoking a pipe.
“Why aren’t you out fishing?” said the industrialist.
“Because I have caught enough fish for the day.”
“Why don’t you catch some more?”
“What would I do with it?”
“Earn more money. Then you could have a motor fixed to your boat and go into
deeper waters and catch more fish. Thai would bring you money to buy nylon nets, so
more fish, more money. Soon you would have enough to buy two boats... even a fleet of
boots. Then you could be rich like me.”
“What would I do then?”
“Then you could really enjoy life.”
“What do you think I am doing now?”
Which would you rather have: a fortune or a capacity for enjoyment?