Tuesday, November 6, 2007

Fren Fren Tolong Telefon Aku Donk

Mood : lagi santai nih
Cuaca: udara panas, tapi tidak terlalu
Snack : maen nasi campur produksi tetangga sebelah rumah
Song : lagi dengar lagunya D’Cinnamon
Genre : slow
Tanggal :5 November 2007

Dedikasi : Enjelin, teman SMA ku

Ting tong ting tong ting tong…hapeku bunyi tuh, eh nda dink, masa bunyi ringing tone nya kampungan gitu, hehehe, gengsi donk. Hahaha… pagi amat ibu Enjelin, temanku, dah berani mati menggugahku dari kenikmatan empuknya ranjangku, wah wah wah wah…tapi awalnya sih aku tidak tau, karena hapeku yang berisi RUIM (removeable user identity module) yang berbunyi. Nah lho, setelah kuangkat dan kujawab dengan lemasnya, eh eh eh ternyata ibu Enjelin yang lagi mo pamer nomer Fren barunya, hehehe… ga jadi marah deh, tapi bawaannya pingin ketawa melulu, karena dia kena bujuk oleh iklan Fren yang menawarkan hape seharga tiga ratus delapan puluh delapan ribu perak dan setelah diaktivkan kartunya, maka kita langsung akan mendapatkan bonus pulsa sebanyak delapan ratus ribu perak. Hehehe… lumayan khan? Tapi konon kabarnya tuh pulsa bonusan hanya bisa dipake untuk menelefon atau SMS an ke sesama Fren aja. Ga tau juga sih, aku sendiri khan udah punya kartu Fren sejak setaon ini, dapat sebagai kado ulang taon dari adekku Sius yang anaknya kembar itu lho. Oh ya, si kembar dua hari lagi ulang taon kedua dan rencananya ada acara makan-makan tuh ama familinya.

Aku dengar sih memang ada dua hape yang di bundled (digandeng) penjualannya dengan kartu Fren. Yaitu yang satu seharga tiga ratus delapan puluh delapan ribu perak dengan pulsa sebanyak delapan ratus perak dan yang laen seharga empat ratus delapan puluh delapan ribu perak juga dapet pulsa sebanyak delapan ratus perak. Bayangin tuh pulsa khan berlaku selama setaon, atau dengan kata laen kita harus menggunakan enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh enam dan dua pertiga perak dalam sebulannya, kalo dirata-rata lho. Itu juga berarti kita harus menggunakannya sebanyak 1755 menit bila dibulatkan ke atas (karena harga semenit ngoceh pake Fren ke Fren itu cuma tiga puluh delapan perak, karena konon kabarnya khan pulsa itu hanya bisa untuk ngerumpi-ngerumpi ke sesama Fren aja sih) atau setara dengan dua puluh sembilan jam dan lima belas menit ngoceh-ngoceh per bulannya. Atau juga setara dengan lima puluh delapan menit dan tiga puluh detik ngoceh perharinya dengan asumsi satu bulan mempunyai tiga puluh hari, hehehe…yah total jendral harus ngoceh satu jam sehari tuh, gratis lagi… lumayan khan? Hahaha…

Sebetulnya membeli kartu Fren itu merupakan investasi menguntungkan bagi para ibu rumah tangga yang suka ngerumpin orang-orang yang laen. Hehehe. Gratis tuh, dapet hape lagi, hehehe… mana ada operator selular laen yang menawarkan program serupa? Tidak ada sampe saat ini. Coba kita iseng menghitung keuntungan temanku si Enjelin ini karena menggunakan Fren. Tiap hari dia dapat satu jam ngoceh gratisan dari Fren selama setaon. Maklumlah untuk memudahkan perhitungan semuanya dibulatkan ke atas aja, jadi kita tau kurang lebih berapa sih keuntungan memakai Fren bagi pengguna baru. Jadi keuntungan Enjelin yang terbiasa menggunakan voucher isi ulang dari TelkomFlexi yang terkenal dengan program berlangganan “call dropped” nya ini, merupakan keuntungan sebanyak tiga ratus enam puluh lima hari (setaon ada tiga ratus enam puluh lima hari khan? hehehe) dikali dengan enam puluh menit (satu jam punya sebanyak itu menitnya, hehehe) dan semuannya dikalikan dengan empat puluh sembilan perak (tarif resmi dari TelkomFlexi prabayar) menghasilkan, ah berapa sih mana nich kalkulatorku. Walah walah khan aku ketiknya di computer, namanya juga computer ngapain aku cari-cari calculator scientific ku, khan cukup buka Start – All Programs - Accessories dan ketemu dah program Calculator yang asik ngumpet di sana. Dan setelah kupencet-pencet numeric keypad ku akhirnya aku mendapatkan satu juta tujuh puluh tiga ribu seratus perak. Wah untung untung untung untung…

Bole dikata pihak TelkomFlexi dirugikan lebih dari sejuta oleh program Fren tersebut setaon ke depannya. Aha…rupanya pemalas-pemalas yang merupakan petinggi-petinggi TelkomFlexi yang enggan membenahi dan mengatasi masalah dengan network mereka itu lambat laun akan kehilangan pelanggannya yang tidak mau dikerjain oleh tingginya tingkat gagal panggil dan juga program blokir memblokir jalur sambungan ke PSTN punya Telkom itu. Maklum Telkom dan TelkomFlexi khan masi serumpun juga dengan Telkomsel. Yang notabene dulunya adalah monopolis dari jaringan telekomunikasi di Indo ini dan dulunya isinya para birokrat yang suka makan gaji buta aja. Yah mental birokrat Indo khan sudah ketebak, cuma mau kerja bila dikasi amplop alias uang pelicin…

Ah biarlah TelkomFlexi tetapi begitu. Kenyataannya management dari Mobile Eight yang menerbitkan kartu Fren ini tidak berkinerja optimal untuk bergerak di bidang telekomunikasi yang berkembang pesat ini. Heran aja setelah aku membaca di tabloid bisnis dan disana akhir-akhir ini dikabarkan kalo Mobile Eight dalam kesulitan finansial karena kinerja management merekapun tidaklah sebagus yang seharusnya mereka berikan, kok petinggi-petingginya masi bercokol disana ya? Aneh aja, andai aku share holder dari perusahaan ini, sudah pasti aku akan menuntut para staf direksi dan managementnya semuanya dilengserkan total karena mereka tidak berkinerja bagus untuk sebuah perusahaan yang telah nekad go public. Bahkan aku akan menuntut agar mereka go private dulu untuk membenahi masalah struktural dalam perusahaannya. Bener-benar tidak masuk diakal gimana mereka mau berkompetisi di bidang penyedia jasa telekomunikasi bila mereka semua malas-malas tidak mau menggunakan otak mereka untuk berpikir kedepan dan tidak hanya ngerjain pengguna layanan jasa mereka yang loyal dengan program memutus paksa sambungan telefon. Aku yakin banyak pengguna Fren dan TelkomFlexi yang sudah pernah dikerjain oleh kedua operator itu karena tiba-tiba mereka berada dalam situasi mereka ngoceh sendiri karena sambungan telefonnya sudah diputus oleh operator. Apapun alasannya tidak bisa diterima, karena itu merugikan pengguna..

Kembali ke program promo Fren yang menawarkan hape-hape sederhana buatan negeri tirai bambu itu. Memang benar dan tidak salah bila orang berpendapat barang-barang buatan negeri itu tidak bagus. Maklumlah khan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu profesional dibidangnya. Tapi bila kita tinjau lebih jauh lagi, ternyata barang-barang produksi dalam negeripun tidak bagus adanya. Ingat aja hape-hape bermerk Nexian dan Sanec yang jelas-jelas produksi dalam negeri (disamping Polytron yang merupakan anak perusahaan dari pabrik rokok Djarum), hape-hape Nexian dan Sanec tersebut dikenal sebagai hape mahal dengan fitur minimun dan rentan rusak pula. Nah lho?

Ya memang banyak pekerja Indo di perusahaan-perusahaan tersebut yang digaji dengan upah minimum dan juga tidak terkualifikasi dengan baek. Nah terus produksi mana yang lebih baek? Untuk barang elektronik dan garment (pakean) memang produksi negeri asal beruang panda itu jauh lebih bagus dan sangat bagus untuk perbandingan nilai harga investasi dan hasil/fitur yang didapat. Liat aja, produk andalan dari Nokia serie N yang diagung-agungkan itu, ternyata adalah produksi lokal negeri China yang dibranded (dibeli secara exclusive dan hanya ditempelin merek) oleh Nokia dan dilengkapin dengan batterie Nokia (yang juga seratus persen diproduksi di China dan Taiwan) dan diisi dengan software Symbian dari Nokia. Symbian sih bukan punya Nokia, tapi punya Symbian Consortium yang spesial mengembangkan software sistem operasi khusus untuk mobile devices seperti handphone dan PDA. Makanya tidak heran bila N73 handphone sejuta umat yang dulunya sangat mahal itu banyak di-complain kinerjanya karena handset nya memang tidak seratus persen kompatibel dengan software nya. Makanya software nya butuh di update.

Pertanyaannya kenapa Nokia justru memakai produksi dari negeri China bila tidak bagus? Jawabannya adalah menghemat ongkos produksi. Logis khan? Di negera tersebut tenaga kerja tergolong sangat murah (seperti di Polandia dan Russia jaman dulu) dan karena semua orang ingin bisa bekerja di perusahaan asing, maka upah mereka dengan mudahnya bisa didikte oleh si pemberi pekerjaan. Juga serikat buruh di sana tidak berkembang karena diawasi oleh partai yang berkuasa. Jika serikat buruh tidak berkutik, maka politik upah bisa terkendali dan kestabilan suatu perusahaan bisa dijamin dan dengan demikian kinerja pabrik-pabriknya sudah pasti bagus dan juga konsisten. Hanya dengan persyaratan seperti itu maka China bisa berkembang pesat dalam bidang produksi.

Bandingkan dengan Indonesia yang pekerjanya tergolong malas-malas dan manja-manja tersebut. Dikit-dikit demonstrasi minta naek gaji dll. Wah wah wah wah (ala pak Raden lagi), gawat tuh. Maka tidak heran bila banyak perusahaan asing seperti Nike, Mitsubishi dan banyak lagi perusahaan asing yang akhirnya hengkang dari bumi Indonesia. Napa? Tentu saja karena politik dalam negeri ini yang tidak bagus untuk iklim perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia ini lumayan rentan untuk hancur karena tidak didukung oleh substan yang bagus melainkan hanya didukung oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Maklum juga khan sebagian besar dari masyarakat kita tidak mempunyai apa-apa sejak perang kemerderkaan sampai era orde barunya mantan presiden Soeharto. Jadi tidak heran bila bisnis kartu kredit marak adanya dan juga banyak sepeda motor berkeliaran di jalan. Maklumlah kreditan kini mudah dan bisa terjangkau oleh siapapun dan itulah yang mendongkrak perekonomian di Indonesia ini. Konsumsi itu aja. Liat aja penjualan hape tipe Communicator nya Nokia paling tinggi adalah di Indonesia. Napa? Karena orang Indo ini tergolong bergengsi tinggi. Padahal aku tau kalo si empunya Communicator itu tidak memanfaatkan semua fitur dengan maximal. Tanya aja berapa banyak pengguna Communicator tersebut yang menggunakan MMS, mengirim email dan fax maupun untuk internetan? Tidak sampai sepuluh persennya. Sisanya hanya merasakan bangga bisa menggotong-gotong kotak pinsil tersebut dan hanya digunakan untuk meningkatkan status sosial mereka aja. Lantas siapa pemenang dari semua ini? Tentu saja pihak vendor nya, hehehe…

Laen halnya dengan orang-orang dari negera maju. Mereka membeli barang kebutuhan mereka seperti hape itu berdasarkan kebutuhan. Bila mereka hanya suka menelefon dan kirim pesan singkat aja, maka mereka pasti menggunakan hape yang biasa aja. Alhasil pertumbuhan ekonomi mereka juga tidak ditunjang oleh tingginya angka konsumsi barang-barang. Namun negera seperti amerika serikat, mereka mewajibkan penduduknya dan institusi-institusi nya untuk lebih memprioritaskan produk dalam negeri. Misal untuk hape mereka lebih suka memakai merek Motorola yang de facto adalah produksi dalam negeri. Bandingkan dengan Indo sini, siapa sih yang mau pake hape merk Nexian maupun Sanec? Betol sekali, hampir tidak ada. Malah hape merk ZTE yang dipasarkan dengan gencar oleh pihak Fren dan Esia maupun hape yang bermerk HTC dari Taiwan itu yang merajai pasar Indo. Napa? Kembali kepada kemalasan dan ketidak-kreativan petinggi-petinggi marketing dari Nexian dan Sanec yang rupanya gagal menyakinkan pengguna-penggunanya dengan kualitas produksi yang lebih baek daripada yang ada sekarang ini, maupun karena mereka gagal mengembangkan strategi marketing yang lebih baek dan juga gagal melakukan pendekatan ke operator-operator seluler seperti yang dilakukan oleh pihak ZTE dan HTC tersebut.

Yach begitulah situasi ekonomi di Indonesia. Akhirnya aku pun juga senang, bila akhirnya temanku Enjelin ternyata bijak juga dengan membeli kartu Fren di masa promo ini untuk memudahkan acara ngerumpinya dan sekaligus meringankan beban kantongnya dengan mendapatkan kado pre-natal sebesar delapan ratus ribu perak ongkos ngoceh gratisan selama setaon dari Fren. Selamat selamat dariku… semoga engkau hepi-hepi saja dengan hape butut, eh salah hape sederhana dari ZTE itu dan juga makin sering berpanas-panas kuping memakai hape itu untuk ngerumpin dengan Grace di Jakarta, hehehe…