Wednesday, April 7, 2010

Kebetulan

Malam ini aku baru sadar ketika ngobrol dengan teman lamaku. Dia bilang kalo dalam suatu keluarga itu masalah anak sebetolnya seperti lotere.

Dia menjelaskannya demikian, bila diperhatikan, pasangan cowo dan cewe yang tujuannya maen-maen aja, biasanya mereka dapat keturunan dan terpaksa menikah. Namun bila pasangan cowo dan cewe itu menikah secara baek-baek, bisa dikata kalo kemungkinan besar (!) mereka tidak mendapat keturunan.

Lho kok bisa dibilang kemungkinan besar ya? Apa orang yang ingin punya keturunan itu harus ‘nakal’ dulu? Entahlah, tapi kalo temanku itu bilang begitu, pasti itu didapat dari pengamatannya dari banyak pasangan di sekitarnya.

Tapi satu hal aku setuju, yaitu argumen yang pertama. Bila ada yang mau coba-coba ‘buat’ di luar nikah, biasanya malahan dapat keturunan beneran.

Wah aku jadi ingat temanku nih, dia pernah bilang padaku, ’kalo mau nikah di ‘test drive’ aja dulu, untuk memastikan tidak mandul’. Walah kok begitu? Tapi mungkin itu pengalamannya dia pribadi, hehehe, tak terbayangkan berapa banyak korbannya kalo begitu.

Tapi di jaman modern ini, hal seperti itu tentunya tidak lagi tabu. Bila ada yang bilang tabu dengan dalih ‘harus bermoral’ dan semacamnya, maaf saja aku tidak setuju. Pemikiranku udah berbeda sejak aku tinggal merantau di negeri orang. Lebih terbuka dan liberal. Kehidupan kita tidak semua bisa diatur dengan norma, entah norma agama atau norma kemasyarakatan, terutama tidak bila menyangkut masalah pribadi.

Aku tau banyak orang yang tidak setuju dengan pendapatku, dengan dalih orang harus berakhlak baek dan bermoral dan laen sebagainya. Namun sekali lagi, aku musti bilang, sebagai salah satu pejuang hak azasi manusia, aku percaya bahwa tidak semua yang menyangkut hak pribadi bole diatur oleh negara atau masyarakat.

Tidak peduli juga bila ada orang yang bilang aku ini ‘bejat’ atau sejenisnya. Siapa yang mengatai aku seperti itu, akan kuumpat juga sebagai orang yang ‘sok suci’. Aku jadi teringat cerita tentang ini dalam Alkitab. Disana disebutkan kalo Yesus alias Nabi Isa Almasih, menantang orang-orang yang mengatakan seorang pelacur itu berhak untuk dirajam dengan batu.

Tantangannya cukup sederhana, Yesus meminta ‘semua yang merasa tidak pernah bersalah dalam seumur hidupnya’ bole melempat batu yang pertama. Setelah semua orang menyadari bahwa mereka semua minimal satu kali dalam seumur hidupnya pernah berbuat salah, maka mereka meninggalkan si pelacur itu sendirian.

Syukurlah dalam kisah itu diceritakan semua orang yang tadinya gusar itu jadi sadar bahwa merekapun berdosa. Dan moral dari cerita itu mengajarkan pada kita untuk menjadi seorang yang sedapat mungkin pemaaf dan tidak munafik serta tidak ‘sok suci’.

Mungkin ada benarnya sebuah pepatah China yang mengatakan, ‘semakin bijak orang itu, maka dia akan semakin banyak berdiam diri dalam menyikapi masalah’.

Tapi tentunya aku tidak seratus persen setuju dan menerapkannya dalam hidupku, karena masi ada juga masalah-masalah yang harus disikapi secara reaktif. Karena kadang orang kan berpendapat kalo diam itu malahan dianggap sebagai pihak yang lemah atau bersalah. Jadi semua itu harus ditinjau dari segi mana penelaahannya.

Kembali ke kisah ‘membuat anak’ yang kuulas di awal ceritaku ini, aku rasa yang tepat itu pasangan cowo dan cewe entah menikah atau tidak, dapat dikarunia anak, bila ada ijin dari ‘Sang Pencipta’ (tapi tentunya bukan bapak dan ibu dari pasangan itu yang kumaksud). Jadi bila Yang Maha Kuasa beranggapan bahwa sudah saatnya bagi kita untuk memiliki keturunan, maka kita akan mendapatkannya. Hal ini berlaku secara universal untuk semua hal yang ada di dunia ini, paling tidak aku percaya demikian.