Monday, May 24, 2010

Lonceng

Wah sungguh nih, gara-gara Mery cerita tentang gerejanya dan aku jadi ingat pada Romo Anthony de Mello SJ (Lahir 4 September 1931 di Bombay, India dan meninggal 2 Juni 1987 di New York), yang sewaktu aku muda sempat menginspirasi diriku untuk hidup dan menyerahkan diriku untuk menjadi salah satu pewarta Kabar Gembira.

Ya itu semua dimulai dari bukunya si Romo yang berjudul ‘Burung Berkicau’ atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan nama ‘The Song of the Bird’ terbitan taon 1984 dengan nomer International Standard Book Number (ISBN) 978-0385-19615-4 diterbitkan oleh Doubleday, NY setelah mendapatkan Imprimatur (ijin Uskup) C Gomes SJ, Uskup dari Ahmedabad pada taon 1981.

Buku itu sendiri dimulai dengan sebuah cerita tentang Lonceng-Lonceng Kuil, yang menurut pendapat banyak orang sangat diinspirasi oleh sebuah tembang lawas dari The Beatles yang berjudul ‘Till There Was You’ dari taon 1962. Tembang itu sendiri sebenarnya diciptakan oleh Meredith Willson di taon 1957.

Yup untuk jelasnya, aku copy kan artikel pertama dari buku ‘Burung Berkicau’ itu dan juga syair dari tembang ‘Till There Was You’ untuk perbandingan.

17. LONCENG-LONCENG KUIL

Sebuah kuil dibangun di suatu pulau, tiga kilometer jauhnya dari pantai. Dalam kuil itu terdapat seribu lonceng. Lonceng-lonceng yang besar, lonceng-lonceng yang kecil, semuanya dibuat oleh pengrajin-pengrajin terbaik di dunia. Setiap kali angin bertiup atau taufan menderu, semua lonceng kuil serentak berbunyi dan secara terpadu membangun sebuah simponi. Hati setiap orang yang mendengarkannya terpesona.

Tetapi selama berabad-abad pulau itu tenggelam di dalam laut; demikian juga kuil bersama dengan lonceng-loncengNya.

Menurut cerita turun-temurun lonceng-lonceng itu masih terus berbunyi, tanpa henti, dan dapat didengar oleh setiap orang yang mendengarkannya dengan penuh perhatian. Tergerak oleh cerita ini, seorang pemuda menempuh perjalanan sejauh beribu-ribu kilometer. Tekadnya telah bulat untuk mendengarkan bunyi lonceng-lonceng itu. Berhari-hari ia duduk di pantai, berhadapan dengan tempat di mana kuil itu pernah berdiri, dan mendengarkan, mendengarkan dengan penuh perhatian. Tetapi yang didengarnya hanyalah suara gelombang laut yang memecah di tepi pantai. Ia berusaha mati-matian untuk menyisihkan suara gelombang itu supaya dapat mendengar bunyi lonceng. Namun sia-sia. Suara laut rupanya memenuhi alam raya.

Ia bertahan sampai berminggu-minggu. Ketika semangatnya mengendor, ia mendengarkan orang tua-tua di kampung. Dengan terharu mereka menceritakan kisah seribu lonceng dan kisah tentang mereka yang telah mendengarnya. Dengan demikian ia semakin yakin bahwa kisah itu memang benar. Dan semangatnya berkobar lagi, apabila mendengar kata-kata mereka ... tetapi kemudian ia kecewa lagi, kalau usahanya selama berminggu-minggu ternyata tidak menghasilkan apa-apa.

Akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri usahanya. Barangkali ia tidak ditakdirkan menjadi salah seorang yang beruntung dapat mendengar bunyi lonceng-lonceng kuil itu. Mungkin juga legenda itu hanya omong kosong saja. Lebih baik pulang saja dan mengakui kegagalan, demikian pikirnya. Pada hari terakhir ia duduk di pantai pada tempat yang paling disayanginya. Ia berpamitan kepada laut, langit, angin serta pohon-pohon kelapa. Ia berbaring di atas pasir, memandang langit, mendengarkan suara laut. Pada hari itu ia tidak berusaha menutup telinganya terhadap suara laut, melainkan menyerahkan dirinya sendiri kepadanya. Dan ia pun menemukan suara yang lembut dan menyegarkan di dalam gelora gelombang laut. Segera ia begitu tenggelam dalam suara itu, sehingga ia hampir tidak menyadari dirinya lagi. Begitu dalam keheningan yang ditimbulkan suara gelombang dalam hatinya.

Di dasar keheningan itu, ia mendengarnya! Dentang bunyi satu lonceng disambut oleh yang lain, oleh yang lain lagi dan oleh yang lain lagi ... dan akhirnya seribu lonceng dari kuil itu berdentangan dengan satu melodi yang agung berpadu. Dalam hatinya meluap rasa kagum dan gembira.

Jika engkau ingin mendengar lonceng-lonceng kuil, dengarkanlah suara laut.

Jika engkau ingin melihat Tuhan, pandanglah ciptaan dengan penuh perhatian. Jangan menolaknya, jangan memikirkannya.Pandanglah saja.


Till There Was You

There were bells on a hill
But I never heard them ringing
No I never heard them at all
Till there was you

There were birds in the sky
But I never saw them winging
No I never saw them at all
Till there was you

Then there was music and wonderful roses
They tell me in sweet fragrant meadows of dawn and you

There was love all around
But I never heard it singing
No I never heard it at all
Till there was you