Yang kita tau memamah biak itu biasanya hewan seperti sapi. Nah setau kita, sebagai hewan yang bernama manusia, kita ini jenis mamalia yang berarti menyusui. Namun ternyata tadi aku juga harus belajar memamah biak.
Ceritanya gini, tadi itu aku makan tahu goreng kediri yang ada isinya. Isinya adalah suun yang dicampur dengan potongan wortel kecil-kecil. Tahu jenis ini lebih dikenal dengan nama ‘Tahu Isi’ atau ‘Tahu Bunting’. Tapi yang jadi masalah, ketika aku kunyah, terasa sangat kenyal sekali. Akhirnya ya memamah biak deh, sampai pegal semua rahangku, karena walaupun lama kukunyah, tetap saja masi terasa kenyal. Wah jangan-jangan pake bahan formalin nih, hehehe..
Maklum tahu itu makanan rakyat yang dibuat dari sari kacang kedelai yang telah difermentasikan. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari China, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Tahu sendiri adalah kata dari bahasa Hokkian (tauhu atau doufu) yang dapat diartikan sebagai ‘kedelai yang difermentasi’.
Tahu pertama kali muncul di jaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang kemudian mendirikan Dinasti Han.
Di Jepang, orang menyebut tahu dengan nama Tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia. Di bawah nama Tofu inilah tahu dikenal juga di Eropa dan Amerika.
Namun, tahu itu mudah rusak dan membusuk. Hal itu disebabkan kandungan dari tahu itu sendiri yang terdiri dari kadar air sebanyak 86 persen, protein delapan sampai dua belas persen, lemak 4.8 persen dan karbohidrat 1.6 persen. Kondisi inilah yang mengundang tumbuhnya jasad renik pembusuk, terutama bakteri.
Bila tahu disimpan pada kondisi biasa (suhu ruangan) daya tahannya hanya satu dua hari saja. Setelah itu tahu akan menjadi asam lalu membusuk. Akibatnya banyak produsen tahu menggunakan formalin untuk mengawetkannya, walau sebenarnya formalin bukan untuk konsumsi orang.
Nah biasanya karena kandungan tahu itu kan terdiri atas sangat banyak kadar air, mustinya tahu mudah dikunyah sebelon ditelan, namun entah kenapa kok tahu bunting ku tadi itu sulit dikunyah.
Menurut saran dari PDGI (Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia), kita wajib mengunyah makanan kita sebanyak 28 kali. Waduh, kalo betol-betol dihitung sampai segitu, mungkin kita akan lebih cepat kenyang tuh.
Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah manfaat dari mengunyah untuk kesehatan lambung kita. Kita tau, makanan yang telah dimasak tentunya seratnya telah hancur dan menjadi lembut. Hal ini dapat kita rasakan, bila kita mengunyah daging mentah atau setengah matang dan membandingkannya dengan daging yang telah ‘well done’ alias matang. Nanti kan kita dapat merasakan beda seratnya. Dan makanan yang berasal dari bahan nabati biasanya seratnya lebih keras dan padat.
Makanan yang telah hancur dan menjadi lembut amat memudahkan kerja pencernaan lambung kita, menurut PDGI. Itu ibarat mesin, jika kerjanya relatif ringan, mesin itu akan lebih awet. Begitu juga lambung.
Lebih lanjut menurut PDGI, mengunyah dalam waktu yang lama makanan yang berjenis nabati, khususnya buah-buahan, akan menunjang kesehatan gigi. Setiap melakukan kunyahan, berarti pula air liur akan keluar. Dalam lima menit mengunyah, air liur yang tertinggal di mulut jumlahnya ratusan kali lebih banyak dibandingkan saat diam (tidak mengunyah).Air liur mengandung beberapa zat, termasuk kalsium yang dapat membentengi email gigi dari kerusakan. Dengan begitu, kesehatan gigi akan lebih terjaga. Bahkan, ada sebagian pakar kesehatan gigi yang berpendapat mengunyah buah-buahan selama lima menit, lebih baik dan efektif daripada menggosok gigi.
Hmm.. jadi terpikir nih, kalo mengunyah merangsang air liur yang mengandung kalsium, bagaimana dengan mengunyah permen karet yang sangat manis ? Apakah gigi kita akan rusak atau malahan terrawat ? hehehe…