Wah hari ini konyol deh, aku baca lagi cerita penuh ilham dari Anthony de Mello SJ yang aku kutipkan dibawah ini. Tentunya banyak orang yang membaca cerita itu sepintas hanya akan menganggapnya sebagai humor belaka dan berpikir kisahnya tidak masuk akal.
Namun bagi yang membaca dua kali, pasti akan berpendapat si gajah nya bego juga, karena pada akhirnya kalah dengan si Tikus yang ingin memastikan kalo sang gajah tidak memakai pakean dalamnya.
Namun bila kita baca minimal tiga kali, kita akan mendapatkan ilham dari cerita ini sendiri, seperti yang dikatakan oleh penulisnya, Pastor Anthony de Mello SJ di pembukaan bukunya:
There are three ways how to read them:
1. Read a story once. Then move on to another. This manner of reading will give you entertainment.
2. Read a story twice. Reflect on it. Apply it to your life. That will give you a taste of theology. This sort of thing can be fruitfully done in a group where the members share their reflections on the story. You then have a theological circle.
3. Read the story again, after you have reflected on it. Create a silence within you and let the story reveal to you its inner depth and meaning: something beyond words and reflections. This will give you a feel for the mystical.
Or carry the story around all day and allow its fragrance, its melody to haunt you. Let it speak to your heart, not to your brain. This too could make something of a mystic out of you. It is with this mystical end in view that most of these stories were originally told.
Bila kita beneran membaca cerita seperti ini dan mau merenungkannya, mungkin kita akan menyadari, kalo tidakan ingin tau dari sang gajah itulah yang malahan membuatnya keluar dari kolam dan mencari kebenaran. Dan bila kita beranggapan bahwa Tuhan memberitakan kebenaran, maka dengan kata laen, kita harus mau bangkit keluar dari zona kenyamanan kita dan menjadi ingin tau dan mencari tau apa itu firman nya.
Aku baru saja menonton kisah ekspedisi untuk mencari Bahtera nya Nabi Nuh di atas gunung Ararat di Turki. Dan aku teringat pada kisah lama terutama dari Kitab Kejadian pasal 6 yang berbunyi
(13) Berfirmanlah Allah kepada Nuh: "Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi.
(14) Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kaubuat berpetak-petak dan harus kaututup dengan pakal dari luar dan dari dalam.
(22) Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.
Heran ya? Kok mau tuh si Nabi Nuh membuat perahu besar begitu, apa dia pasrah aja waktu diinstruksikan untuk membangunnya? Apakah hanya karena dia percaya atau juga ingin tau saja, maka dia diselamatkan?
Aku sendiri merefleksikan kisah ‘Gajah dan Tikus’ ini melalui Kitab Matius 25:1-13 tentang ‘Gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh’ terutama ayat
(13) Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.
THE ELEPHANT AND THE RAT
An elephant was enjoying a dip in a Jungle pool when a rat came up to insist that he
get out.
“I won’t,” said the elephant.
“I insist you get out this minute,” said the rat.
“Why?”
“I shall tell you that only after you are out of the pool.”
“Then I won’t get out.”
But he finally lumbered out of the pool, stood in front of the rat and said, “Now then,
why did you want me to get out of the pool?”
“To check if you were wearing my swimming trunks,” said the rat.
An elephant will sooner fit into the trunks of a rat than God into our notions of him.