We spend our entire lives searching for happiness.
Happiness exists in our own hearts; if we can't find it there, we'll never find it
Sungguh suatu pedoman yang menarik yang kembali ditulis di status oleh si nenek orang Aussie itu. Bisa jadi dia punya buku tentang kata-kata mutiara yang disalinnya kembali ke statusnya, hahaha. Tapi tidak penting itu, yang penting aku dapat ide lagi untuk mulai tulis yang ini, maklum lagi malas menulis beberapa hari terakhir ini.
Sebenernya kata-kata mutiara seperti itu pernah dikatakan oleh temanku, kami berdiskusi pada waktu itu tentang orang yang berpindah-pindah keyakinannya. Misalkan dulunya memeluk agama A lalu karena suatu hal pindah ke agama B dan akhirnya pindah lagi ke C dan seterusnya.
Lalu temanku itu menyeletuk, ‘biarin aja orang yang gemar pindah-pindah agama itu terus pindah-pindah. Biasanya orang seperti itu tidak punya kedamaian dalam hidupnya. Padahal kedamaian itu ada dalam dirinya, dalam hatinya, dia hanya perlu melihat ke dalam dan pasti dia akan tenang.’
Benar juga tuh kata temanku, ‘melihat ke dalam hati’ mungkin adalah kata kunci di sini. Itu artinya interospeksi diri, atau memeriksa diri sendiri.
Orang yang sampai pindah agama tanpa sebab yang jelas, itu biasanya orang yang tidak puas pada agama yang dianutnya sebelonnya. Pertanyaannya kenapa?
Aku jadi ingat kata Uskup kotaku dulu, Uskup Musinghoff dari kota Aachen, Jerman, waktu dia mengomentari tentang banyaknya orang yang keluar dari gerejanya, dia hanya bilang: ‘orang yang meninggalkan gerejanya, akan menjadi orang yang kesepian. Karena meninggalkan gereja artinya melepas keberadaan Sang Pencipta di dalam hatinya, dan tanpa Sang Pencipta dia akan kesepian.’.
Rupanya banyak agama dan bangsa di dunia ini yang ternyata berpendapat sama, Sang Pencipta itu adalah sumber kebahagiaan dan Sang Pencipta tinggal dalam hati kita.
Yang lucu dan patut direnungkan itu, kadang kala orang berpikiran, kalo tujuan hidup kita ini untuk mencari kebahagiaan, padahal kan kebahagiaan itu ada dalam diri kita sendiri, bila kita mau membuka ‘mata hati’ kita.
Jadi ingat Hercule Poirot detektif nya Agatha Christie nih. Bilamana temannya si captain Hasting bertanya apa yang diliat oleh H Poirot, biasanya dia akan mendapatkan jawaban kalo tidak ‘yang aku liat adalah tepat seperti yang kamu liat, mon ami’ atau dia akan berkata ’untuk menyelesaikan suatu kasus, perhatikan dengan ‘mata hati’mu, dan jangan liat dengan ‘mata tubuh’mu.‘