Baru aja aku ikutan nimbrung dalam diskusi mengenai hal ini dengan teman-teman lawas ku, ini aku ringkaskan lagi apa yang kusampaikan pada mereka
Begitu aku mendengar kalimat: "Belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.” aku langsung ingat pada salah satu petuah dari Mario Teguh.
Mario Teguh mengatakan di salah satu siaran nya di Metro TV, yang intinya sebagai berikut ‘mungkin dulu kita punya cita-cita tinggi, namun karena keadaan dan laen-laen, maka yang pada akhirnya kita dapatkan itu tidak seperti yang kita inginkan. Namun yang bisa kita perbuat adalah mencoba meningkatkan ‘kualitas’ nya sehingga membuat apa yang kita punya menjadi sempurna, se-sempurna apa yang kita impikan’.
Bila kita renungkan petikan kalimat tersebut, banyak yang kita bisa pelajari.
Contoh kasus 1:
aku baru-baru ini berbicara dengan seorang teman baek, dia mengatakan hal yang membuatku jadi terkejut. Dia berpendapat bahwa bagi kebanyakan janda, mereka tidak ingin menikah lagi karena mereka takut untuk ‘merawat’ suami nya yang baru, karena mereka sudah punya pengalaman itu dengan suami nya yang sebelonnya.
Pendapatku:
Tentunya hal ini sangat kontradiktif dengan petuah yang kita ketahui ‘Apa yang disebut dengan ‘Cinta Sejati’ ? Cinta yang sifatnya turun ke bawah, yakni: cinta yang tidak memikirkan untung rugi, cinta yang rela berkorban demi seseorang yang dikasihinya. Inilah cinta yg harus diusahakan dalam setiap pernikahan.’
Hmm.. mungkin karena budaya ‘ingin mendapatkan untung dari suatu pernikahan’ itulah yang membuat si janda menjadi janda? Bole jadi kan?
Contoh untung rugi secara material:
misalkan ada orang yang berpendapat, lebih baek cari orang yang kaya, karena kalo udah usia segini tentunya tak mau hidup susah karena terbebani kredit rumah lagi. Lantas keinginan mempunyai anak (yang membutuhkan biaya tidak sedikit) dengan cepat sebelon expired pun mulai menjadi pertimbangan penting. Dan tentunya untuk beberapa pasangan mereka lebih memilih jalan pintas dengan operasi Caesar karena ogah menarik nafas panjang dan mengejan (bahasa jawa nya : nge-dhen) dengan susah payah di depan para suster dan dokter di ruang persalinan.
Contoh untung rugi secara fisik:
Lebih baek naksir orang yang ganteng/cantik, karena biar kalo tua sama-sama jadi jelek nya, namun bila dulunya ganteng/cantik, paling tidak sudah dinikmati duluan semasa muda nya. Atau bila dapat orang yang udah tua, nantinya tidak sip lagi, karena kurang gagah perkasa dengan kepala botaknya dan perut buncit nya (bukan dengan dada seperti papan cuci pakean). Hmm..
Contoh kasus 2:
Kehidupan pacaran berjalan di awalnya selalu manis, karena kedua sejoli yang belon kenal terlalu baek luar dalam itu biasanya menilai dari segi luar nya dan hanya sedikit dari dalamnya (hanya sebatas ketebalan dompetnya dan semoga isi dompetnya bukan hanya uang seribuan saja seperti dompetnya tukang parkir).
Namun setelah hubungan itu dilanjut menjadi pernikahan, barulah semua mata terbuka dan mala petaka muncul. Misalkan dimulai dari hal-hal yang sederhana, seperti mungkin si suami mempunyai kebiasaan menekan tube pasta gigi dari tengah, sementara sang istri menekannya dengan cermat dari belakang. Na ya, syukur-syukur kalo dia masi gosok gigi..
Atau sepulang dari kantor, sang suami terbiasa menggeletakkan tas/koper nya sembarangan disalah satu meja yang ada dan menendang sepatunya sembarangan, sementara sang istri terbiasa untuk meletakkan segalanya dengan cermat di tempat yang memang ditentukan untuk itu.
Atau pada waktu berganti pakean, dengan santainya sang suami menggantungkan bajunya dan berganti kostum jadi Tarzan kota dan tidak berpikir kalo itu sudah saat nya dicuci. Sementara sang istri ingat, kapan saja waktu untuk mencuci pakean.
Tentunya hal ini akan berlanjut karena anak-anak mereka biasa melakukan hal yang sama seperti sang papa, karena semua kan menurun nantinya, termasuk sifat.
Pendapatku:
Kukira inilah yang dimaksud dengan ‘Belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna’.
Kesimpulannya:
Jadi pernikahan memang butuh komitmen, dan bukan hanya meninjau dari untung rugi.
Atau bila aku ingin mengutip petuah laen’Suasana hati mudah berubah, kondisi fisik semakin tua dan tidak menarik, komitmenlah yang menyelamatkan pernikahan.. Berani melakukan sebuah "tindakan” baik dalam keadaan suka maupun tidak untuk mengasihi pasangan dan mempertahankan Pernikahan yang telah Tuhan anugerahkan.’
Maka jangan sia-sia kan sedetikpun dalam kehidupan kita, dan tak ada salahnya bila secara spontan kita berpaling pada pasangan kita dan mengatakan ‘aku mencintaimu, aku akan selalu mencintaimu dari hati ku yang paling dalam dengan segenap jiwaku’
Semoga berkat Tuhan selalu melimpahi kita semua dan apa pun pilihan kita di masa lalu, baek itu dengan anugerah anak maupun tanpa anak, semua tetap bisa ‘menerima keadaan’ karena dengan memberikan ‘hati’ kita kepada seseorang, berarti kita telah memilih kesempatan yang terbaek untuk kita.
Hmm jadi ingat tembang nya Kotak Band yang judulnya Masi Cinta karena di salah satu baitnya tertulis:
Tik,.,tik,.,.tik
Waktu berdetik
Tak mungkin bisa ku hentikan
Maumu jadi mauku
Pahitpun itu ku tersenyum
Tik,.,tik,.,.tik,.,.
Air mataku
Biar terjatuh dalam hati
Mau ku tak penting lagi
Biar ku buat bahagiamu