“Pan Pan Pan We Have Smoke in the Cockpit” ..
.. paling tidak itu yang didengar oleh dari Bill Pickrell yang malam itu bertugas sebagai ATC (air traffic controller) di Moncton Centre, Canada dari laporannya Captain Urs Zimmermann dan First Officer Stephan Loew, pilotnya Swiss Air 111 yang pada tanggal 2 September 2008 dijadwalkan terbang dari John F Kennedy, New York City, USA ke Cointrin International Airport di Geneva, Swiss. Pan Pan Pan adalah ungkapan bahaya satu tingkat di bawah Mayday.
Ketika itu pilot nya Swiss Air 111 mendeteksi adanya asap di dalam cockpit mereka. Swiss Air 111 kemudian jatuh ke Samudera Atlantic sebelah barat daya dari Halifax International Airport di dekat muara St. Margarets Bay di provinsi Nova Scotia, Canada setelah seluruh alat kendali dari pesawat McDonnell Douglas MD-11 gagal berfungsi karena terbakar di udara, sehingga menewaskan seluruh penumpangnya.
Nah malam ini aku nonton lagi kejadian dengan asap di dalam cockpit serupa yang dialami oleh Air Canada 797 jurusan Dallas/Fort Worth, USA dengan stopover di Toronto, Canada dan kemudian dijadwalkan lanjut ke Montreal, Canada.
Yang ini lebih menarik lagi karena McDonnell Douglas DC-9-32 yang pada tanggal 2 Juni 1983 dipiloti oleh Captain Donald Cameron dan First Officer Claude Ouimet, tidak jatuh, namun mereka berhasil mendarat dengan selamat di Greater Cincinnati Airport, Ohio. Namun hanya 23 dari 41 penumpang berhasil keluar hidup-hidup dari pesawat yang di dalam nya terbakar tersebut, setelah pintu emergency dibuka. Sebagian mati karena keracunan asap dan juga terbakar, sewaktu pesawat tersebut meledak dan terbakar 90 detik setelah mendarat.
Hal ini tentunya dapat di maklumi, karena setibanya mereka di lapangan terbang Greater Cincinnati Airport yang terletak di Boone County, Kentucky dekat Ohio River, pintu darurat yang dibuka semua itu menyebabkan oksigen masuk ke dalam pesawat dan memberi makan pada api yang berkobar di dalam lavatory. Investigasi lebih lanjut oleh NTSB (national transportation safety board, setara dengan KNKT komisi nasional keamanan transportasi di Indo) ternyata gagal menentukan asal api.
Yang aku ingat dari movie ini adalah satu keajaiban, di mana Flight Attendant Judi Davidson yang pada awalnya di complain oleh penumpangnya karena bau asap dari arah WC dan ternyata berhasil keluar dengan selamat dari pesawat setelah mendarat.
Menurut ceritanya, selama percobaan pendaratan darurat, dia mendekap sebuah Alkitab yang relatif besar. Dan Alkitab ini ternyata selamat dari kobaran api yang mengganas setelah mendarat. Beberapa waktu kemudian, Alkitab ini ditemukan oleh tim penyelidik dan dikembalikan ke Judi dalam keadaan utuh dan hanya sedikit yang berwarna gelap karena kena percikan api. Judi hanya berkomentar, kalo Alkitab itu mengingatkan padanya, bahwa dia berada dalam lindungan kasih Tuhan selama petualangan tersebut.
Aku jadi ingat sesuatu nih, aku sendiripun pernah mengalami keadaan yang mirip seperti itu. Kejadiannya itu beberapa taon silam, dalam penerbangan dengan Singapore Airlines dari Frankfurt/Main, Jerman ke Singapore.
Waktu itu posisi pesawat telah melewati daratan India yang terkenal dengan turbulensi nya dan menjelang pagi hari (perhitungan waktu di tempat tujuan). Waktu itu para flight attendants sedang mempersiapkan masakan untuk sarapan pagi. Tapi entah kenapa, kok sewaktu mereka menghangatkan makanan di dalam microwave mereka, kok ada yang gosong.
Akibatnya, bau sangit gosong itu tercium sangat menyengat hidung bagi semua penumpang, mengingat bagian dalam pesawat kan diberi tekanan udara yang kira-kira satu atmosfir dan juga ada sirkulasi dari alat pendingin udara. Sebetolnya bukan alat pendingin, namun alat regulasi temperatur. Karena pada ketinggian terbang yang mencapai puluhan ribu kaki itu, suhu di luar pesawat biasanya mencapai suhu negatif dan pesawat terbang kan termasuk salah satu sistem pendukung kehidupan (life support system).
Untungnya tak lama bau itu entah gimana kok jadi berkurang, mungkin karena di hirup bersamaan oleh ratusan penumpangnya yang menjadi stress dan sewot semua karenanya.
Tapi yang jelas sewaktu tiba di bandara Changi, dua jam kemudian, aku dengan senang hati segera beranjak meninggalkan tempat dudukku untuk mencari udara segar buatan Tuhan dan bukan lagi menghirup udara kalengan yang bau sangit. Tapi bau sangitnya masi rada nempel di bajuku, dan untungnya tidak terlalu menyengat sewaktu aku naik ke pesawat lanjutan.
Belajar dari banyak movie yang mengekspos kecelakaan pesawat terbang, itu mengingatkanku, kalo secanggih apapun teknologi itu dibuat, namun pasti ada saja faktor manusia yang dapat dipersalahkan.
Di jaman fly-by-wire nya Airbus, atau lebih umum dikenal fly-by-computer, masi ada juga faktor luar yang mengganggu, seperti keteledoran waktu maintenance, aturan dari maskapai penerbangan yang tidak berpihak kepada awak pesawat dan laen-laen.
Nah ya tinggal harapan agar ke depannya tidak banyak terjadi kecelakaan pesawat lagi, karena pesawat akan dibuat menjadi makin besar guna mengangkut lebih banyak penumpang dari titik A ke titik B dalam waktu singkat dan dengan harga yang terjangkau.